Guru Optimis Melihat Bunga Mawar, Bukan Durinya. Guru Pesimis Terpaku pada duri, Melupakan Mawarnya

4 days ago 13

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Unkiversitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)

INIPASTI.COM,  Redaksi judul artikel ini terinspirasi dari pernyataan Khalil Gibran. Orang-orang optimis melihat bunga mawar, bukan durinya. Orang-orang pesimis terpaku pada duri dan melupakan mawarnya.” Rene Descartes, juga pernah menyatakan begini : “seorang yang optimis melihat sebuah cahaya ketika kegelapan, tapi mengapa orang pesimis harus selalu menghilangkan cahaya itu?”

Orang optimis punya kebiasaan menjelaskan apapun yang terjadi pada diri mereka secara positif. Ini “sindiran” Gill Stem (Usman, 2024), orang optimis dan pesimis, keduanya berkontribusi kepada kehidupan kita. Si optimis menemukan pesawat dan si pesimis menemukan parasut.

Ada beberapa prediksi mengenai orang yang optimis dan orang yang pesimis. Ketika berhadapan dengan sebuah tantangan, orang yang optimis lebih percaya diri dan persisten, meskipun progresnya sulit dan lambat. Orang yang pesimis lebih ragu-ragu dan tidak percaya diri. Perbedaan juga jelas terlihat dalam menghadapi kesengsaraan.

Orang yang optimis percaya bahwa kesengsaraan dapat ditangani dengan berhasil. Orang yang pesimis menganggap sebagai bencana. Hal ini dapat mengarahkan pada perbedaan tingkah laku yang berhubungan dengan resiko kesehatan, mengambil pencegahan pada lingkungan yang beresiko, kegigihan dalam mencoba mengatasi ancaman kesehatan. Hal ini juga dapat mengarahkan pada perbedaan respon coping apa yang individu lakukan ketika berhadapan dengan ancaman seperti diagnose kanker (Carver, et al. dalam Tambunan, 2018).

Selain respon perilaku, individu juga mengalami pengalaman emosi pada kejadian dalam kehidupan. Kesulitan-kesulitan merangsang beberapa perasaan yang merefleksikan baik distres dan tantangan. Keseimbangan antara perasaan-perasaan tersebut berbeda antara orang yang optimis dan pesimis. Karena orang yang optimis mengharapkan good outcome, mereka cenderung mengalami perpaduan emosi yang lebih positif. Karena orang yang pesimis mengharapkan bad outcome, mereka mengalami perasaan-perasaan yang lebih negatif–kecemasan, kesedihan, keputusasaan (Scheier, 2001).

Penelitian juga menunjukkan optimisme memiliki efek moderasi terhadap bagaimana individu menghadapi situasi baru atau sulit. Ketika berhadapan dengan situasi sulit, orang yang optimis akan lebih memiliki reaksi emosi dan harapan yang positif, mereka berharap akan memperoleh hasil yang positif meskipun hal tersebut sulit, mereka cenderung menunjukkan sikap percaya diri dan persisten. Orang yang optimis juga cenderung untuk menganggap kesulitan dapat ditangani dengan berhasil dengan suatu cara atau cara lain dan mereka lebih melakukan active dan problem-focused coping strategy dari pada menghindar atau menarik diri (Chemers & Garcia, 2001).

Guru Pesimis

Seseorang yang rasa percaya dirinya rendah akan memandang dirinya rendah dan bersikap pesimistis (Surya, 2005). Das Salirawati (2012) menambahkan ciri lain yang biasanya dimiliki oleh orang yang percaya dirinya rendah adalah selalu dihantui dengan perasaan takut gagal, mudah putus asa, merasa diri tidak mampu dan selalu bimbang atau ragu-ragu dalam memutuskan persoalan.

Pesimis adalah kondisi pikiran seseorang yang melihat persoalan dari sisi negatif. Muara dari pesimis adalah sikap putus asa, sebuah sikap yang menganggap tidak ada lagi (habis) harapan positif.  Pesimis ialah orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir kalah, rugi, celaka, dsb) dan orang yang mudah putus harapan (DPN, 2005).

Pesimis adalah anggapan bahwa segala sesuatunya akan berjalan salah dan bahwa keinginan atau tujuan orang tidak mungkin terpenuhi. Mengutip dari American Psychological Association (Azmi dan Nafla Athaya, 2024) pesimis adalah orang yang memperkirakan hal buruk akan terjadi pada mereka dan orang lain atau yang ragu atau bimbang tentang hasil positif. Berdasarkan situs Very Well Mind (Azmi dan Nafla Athaya, 2024), pesimis bukanlah penyakit mental, melainkan sifat kepribadian yang membuat seseorang memiliki pandangan hidup yang lebih negatif. Beberapa orang menyebutnya sebagai suatu hal yang realistis.

Sikap pesimis merupakan bagian dari konsep diri negatif pada teori konsep diri dalam psikologi. Konsep diri merupakan semua persepsi manusia terhadap diri sendiri yang terbentuk karena pengalaman baik dan pengalaman buruk seseorang di masa lalu, sehingga tersimpan didalam memori dan mental kepribadiannya. Jika pengalaman buruk yang dialaminya inilah yang nantinya akan menjadi trauma, rasa takut, dan kurang percaya diri dan menghasilkan sikap pesimis. Konsep diri diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Pesimis atau rasa tidak percaya diri yang dialami oleh remaja merupakan suatu keyakinan negatif seseorang terhadap kekurangan yang ada di berbagai aspek kepribadiannya sehingga remaja merasa tidak mampu untuk mencapai  berbagai tujuan di dalam kehidupannya (Bagus, 2000).

Ciri-ciri orang yang tidak percaya diri : mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu; memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial, atau ekonomi; sulit menetralisasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi; gugup dan terkadang bicara gagap; sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya; mudah putus asa; pernah mengalami trauma; dan cenderung tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan masalah (Inayah, dkk., 2021).

Sejumlah ciri yang menandakan seseorang memiliki sikap pesimis. Melansir dari Very Well Mind (Tempo.Co, 2024), berikut tanda-tandanya. Pertama, merasa terkejut ketika segala sesuatunya benar-benar berjalan lancar. Kedua, tidak mengejar apa yang diinginkan karena pikir Anda mungkin akan gagal. Ketiga, cenderung fokus pada apa yang mungkin salah dalam suatu situasi. Keempat, berpikir bahwa risikonya hampir selalu lebih besar daripada manfaatnya. Kelima, mengalami sindrom penipu dan meremehkan kemampuan Anda. Keenam, cenderung berkonsentrasi pada kekurangan atau kelemahan, bukannya pada kelebihan. Ketujuh, sering merasa terganggu dengan orang-orang yang bersikap optimis. Kedelapan, sering terlibat dalam pembicaraan negatif dengan diri sendiri. Kesembilan, berasumsi bahwa semua hal baik pada akhirnya akan berakhir. Dan kesepuluh, merasa lebih mudah hidup dengan status quo daripada mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Sikap pesimisme sebenarnya bergantung pada bagaimana cara menjelaskan suatu keyakinan yang dialami individu (manusia). Cara untuk menjelaskan sesuatu yang negatif akan menjadikan seseorang semakin pesimis (Seligmen dalam Zainullah, 2022).

Guru yang pesimis adalah guru yang melihat persoalan dari sisi negatif dan telah kehilangan harapan positi terhadap masa depan diri dan sekolahnya.

Untuk menghadapi rasa pesimis di sekolah, Wahyono (2015) menyarankan 3 hal berikut. Pertama, meyakinkan bahwa kita bisa. Guru yang pesimis umumnya berbicara fakta kegagalan masa lalu dan tidak mempelajari penyebab kegagalan tersebut, sedangkan guru optimis adalah guru yang belajar dari kegagalan dan selalu berbaik sangka terhadap masa depan. Setiap guru memiliki potensi, begitu juga para muridnya. Tidak perlu memikirkan persaingan dengan sekolah lain dulu. Kita harus bersaing dengan diri kita sendiri. Petakan potensi anak. Misalnya, anak yang berpotensi terhadap musik, kesenian, olah raga bisa dilatih dan dikembangkan. Yang suka ngoprek computer, beri kesempatan mendampingi guru dalam presentasi. Potensi anak di bidang agama bisa dikembangkan melalui pemilihan dai (cilik dan remaja) antar kelas, yang suka organisasi bisa melalui melalui aktivitas pramuka, PMR. Yang suka membaca, usahakan menulis esai, targetkan jadi menjadi buku. Dan tentu saja masih banyak potensi anak yang bisa digali dan dikembangkan.

Kedua, hargai setiap perkembangan. Guru harus membiasakan diri memberi penghargaan kepada siswa betapapun kecil perkembangan yang dicapai. Pujian dengan kata-kata, misalnya…Kamu hebat..!!, Kamu atlit andalan sekolah kita.., Penyanyi dengan suara khas…, Siswa pelopor kebersihan…, Siswa pelopor kepedulian lingkungan…, Novelis penerus Habiburahman…dll. Siapkan lembar penghargaan dan umumkan pemberiaan penghargaan mulai dari skala kelas, antar kelas dan pada upacara setiap minggunya. Nantikan, apa yang terjadi…?. Selanjutnya, kepala sekolah juga menyiapkan lembar penghargaan kepada guru-guru yang telah bekerja keras. Jangan lihat hasilnya dulu, hargai prosesnya.

Ketiga, tanamkan rasa bangga. Selanjutnya, adalah menanamkan rasa bangga. Bangga terhadap disiplin guru dan murid murid, bangga terhadap semakin banyaknya anak yang berprestasi, bangga terhadap kekompakan warga sekolah, bangga terhadap perubahan yang dicapai.

Bila rasa bangga telah dimiliki warga sekolah, barulah sekolah berkompetisi dengan sekolah lain. Pilih dulu sekolah setara, selanjutnya baru berkompetisi dengan sekolah unggulan. Pada dasarnya, setiap anak memiliki potensi menjadi juara. Tinggal kita menyikapinya “memberi kesempatan atau menghambatnya.”

Ciri Pembeda

Ciri-ciri dari guru yang optimis dapat dilihat dari cara berpkir, berbicara dan bertindak. Guru akan percaya pada hal-hal positif yang terjadi, mereka bertanggung jawab atas kebahagiaan untuk mengharapkan hal yang terbaik dirinya di masa depan. Proses berpikir yang positif menyebabkan guru selalu cerah dalam menghadapi kesulitan atau peristiwa buruk apa pun. Kesulitan dan peristiwa buruk itu hanya sementara saja sifatnya, bukan permen. Pasti akan terjadi yang lebih baik di masa mendatang.

Seorang guru yang optimis memiliki karakteristik positif lain untuk meningkatkan kebahagiaan, kesehatan dan berkurang depresinya. Menekan hal-hal yang baik dalam hidup, berterima kasih dan mengucap syukur atas semua berkat yang diterima.

Orang yang optimis memiliki ciri-ciri yang terdapat dalam dirinya. Menurut Robinson  (Ghufron dan Risnawita, 2010), individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah mencapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah ke arah yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai sesuatu yang lebih, dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh.

Seligman (2005) mengatakan bahwa orang yang optimis percaya bahwa kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang bersifat sementara dan penyebabnya pun terbatas, mereka juga percaya bahwa hal tersebut muncul bukan diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya, melainkan diakibatkan oleh faktor luar.

Ginnis (Shofia dalam Ika dan Harlina, 2011) orang optimis mempunyai ciri-ciri khas. Pertama, jarang terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok. Kedua, mencari pemecahan sebagian permasalahan. Orang optimis berpandangan bahwa tugas apa saja, tidak peduli sebesar apapun masalahnya bisa ditangani kalau kita memecahkan bagian-bagian dari yang cukup kecil. Mereka membagi pekerjaan menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani. Ketiga, merasa yakin bahwa mampu mengendalikan atas masa depan mereka. Individu merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu mereka bertahan lebih lama setelah lain-lainnya menyerah. Keempat, memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur. Orang yang menjaga optimisnya dan merawat antusiasmenya dalam waktu bertahun-tahun adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar dan tidak sadar untuk melawan entropy (dorongan atau keinginan) pribadi, untuk memastikan bahwa sistem tidak meninggalkan mereka. Kelima, menghentikan pemikiran yang negatif. Optimis bukan hanya menyela arus pemikirannya yang negatif dan menggantikannya dengan pemikiran yang lebih logis, mereka juga berusaha melihat banyak hal sedapat mungkin dari segi pandangan yang menguntungkan. Keenam, meningkatkan kekuatan apresiasi. Yang kita ketahui bahwa dunia ini, dengan semua kesalahannya adalah dunia besar yang penuh dengan hal-hal baik untuk dirasakan dan dinikmati. Ketujuh, menggunakan imajinasi untuk melatih sukses. Optimis akan mengubah pandangannya hanya dengan mengubah penggunaan imajinasinya. Mereka belajar mengubah kekhawatiran menjadi bayangan yang positif. Kedelapan, selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia. Optimis berpandangan bahwa dengan perilaku ceria akan lebih merasa optimis. Kesembilan, merasa yakin bahwa memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur. Optimis tidak peduli berapapun umurnya, individu mempunyai keyakinan yang sangat kokoh karena apa yang terbaik dari dirinya belum tercapai. Kesepuluh, suka bertukar berita baik. Optimis berpandangan, apa yang kita bicarakan dengan orang lain mempunyai pengaruh yang penting terhadap suasana hati kita. Kesebelas, membina cinta dalam kehidupan. Optimis saling mencintai sesame mereka. Individu mempunyai hubungan yang sangat erat. Individu memperhatikan orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan, dan menyentuh banyak arti kemampuan. Kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat yang membantu mereka memperoleh optimisme. Keduabelas, menerima apa yang tidak bisa diubah. Optimis berpandangan orang yang paling bahagia dan paling sukses adalah yang ringan kaki, yang berhasrat mempelajari cara baru, yang menyesuaikan diri dengan sistem baru setelah sistem lama tidak berjalan. Ketika orang lain membuat frustrasi dan mereka melihat orang-orang ini tidak akan berubah, mereka menerima orang-orang itu apa adanya dan bersikap santai. Mereka berprinsip “Ubahlah apa yang bisa Anda ubah dan terimalah apa yang tidak bisa Anda ubah” (Ginnis, 1995).

Ciri-ciri orang optimis ada 6 (enam), yaitu : memiliki visi pribadi; bertindak konkret; berpikir realistis; menjalin hubungan sosial; berpikir proaktif; dan berani melakukan trial and error (Murdoko, 2001). Menurut Carver dan Scheier (Synder & Lopez, 2002) mengngkapkan ciri-ciri orang yang optimis : percaya diri; berharap sesuatu yang baik terjadi; mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel; dan jarang terkena stress dalam menghadapi situasi yang sulit.

Menurut Seligman (2006), karakteristik orang yang pesimis adalah mereka cenderng meyakini peristiwa buruk akan bertahan lama dan akan menghancrkan segala yang mereka lakukan dan itu sema adalah kesalahan mereka sendiri. Sedangkan orang yang optimis jika berada dalam sitasi yang sama, akan berfikir sebaliknya mengenai ketidakberuntungannya. Mereka cenderng meyakini bahwa kekalahan hanyalah kegagalan yang sementara, dan itu karena terbatas pada suatu hal saja.

Manfaat Sikap Optimisme

Sikap optimisme guru merupakan modal yang sangat penting dalam menyelesaikan segala tugas yang dihadapinya. Madhi (2009) mengatakan ketika seseorang yang optimis maka akan memandang indah segala sesuatu. Artinya dengan adanya sikap optimis yang dimiliki setiap guru, maka akan membantu dalam menyelesaikan semua tugas-tugasnya dengan tepat waktu dan selalu memiliki harapan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penyelesaian semua tugasnya.

Optimis itu sendiri merupakan sebuah kesempatan pribadi secara konsisten menganggap dan menafsirkan semua situasi dalam hidupnya dengan cara terbaik dan melalui hal itu akan memiliki dampak yang positif terhadap kesehatan mental pribadi-pribadi yang memiliki sikap optimis ini. Beberapa manfaat yang dirasakan oleh pribadi-pribadi yang memiliki sikap optimis : dapat memotivasi pribadi sendiri; memiliki sifat jujur untuk diri sendiri; menciptakan lingkungan sosial yang positif; mengambil pelajaran dari masalah yang dihadapinya; dan memperjuangkan apa yang diinginkan.

Optimisme dalam jangka panjang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, pekerjaan, perkawinan, mengurangi depresi dan lebih dapat menikmati kepuasan hidup serta merasa bahagia (Scheier dkk, 1994).

Sementara itu Mc Clelland (Sujani, 2018) menunjukkan bukti bahwa optimism akan lebih memberikan banyak keuntungan dari pada pesimisme. Keuntungan tersebut antara lain hidup lebih bertahan lama, kesehatan lebih baik, menggunakan waktu lebih bersemangat dan berenergi, berusaha keras mencapai tujuan, lebih berprestasi dalam potensinya, mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik seperti dalam hubungan sosial, pendidikan, pekerjaan dan olah raga. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh ahli-ahli tersebut di atas dapat dikatakan bahwa optimisme sangat diperlukan oleh individu dalam berbagai bidang kehidupan.

Ada tiga pathway optimisme (Segerstrom, et al. dalam Debora, 2018). Pertama, mood. Optimisme dapat mengurangi mood negative yang dapat merubah imun ketika stress. Kedua, coping. Dispositional optimism dapat menghindari penggunaan coping menghindar, pasif, dan menyerah, yang berhubungan dengan memberikannya status imun dan kesehatan. Ketiga, perilaku sehat. Optimisme dapat meningkatkan fungsi adaptif pada perilaku sehat. Dalam bidang kesehatan optimisme mampu meningkatkan kesehatan tubuh, sistem kekebalan, kebiasaan hidup sehat, membuat hidup lebih lama, serta dapat mengurangi depresi, infeksi dalam tubuh dan mempengaruhi terhadap penyakit. Dalam bidang sosial, optimisme dapat meningkatkan kepercayaan diri, harga diri, mengurangi sikap pesimis, membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial serta dapat menikmati kepuasan hidup dan merasa bahagia. Di samping itu dengan adanya optimism akan membuat orang lebih sukses di sekolah, pekerjaan, manggunakan waktu lebih bersemangat, lebih berprestasi dalam potensinya (Segerstrom, 1998).

Beberapa manfaat sikap optimis (Waskito, 2013). Pertama, optimisme atau tafa’ul adalah salah satu akhlak yang baik. Siapa yang optimis berarti ia telah memakai salah satu akhlak mulia, siapa yang pesimis berarti ia telah menampakkan sikap tercela. Manusia berakhlak mulia akan dicintai orang-orang disekitarnya. Kedua, jika seseorang tidak bersikap optimis, berarti ia akan pesimis atau putus asa. Padahal sikap putus asa dilarang dalam Islam, Allah berfirman dalam Qs. Yusuf ayat 87. Artinya: “Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” Ketiga, optimis akan membuka pintu-pintu amal (kerja atau usaha), sehingga seseorang bisa menghasilkan suatu karya yang bermanfaat. Sebaliknya, pesimis akan menutupi pintu-pintu usaha, sehingga seseorang memilih berhenti, diam, tidak melakukan perbaikan, atau malah menempuh jalan kerusakan. Tanpa optimisme, manusia akan kehilangan amal-amal. Keempat, optimisme adalah kunci sukses karir manusia. Siapa pun juga, apakah muslim atau bukan, laki-laki atau wanita. Ketika bersikap optimis mereka mencapai sukses. Sebaliknya, jika mereka pesimis meskipun memiliki kekayaan besar, fasilitas lengkap, dana melimpah ruah, tetap saja akan mengalami kegagalan. Kelima, optimis merupakan karakter manusia-manusia besar dalam Islam. Mereka adalah Nabi Muhammad, para Nabi dan Rasul, para shalihin di masa lalu, bunda Khadijah binti Khuwailid ra, istri-istri Rasulullah lainnya, para sahabat Nabi, para ulama dan ahli ilmu, para khalifah dan sultan Islam, para panglima perang, para pejuang Islam, para pahlawan dan manusia-manusia terbaik sampai era kita saat ini. Mereka semua memiliki sikap optimis, tidak mudah menyerah dan terus berusaha melakukan perbaikan sekuat kesanggupan, dengan mengikuti jalan mereka berarti kita berada di atas jalan yang lurus. Keenam, agama Islam yang kita peluk saat ini sama dengan agama Rasululllah, agama istri-istri beliau, dan para sahabatnya. Para Salafus Saleh memiliki sikap optimisme yang kuat, sehingga mereka bisa menggunakan agamanya untuk menhasilkan karya peradaban yang menakjubkan. Sedangkan kita generasi Islam modern, banyak dilanda pesimisme, putus asa, rendah diri, sehingga keunggulan Islam belum bisa kita manfaatkan untuk menghasilkan karya peradaban besar. Ketujuh, sikap optimisme akan meringankan beban berat, meringankan kesulitan, meringankan penderitaan seseorang. Siapapun yang menderita atau mengalami kesusahan, jika bersikap optimis akan meringankan beban pikiran dan jiwanya, sehingga memudahkannya melewati masa-masa kesulitan. Kedelapan, orang yang optimis akan lebih mudah bersikap tawakal (berserah diri), dan Allah mencintai orang-orang yang tawakal. Orang yang optimis akan bekerja semampunya untuk menghasilkan karya terbaik, setelah itu ia akan pasrah diri kepada Allah. Pasrah diri ini bukan berarti meyakini bahwa Allah akan memberikan hasil buruk, melainkan meyakini bahwa Allah akan memberikan hasil terbaik baginya, meskipun bentuk pemberian Allah tidak selalu sama dengan apa yang dibayangkan. Kesembilan, optimisme adalah bagian dari sikap berbaik sangka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Setiap muslim harus berbaik sangka kepada Allah, sebab dia akan diperlakukan sesuai persangkaannya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman, yang artinya: “Aku mengikuti prasangkaan hamba-Ku kepada-Ku”. (HR. Al-Bukhari Juz 7 Bab Tauhid).

Beberapa penyebab yang mendasari pentingnya selalu bersikap optimis (Ananta, 2014). Pertama, menyalurkan energi positif. Membiasakan diri bersikap optimis dapat membantu seorang individu mengeluarkan energi yang positif berupa dorongan menciptakan langkah dan hasil yang lebih baik.Bersikap optimis bersumbser dari harapan yang keberadaanya tidak pernah padam. Jika seorang individu memiliki harapan baik, maka akan memunculkan energi dorongan yang besar. Kedua, perlawanan. Seseorang yang memiliki optimisme yang tinggi pada umumnya memiliki perlawanan kuat untuk menyelesaikan masalah. Begitu pula sebaliknya, orang dengan kadar optimisme rendah atau didominasi perasaan pesimis, pada umumnya memiliki tingkat perlawanan lemah. Bahkan orang seperti itu kerap memiliki kecenderungan mudah menyerah. Less Brown (Ananta, 2014) mengatakan bahwa setiap manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu the winner (pemenang), the loser (pecundang), serta the potential winner (calon pemenang).Diantara ketiganya yang paling baik ialah kategori the winner (pemenang).Seorang pemenang adalah orang yang berkali-kali jatuh dan gagal, tetapi mampu menjaga sikap optimisme hingga menjadi orang yang berhasil.

Ketiga, sistem pendukung. Membiasakan diri selalu bersikap optimis juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Ketika seseorang mampu berfikir untuk meraih sebuah kesuksesan dan memiliki kemauan kuat untuk berhasil yang ditunjang oleh sikap optimis, maka hampir dipastikan seseorang tersebut akan meraihnya.

Indikator Sikap Optimisme

Sikap optimis yakni sikap yang membersihkannya dari pemikiran-pemikiran hitam dan mengarahkannya menuju kerja yang positif dan menghasilkan, serta selalu mengejar hari esok yang lebih baik (Uqshari, 2006).

Menurut Bangkit (2014) sikap optimis adalah sikap yakin tentang adanya kehidupan yang baik. Keyakinan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal untuk meraih hasil yang lebih baik.

Orang yang memiliki sikap optimis, umumnya memiliki kualitas diri yang baik. Hal ini tercermin dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari (Fitria Nur Rahmi dalam Usman, 2024). Pertama, punya fokus langkah yang selektif dan punya sasaran usaha yang jelas; kedua, bisa menerima fakta hidup dengan kesadaran tanpa banyak mengeluh atau memprotes; ketiga, memiliki bentuk keyakinan yang membangkitkan; keempat, punya perasaan diberkati rahmat Tuhan; kelima, punya kemampuan untuk menikmati kehidupan; keenam, punya kemampuan dalam menggunakan akal sehatnya dalam menghadapi tantangan hidup; ketujuh, punya kemampuan untuk menjalankan agenda perbaikan diri secara terus-menerus; kedelapan, punya penghayatan yang bagus terhadap praktek hidup yang dijalankan; kesembilan, punya kepercayaan yang bagus terhadap kemampuannya; dan kesepuluh, punya perasaan yang bagus terhadap dirinya.

Sikap optimisme selalu mempunyai keyakinan untuk berfikir positif dan selalu mengharapkan hasil yang positif, serta menggali yang terbaik dalam dirinya sendiri dan mengharapkan hasil yang terbaik dari suatu situasi.

Indikator sikap optimisme yakni (Sevilla, 2025), di antaranya : mempunyai rasa percaya diri; mempunyai harapan yang positif; bersikap gembira dalam menjalankan tugas; tidak mudah putus asa; selalu berpandangan positif; dan yakin dengan kemampuan yang dimiliki.

Menjadi Guru yang Optimis

Seorang guru dalam menjalankan tugas, penting bagi guru untuk memiliki mental attitude yang baik, mengingat yang guru hadapi adalah para siswa yang berharap banyak dapat menyerap ilmu pengetahuan dan kepribadian guru bersangkutan, terlepas apakah guru tersebut berstatus GTT, Honorer atau PNS yang telah menerima tunjangan profesi pendidik. Siswa hanya ingin belajar secara bersemangat dan bahagia bersama guru yang optimis.

Seorang guru bisa melihat anak kreatif sebagai anak nakal atau anak berbakat. Yang membedakan adalah mood guru atas perilaku unik siswa pada kondisi saat itu.Ini adalah mental attitude guru di dalam memahami siswanya. Pertanyaan sederhananya bagaimana membangun optimisme guru ketika melihat ”keunikan” siswa yang kadang membuatnya harus mengelus dada. Seorang guru yang ”sarat/penuh” ilmu pengetahuan dan pengalaman namun tetap pesimis diibaratkan: “Seperti keledai yang membawa kitab kitab tebal“ (QS Al Jum’ah 5). Guru yang optimis akan mengatakan “selalu ada jalan, ayo kita coba perbaiki, semua pasti ada sebabnya.

Guru yang optimis dapat menularkan semangat dan energi kehidupan yang penuh harapan menyongsong masa depan. Sehingga siswa memiliki motivasi untuk bersemangat belajar menyongsong masa depannya dengan penuh suka cita. Semestinya sikap optimis membuat guru dapat memilih mental attitude yang tepat dalam melaksanakan tugas mengajarnya sehari hari.

Membentuk Sikap Optimisme

Optimis adalah satu kata yang memiliki banyak makna. Optimis sangat berkaitan erat dengan harapan akan sesuatu yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Biasanya, optimis merupakan salah satu sifat seseorang yang diperoleh dari berbagai macam pengalaman hidup, dan tentu saja tidak mudah mendapatkan sifat optimis di dalam diri. Dengan menjadi orang yang optimis, maka hidup bisa menjadi lebih baik.Sudah banyak penelitian mengenai optimisme, yang ternyata memiliki banyak sekali pengaruh, salah satunya adalah di bidang prestasi dan juga makna hidup.

Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke & Wilson, 2000). Menurut Scheier & Carver (2002) individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka. Individu yang memiliki sikap optimis memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan rasa frustasi (Goleman, 2002).

Umumnya, orang-orang yang memiliki pola pikir optimis dalam hidupnya akan cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya seharihari, mereka juga akan cenderung lebih bahagia dalam menjalani kehidupan (Steinwall, 2006). Optimisme akan masa depan merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi yang baik, serta mengharapkan hasil yang paling memuaskan.

Beberapa cara untuk membentuk sikap optimisme (Ananta, 2014). Pertama, memahami esensi dan makna sikap optimism. Langkah pertama dan yang paling mendasar adalah memahami hakikat sebenarnya dari sikap optimis. Kedua, berfikir positif. Pikiran positif akan menghasilkan sikap produktif. Berfikir positif dapat menghasilkan kekuatan yang menjadi unsur penting dalam menciptakan jenis kehidupan seseorang. Ketiga, bersemangat. Semangat merupakan salah satu bagian terpenting untuk membangun etos kerja secara maksimal. Memiliki semangat tinggi sangat membantu membangun karir yang gemilang. Keempat, mengenali diri sendiri. Seseorang harus mampu mengenali diri sendiri agar mampu mengembangkan sikap dan perasaan optimis. Kelima, mampu mengendalikan emosi. Tidak semua orang yang mampu mengendalikan emosi yang senantiasa bergejolak. Orang dengan kategori mampu mengendalikan emosi adalah mereka yang dapat menjaga keseimbangan akal dan nurani, di mana keduanya sama-sama memiliki pengaruh kuat dalam menumbuhkan sikap positif. Kemudian sikap positif tersebut berkembang menjadi sikap optimis. Keenam, menjaga sikap baik. Memiliki kepribadian serta dipandang sebagai pribadi yang baik merupakan salah satu cara membentuk sikap optimis.

Cara menjadi pribadi guru yang memiliki sikap optimis : berpikir positif; fokus untuk masa saat ini dan masa depan; mengambil hal yang baik di setiap kejadian hidup;bersosialisasi dengan mereka yang juga memiliki pikiran positif; berhenti selalu menyalahkan diri sendiri; menghindari kata-kata yang tidak bermanaaf.

Mengejar kesuksesan akan semakin mudah diraih jika guru memiliki sikap optimis dan tetap bermimpi. Perhatikan kata-kata motivasi bijak Laozi: “Sirami impian dengan optimisme dan solusi dan Anda akan menumbuhkan sukses. Selalu mencari cara untuk mengubah masalah menjadi kesempatan untuk sukses. Selalu mencari cara untuk memelihara impian Anda.”

Semoga  bermanfaat !!!


Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|