Guru Tabligh: Apa, Siapa dan Mengapa ?

4 days ago 13

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Unkiversitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)

INIPASTI.COM,  “Alkisah, bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana. “Coba sebutkan kepada saya berapa jenis manusia yang terdapat dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya.” Filsuf itu menarik napas panjang dan berpantun. “Ada orang yang tahu ditahunya. Ada orang yang tahu ditidaktahunya. Ada orang yang tidak tahu ditahunya. Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya.” “Bagaimanakah caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?” sambung orang awam itu penuh hasrat dalam ketidaktahuannya. “Mudah saja,” jawab filsuf itu. “Ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu” (Suriasumantri, 2000).

Guru adalah pewaris nabi. Sebagai pewaris nabi, guru harus memaknai tugasnya sebagai amanat Allah untuk mengabdi kepada sesama dan berusaha melengkapi dirinya dengan empat sifat utama para nabi, yaitu siddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (mengajarkan semuanya sampai tuntas), dan fathanah (cerdas). Apabila keempat sifat tersebut ada pada guru, maka guru pasti akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.

Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir dikaruniai sifat tabligh untuk menyampaikan apa yang diperintah oleh Allah kepada umatnya dengan tidak mengurangi sedikitpun perintah yang diterimanya. Selain sifat tabligh, terdapat pula sifat siddiq, amanah, dan fathonah.

Dalam hubungannya dengan profesi guru, sifat tabligh dapat diartikan akan menyampaikan atau mengomunikasikan informasi berupa ilmu pengetahuan dengan benar dan dengan tutur kata yang tepat. Jadi intinya sifat tabligh adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong seseorang dapat melakukan dengan cepat untuk menyampaikan apa saja yang menjadi tanggungjawabnya siapa saja yang selayaknya harus menerima.

Terdapat tiga aspek utama dari komunikasi dalam pembelajaran, yaitu keterampilan berbicara, mendengar dan komunikasi nonverbal. Berbicara di hadapan kelas dan di hadapan siswa harus dapat mengkomunikasikan informasi secara jelas. Kejelasan dalam berbicara penting agar pengajaran yang dilakukan oleh guru dan proses belajar yang diikuti siswa dapat berjalan responsive (Santrock, 2008).

Kegagalan dalam kegiatan belajar mengajar pada umumnya dikarenakan faktor komunikasi yang tidak diperkuat. Lemahnya komunikasi dalam kelas membuat guru mengalami kesusahan dalam mengelola kelas. Hal-hal semacam inilah yang harus dihindari supaya kegagalan dalam menjalankan proses belajar mengajar tidak terulang kembali. Hal yang perlu guru lakukan agar meminimalisir kegagalan dalam proses belajar mengajar adalah dengan menguasai bagaimana cara berkomunikasi yang benar di dalam kelas.

Ada lima kunci sukses Rasulullah SAW–Sang Maha Guru dalam bekerja yaitu : fathanah (cerdas), amanah (terpercaya), shiddiq (benar dan jujur), tabligh (komunikatif), dan istiqomah (konsisten).

Di antara empat sifat Rasulullah SAW, tiga di antaranya penulis sudah meramunya dalam bentuk artikel populer. Yakni Kiat “A” Sampai “Z”, Menjadi Guru yang Shiddiq (Media Online Inipasti.com. April 30, 2025), Tips Bijak Menjadi Guru Fathonah (Media Online Inipasti.com. May 1, 2025), dan Kiat Cerdas menjadi Guru yang Amanah (Media Online Inipasti.com. May 3, 2025).

Penulis sudah bertekad untuk mengupas keempat sifat Rasulullah SAW tersebut secara kaffah–utuh. Olehnya itu, hari ini penulis mengangkat judul “Guru Tabligh : Apa, Siapa dan Mengapa ?

Makna Tabligh

Secara bahasa, tabligh berasal dari kata balagha, yuballighu, tablighan, yang berarti menyampaikan. Tabigh adalah kata kerja transtif, yang berarti membuat seseorang sampai, menyampaikan, atau melaporkan, dalam arti menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Dalam bahasa Arab, orang yang menyampaikan disebut mubaligh.

Tabligh adalah sebuah upaya untuk menyampaikan pesan atau misi tertentu yang dilakukan dengan suatu metode atau cara tertentu. Tabligh, juga berarti menyampaikan kebenaran dan berani mengungkap kebathilan; menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan, tidak menyembunyikannya; mengajarkan semuanya sampai tuntas.

Tabligh adalah suatu upaya untuk merealisasikan misi atau pesan tertentu yang dilakukan dengan metode atau pendekatan tertentu yang juga merupakan salah satu dari sifat Nabi (Hidayatullah, 2010).

Tabligh adalah menyampaikan atau mengajak sekaligus memberikan contoh kepada orang lain untuk melakukan hal-hal yang benar di dalam kehidupan. Tabligh bisa bersifat komunikatif atau argumentatif. Artinya bahwa seorang individu harus memiliki sifat argumentatif dan komunikatif dalam menyampaikan sesuatu hal. Apabila kita seorang marketer misalnya, maka kita harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran. Lebih dari itu, kita harus mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan mampu mengkomunikasikan secara tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang mendengarkannya (Zama’syari, 2010).

Tabligh dalam Makna Komunikasi Edukatif

Dari beberapa pengertian tabligh, ada beberapa saripati yang dapat dipetik, di antaranya: tabligh adalah penyampai–komunikasi yang dalam dunia sekolah disebut dengan komunikasi edukatif. Oleh karena itu, berikut ini penulis lebih mengerucutkan pembahasannya pada komunikasi edukatif, di samping tabligh juga bermakna contoh/teladan, kejujuran, tanggungjawab dan kebenaran.

Sifat tabligh nilai dasarnya adalah komunikatif dan nilai bisnisnya adalah supel.

Komunikasi edukatif merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bersifat mendidik.Dalam dunia pendidikan, segala aspek kegiatan khususnya di sekolah keberadaan komunikasi menjadi hal pokok dalam berjalannya seluruh kegiatan pembelajaran. Komunikasi pendidikan akan mampu menunjukkan arah proses pendidikan itu sendiri.

Suryosubroto (2002) menyebut komunikasi eduktif ini dengan istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif adalah hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan peserta didik (murid), dalam suatu sistem pengajaran”. Komunikasi edukatif merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar demi terwujudnya situasi pembelajaran yang baik. Melalui komunikasi edukatif antara guru dan peserta didik yang berjalan dengan baik, maka tujuan proses belajar mengajar dapat tercapai.

Komunikasi pendidikan dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Dengan demikian, komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau informasi yang merambah bidang atau peristiwa-peristiwa pendidikan”. Sehingga kegiatan komunikasi dalam dunia pendidikan dikendalikan dan dikondisikan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi, yaitu penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi edukatif yaitu berupa isi atau ajaran atau nilai-nilai dan budaya yang dituangkan dalam proses pembelajaran antara guru dan peserta didik (Naim, 2011).

Interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan (Shuyadi dan Abu Achmadi, 2007). Interaksi edukatif dalam pengajaran adalah proses interaksi yang disengaja, sadar akan tujuan, yakni untuk mengantarkan anak didik ketingkat kedewasaannya (Sardiman, 2014).

Komunikasi guru adalah memberikan informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran, perasaan kepada siswa dengan maksud agar siswa berpartisipasi yang pada akhirnya informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran, perasaan tersebut menjadi milik bersama antar komunikator dan komunikasi (Soeharto, 2014). Komunikasi guru adalah guru yang mampu mengaktualisasikan secara optimal segala kemampuan yang dimiliki dalam rangka membina dan mendidik siswa dengan baik (Cangara, 2015).

Komunikasi sesuai Petunjuk Al-Qur’an

Sebagai komunikator, guru harus memahami standar etika komunikasi. Secara umum, etika komunikasi menuntut guru untuk berhati-hati dan cerdas ketika berbicara dengan siswa. Guru harus memastikan bahwa pesan yang disampaikannya penting, bermanfaat, dan dapat dipahami siswa. Agar pesannya berpengaruh terhadap siswa, guru harus pandai membaca situasi dan kondisi emosi dan kejiwaan siswa. Selain itu, guru harus memperhatikan gaya komunikasi mereka, diksi kata, dan sikap nonverbal mereka untuk membuat siswa tertarik untuk memperhatikan dan mengikuti apa yang disampaikannya (Ramadhan dan Nor Hidayatul Ilahi, 2024).

Terdapat beberapa petunjuk di dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan panduan dalam komunikasi (Faridah, dkk., 2023). Pertama, qaulan sadidan (perkataan yang tegas dan benar). Qaulan sadidan yaitu perkataan yang tepat sesuai dengan kondisi yang ada ibarat menembakkan anak panah ke sasaran yang di tuju. Tuntunan berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata tersebut dijelaskan dalam QS. An-Nisa/4: 9, kata sadidan pada ayat ini ditafsirkan tidak sekedar berarti yang benar, namun juga tepat sasaran yakni menyampaikan sesuatu sesuai tempatnya, bersifat mendidik, jika mengkritik hendaklah yang bersifat membangun (Shihab, 2016). Selain dalam Q.S An-Nisa, qaulan sadidan juga disebutkan dalam Q.S Al-Ahzab/33: 70.

Kedua, qaulan balighan (perkataan yang membekas). Qaulan balighan yaitu perkataan yang disesuaikan dengan kondisi lawan bicara, komunikator dalam hal ini diperintahkan untuk menghindari menyampaikan pesan yang terkait pribadi seseorang di depan khalayak, namun sebaiknya berbicara dua mata hanya dengan orang yang dimaksud, tuntunan untuk berkomunikasi dengan cara seperti ini terdapat dalam QS. An-Nisa/4: 63.

Ketiga, qaulan ma’rufan (perkataan yang baik). Qaulan Ma’rufan yaitu ungkapan yang baik, ramah, lembut, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak kotor dan tidak mengundang nafsu orang lain yang mendengarkannya, tuntunan untuk berkomunikasi dengan cara tersebut terdapat dalam QS. An-Nisa/4: 5.

Keempat, qaulan kariman (perkataan yang mulia). Qaulan kariman adalah ungkapan yang indah dan penuh dengan adab sehingga orang yang diajak bicara merasa bahagia, dihormati dan dimuliakan. Hal ini diuraikan dalam QS. Al-Isra/17: 23, kata kariman dalam ayat ini ditafsirkan sebagai kata terbaik dan termulia sesuai objeknya (Shihab, 2016).

Kelima, qaulan layyinan (perkataan yang lemah lembut). Qaulan layyinan yaitu suatu upaya untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang lunak, tidak memvonis, mengingatkan tentang sesuatu yang disepakati seperti kematian, dan memanggil lawan bicara dengan panggilan yang disukai. Tuntunan untuk berkomunikasi dengan cara seperti ini terdapat dalam QS. Thaha/20: 44.

Keenam, qaulan maysuran (perkataan yang pantas). Qaulan maysuran yaitu perkataan yang menyenangkan, memberikan harapan kepada orang dan tidak menutup peluang mereka mendapatkan kebaikan dari kita. Tuntunan untuk berkomunikasi dengan cara seperti ini terdapat dalam QS. Al-Isra/17: 28.

Ketujuh, qaulan tsaqila (perkataan yang berat). Qaulan tsaqila dalam konteks komunikasi adalah kalimat yang berbobot dan penuh makna, memiliki nilai yang mendalam, memerlukan perenungan untuk memahaminya, dan bertahan lama. Tuntunan untuk berkomunikasi dengan cara seperti ini terdapat dalam QS. Al-Muzammil/73:5.

Kedelapan, qaulan adziman (perkataan yang besar). Qaulan Adziman yaitu kalimat yang sangat keji, sangat lancang, dusta besar dan sangat jauh keluar dari hal yang sebenarnya, kalimat ini menimbulkan dampak kerusakan yang besar bagi orang yang mengucapkannya, bagi orang yang menerima dan menurutinya. Pernyataan tentang hal ini dapat dilihat dalam QS. Al Isra/17: 40.

Kesembilan, ahsanu qaulan (perkataan yang paling baik). Ahsanu qaulan yaitu perkataan yang berisi seruan untuk beriman kepada Allah swt, beramal saleh, dan menyatakan diri sebagai seorang yang tunduk dengan aturan Allah swt. Pernyataan tentang hal ini dapat dilihat dalam QS. Fushilat/41: 33 (Hefni, 2017).

Kaidah-kaidah pemilihan kosa kata atau menyusun kalimat yang akan digunakan ketika berkomunikasi memberikan gambaran tentang arti penting kata-kata atau kalimat dalam proses komunikasi. Satu kata dapat memberikan makna yang sangat mendalam dan mengesankan, kekuatan kata atau kalimat tidak bisa diabaikan dalam kehidupan.

Etika Tabligh

Etika seorang guru terhadap peserta didik adalah tidak mudah marah (menjadi guru yang suka memberi maaf terhadap peserta didik), memberi pesan yang ma’ruf (berpesan untuk bersabar dan berkasih sayang), memberi contoh yang baik (seperti penuh kegembiraan, bekerja sama dan antusiasme), bersikap adil (tidak membedakan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya) dan memiliki rasa humor serta menjunjung tinggi demokratis.

Proses tabligh atau komunikasi/interaksi edukatif adalah susatu proses yang di dalamnya mengandung sejumlah etika atau norma.

Tabligh yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Kepemimpinan guru yang tabligh ditopang oleh sikap transparansi, keterbukaan, dan selalu menyuarakan kebenaran apa pun risikonya.

Tabligh bisa dimaknai kemampuan untuk menyampaikan atau komunikatif.Kemampuan untuk menyampaikan adalah ketrampilan berkomunikasi yang harus dimiliki guru. Karena dengan trampil berkomunikasi akan mampu menghilangkan kesalahan-kesalahan paradigma dalam segala hal.

Interaksi edukatif guru dengan siswa adalah suatu proses hubungan timbal balik (feed-back) yang sifatnya komunikatif antara guru dengan siswa yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan, dan bersifat edukatif, dilakukan dengan sengaja, direncanakan serta memiliki tujuan tertentu.

Dengan demikian dalam interaksi edukatif harus ada dua unsur utama yang harus hadir dalam situasi yang disengaja, yaitu antara guru dan siswa, oleh sebab itu diperlukan seorang guru yang mampu menciptakan interaksi edukatif yang kondusif supaya nantinya bisa membantu siswa untuk mencapai hasil belajar.

Dalam membangun komunikasi dalam kelas agar tercapai proses belajar mengajar yang mengarah pada suksesnya tujuan belajar, minimal ada lima strategi yang perlu dikembangkan guru untuk membangun komunikasi yang efektif, di antaranya: (1) respek (tanggap), (2) empati (penuh perhatian), (3) audible (dapat didengarkan atau dapat dimengerti dengan baik), (4) jelas maknanya, dan (5) rendah hati.

Tablig adalah karakter jujur dasar yang harus dimiliki oleh manusia.Kejujuran adalah kunci utama dalam membangun pondasi bersosialisasi, berhubungan dengan manusia dalam kehidupan ini. Guru humanis adalah guru yang jujur, baik secara fisik maupun lahiriah, karena niatnya mengajar hanya untuk mendapatkan keridhoaan dari Allah SWT.

Beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari: menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien, tidak mudah emosi atau emosional, berinisiatif sebagai pembuka dialog, berbahasa yang baik, ramah dan sopan, menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan, dan bertingkahlaku yang baik

Etika komunikasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar; indikator-indikatornya sebagai berikut: (1) kejujuran, (2) bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan, (3) lapang dada dalam berkomunikasi, (4) berinisiatif sebagai pembuka dialog, (5) tidak mudah emosi atau emosional, (6) menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan, (7) bertingkah laku yang baik, (8) sopan dan santun, (9) berbahasa yang baik, (10) ramah, (11) menggunakan panggilan atau sebutan orang yang baik, dan (12) menggunakan pesan bahasa yang efektif, efisien, dan empatik (Djamarah, 2010).

Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang jujur dibangun di atas kebenaran dan integritas dan di atas rasa hormat satu sama lain. Komunikasi yang baik dan sehat tidak mungkin tanpa keterbukaan dan kejujuran. Dalam pandangan Muhammad A’la Thanvi (Usman, 2024), tabligh sebagai sebuah istilah ilmu dalam retorika, yang didefinisikan sebagai sebuah pernyataan kesastraaan yang secara fisik maupun logis mungkin. Bagaimana orang yang diajak bicara bisa terpengaruh, terbuai, atau terbius, serta yakin dengan untaian kata-kata atau pesan yang disampaikan. Jadi menurut pendapat ini, dalam tabligh ada aspek yang berhubungan dengan kepiawaian penyampai pesan dalam merangkai kata-kata indah yang mampu membuat lawan bicara terpesona. Ibrahim  (Usman, 2024), tabligh adalah memberikan informasi yang benar, pengetahuan yang faktual, dan harkat pasti yang bisa menolong dan membantu manusia untuk membentuk pendapat yang tepat dalam suatu kejadian atau dari berbagai kesulitan.

Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara guru dengan siswa, sebagai suatu sistem interaksi edukatif di dalamnya mengandung sejumlah komponen-komponen, apabila tidak ada komponen-komponen tersebut, maka tidak akan terjadi proses interaksi edukatif guru sebagai pendidik dengan siswa sebagai peserta didik.

Komunikasi guru dan siswa adalah kegiatan belajar mengajar dengan tatap muka baik secara verbal atau non verbal, secara individual ataupun kelompok dan dibantu dengan media belajar.

       Pendidikan berisi suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik sebagai suatu usaha untuk membantu peserta didik dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.lnteraksi tersebut dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga dan sekolah (Sukmadinata, 1998). Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peran signifikan dalam proses pengajaran. Pendidikan dapat mengubah pandangan hidup, budaya dan perilaku manusia.Pendidikan juga berfungsi mengantar manusia menguak tabir kehidupan sekaligus menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam setiap perubahan.Pendidikan menurut Meier (2002) bertujuan menyiapkan manusia untuk menghadapi berbagai perubahan yang membutuhkan kekuatan pikiran, kesadaran dan kreatifitas.

       Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi di mana siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Proses itu sendiri merupakan mata rantai yang menghubungkan antara guru dan siswa sehingga terbina komunikasi yang memiliki tujuan yaitu tujuan pembelajaran.

Komunikasi terjadi ketika seseorang mengirimkan ide atau perasaan kepada orang lain atau sekelompok orang. Efektivitasnya diukur dengan kesamaan antara pesan dikirim oleh guru dan pesan yang diterima oleh murid.

Unsur yang berperan dalam proses komunikasi adalah sumber (guru), simbol yang digunakan untuk mengirim pesan (kata-kata, tulisan, gambar, garis, bahasa tubuh), dan penerima. Ketiga unsur ini saling terkait.

Hubungan antara guru dan murid bersifat dinamis dan tergantung bagaimana arus komunikas antara guru dan murid. Pada saat guru menyampaikan pesan, murid memberi umpan balik untuk menyesuaikan informasi yang diterimanya. Sebaiknya guru juga memberi umpan balik terhadap umpan balik yang murid berikan sehingga memperkuat respon yang diinginkan. Misalnya, saat guru menerangkan tentang bagaimana cara memfaktorkan persamaan kuadrat. Murid lantas mengatakan bahwa cara yang diajarkan sama guru sekolah berbeda dengan cara kita. Selanjutnya kita bertanya, ”Bagaimana caranya yang diajarkan gurumu di sekolah?“ Maka murid akan memperlihatkan catatannya. Ini hubungan komunikasi dua arah bolak-balik yang diharapkan memberi penguatan pemahaman murid terhadap pemfaktoran persamaan kuadrat.

Setelah melihat catatan murid, kita bisa menjelaskan ulang bahwa ada kesamaan tujuan antara cara guru sekolah dan cara kita. Sehingga murid tidak merasa bingung. Kita tinggal mengatakan, ”boleh memakai cara apapun, yang lebih kamu mengerti sehingga dapat mengerjakan soal dengan benar.“

Efektivitas guru sebagai komunikator ditentukan oleh setidaknya tiga unsur, yaitu: 1) kemampuan memilih dan menggunakan bahasa, 2) sikap dan bahasa tubuh guru saat menyampaikan materi, dan 3) materi/ bahan yang disampaikan akurat, up to date, dan menarik perhatian murid.

Oleh karena itu guru harus senantiasa memiliki informasi terkini dan dapat meyakinkan murid akan pentingnya materi yang disampaikannya. Guru juga harus menyadari bahwa efektivitas komunikasi tergantung pada pemahaman murid dari simbol-simbol atau kata-kata yang digunakan.

Ada beberapa kemampuan komunikasi yang harus dimiliki oleh guru dalam proses belajar mengajar (Djamarah dan Aswan Zain, 2013). Pertama, kemampuan guru mengembangkan sikap positif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan cara menekankan kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahannya, menghindari kecenderungan untuk membandingkan siswa dengan siswa lain dan pemberian insentif yang tepat atas keberhasilan yang diraih siswa.

Kedua, kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan pembelajaran. Bisa dilakukan dengan menunjukkan sikap terbuka terhadap pendapat siswa dan orang lain, sikap responsif, simpatik, menunjukkan sikap ramah, penuh pengertian dan sabar (Ali Imran, 1995). Dengan terjalinnya keterbukaan, masing-masing pihak merasa bebas bertindak, saling menjaga kejujuran dan saling berguna bagi pihak lain sehingga merasakan adanya wahana tempat bertemunya kebutuhan meraka untuk dipenuhi secara bersama-sama.

Ketiga, kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran. Dengan cara penyampaian materi di kelas yang menampilkan kesan tentang penguasaan materi yang menyenangkan. Karena sesuatu yang energik, antusias, dan bersemangat memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru yang seperti itu dalam proses belajar mengajar akan menjadi dinamis, mempertinggi komunikasi antar guru dengan siswa, menarik perhatian siswa dan menolong penerimaan materi pelajaran.

Keempat, kemampuan guru untuk mengelola interaksi siswa dalam kegitan pembelajaran. Berhubungan dengan komunikasi antar siswa, usaha guru dalam menangani kesulitan siswa dan siswa yang mengganggu serta mmpertahankan tingkah laku siswa yang baik. Agar semua siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi secara optimal, guru mengelola interaksi tidak hanya searah saja yaitu dari guru ke siswa atu dua arah dari guru ke siswa dan sebaliknya, melainkan diupayakan adanya interaksi multi arah yaitu dari guru ke siswa dan dari siswa ke siswa.

Dengan demikian, semua kemampuan guru diatas mengarah pada penciptaan iklim komunikatif yang merupakan wahana atau sarana bagi tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal.

Prinsip Komunikasi Edukatif

Dalam rangka menjangkau dan memenuhi sebagian besar kebutuhan anak didik, dikembangkan beberapa prinsip dalam interaksi edukatif, dengan harapan mampu menjembatani dan memecahkan masalah yang sedang guru hadapai dalam kegiatan interaksi edukatif. Prinsip tersebut harus dikuasai oleh guru agar dapat tercapai tujuan pengajaran (Sadirman, 2014).

Prinsip-prinsip tersebut adalah: pertama, prinsip motivasi. Agar setiap anak dapat memiliki motivasi dalam belajar. Apabila anak didik telah memiliki motivasi dalam dirinya disebut motivasi intrinsik, sangat memudahkan guru memberikan pelajaran, namun apabila anak tersebut tidak meilikinya, guru akan memberikan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yangbersumber dari luar diri anak didik tersebut dan dapat berbentuk ganjaran, pujian, hadiah dan sebagainya.

Kedua, prinsip berangkat dari persepsi yang dimiliki. Bila ingin bahan pelajaran mudah dikuasai oleh sebagian atau seluruh anak, guru harus memperhatikan bahan apersepsi yang dibawa anak didik dari lingkungan kehidupan mereka. Penjelasan yang diberikan mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan anak didik akan memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru dan bahkan membuat anak didik memusatkan perhatiannya.

Ketiga, prinsip mengarah kepada titik pusat perhatian tertentu atau fokus tertentu. Pelajaran yang direncanakan dalam suatu pola tertentu akan mampu mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran. Tanpa suatu pola, pelajaran dapat terpecah-pecah dan para anak didik akan sulit memusatkan perhatian.  Titik pusat akan tercipta melalui upaya sebagai berikut: (a)  merumuskan masalah yang hendak dipecahkan; (b) merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab; (c) merumuskan konsep yang hendak ditemukan; (d) membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta; dan (e)   memberikan arah kepada tujuannya.

Keempat, prinsip keterpaduan. Keterpaduan dalam pembahasan dan peninjauan akan membantu anak didik dalam memadukan perolehan belajar dalam kegiatan interaksi edukatif.

Kelima, prinsip pemecahan masalah yang dihadapi. Salah satu indikator keandaian anak didik banyak ditemukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah dapat mendorong anak didik untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai masalah belajar dan anak didik akan cepat tanggap dan kreatif.

Keenam, prinsip mencari, menemukan dan mengembangkan sendiri. Guru yang bijaksana akan membiatkan dan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Kepercayaan anak didik untuk selalu mencari dan menemukan sendiri informasi adalah pintu gerbang kearah CBSA yang merupakan konsep belajar mandiri yang bertujuan melahirkan anak didik yang aktif–kreatif.

Ketujuh, pPrinsip belajar sambil bekerja. Artinya belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil untuk anak didik sebab kesan yang didapatkan anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik.

Kedelapan, prinsip hubungan sosial. Hal ini untuk mendidik anak didik terbiasa bekerja sama dalam kebaikan. Kerja sam memberikan kesan bahwa kondisi sosialisasi juga diciptakan di kelas yang akan mengakrabkan hubungan anak didik denga anak didik lainnya dalam belajar.

Kesembilan, prinsip perbedaan individual. Sudut pandang untuk melihat aspek perbedaan anak didik adalah segi bilologis, intelektual dan psikologis.Semua perbedaan ini memudahkan guru melakukan pendekatan edukatif kepada setiap anak didik.Banyak kegagalan guru menuntaskan penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran salah satunya disebabkan karena guru gagal memahami sifat anak didik secara individual.

Etika Komunikasi dalam Pembelajaran

Dalam kegiatan mengajar, siswa memerlukan sesuatu yang memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman, maupun dengan ligkungannya. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilannya yaitu pengaturan proses beljar mengajar dan pengajaran itu sendiri yang keduanya mempunyai ketergantungan untuk menciptakan situasi komunikasi yang baik yang memungkinkan siswa untuk belajar.

Dalam proses pembelajaran di sekolah berbagai pendekatan yang digunakan oleh guru dalam mengajar ataupun mendidik para pelajar. Adakalanya guru bagaikan seorang bos atau raja yang hanya mengarah dan memerintah pelajar menurut kehendaknya.Ada juga guru mengajak para pelajar bersama-sama menyelesaikan topik yang dibincangkan. Namun kesemua kaedah itu berguna dan bermanfaat sesuai dengan keadaan. Sesungguhnya guru yang ditakuti tidak berhasil dalam menjalankan komunikasi efektif, kerana pelajar merasakan terdapat jurang dalam menyatakan pendapat. Tanpa komunikasi yang baik, hasil yang dituai juga tidak memuaskan.

Ada beberapa jenis hubungan guru dan pelajar (Usman, 2024). Pertama, di sini, pelajar menjadi pendengar yang pasif. Mereka tidak dapat bertanya bila mereka tidak faham. Demikian juga guru tidak mengetahui apakah pelajarannya dapat diikuti ataupun tidak. Melalui jenis hubungan ini, bahan pelajaran, dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Kedua, di sini, sudah terlihat hubungan 2 arah, tetapi terbatas antara guru dan pelajar secara individual. Antara pelajar dan pelajar tiada hubungan. Pelajar tidak dapat berdiskusi dengan teman atau bertanya sesama sendiri. Ketiga, jenis hubungan seperti ini sudah merupakan sistem hubungan yang lebih baik, walaupun masih agak terbatas dan formal. Guru tidak dapat berhubungan dengan pelajar dalam suasana perbincangan. Keempat, hubungan ini merupakan hubungan yang paling efektif. Pelajar dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Guru dapat mengetahui apakah pelajarannya dan bimbingannya dapat difahami dan diterima oleh pelajar. Perbincangan juga dapat mengupas sekecil-kecil perkara atau sebarang ketidakpuasan dalam pembelajaran, di antara guru dan pelajar.

Di dalam Islam kedudukan guru adalah amat tinggi. Guru merupakan pembimbing dan penasihat umat. Jika tiada guru, maka manusia akan menjadi hewan lantaran tidak ada pengajaran dan bimbingan. Oleh kerana itu, Islam sangat menghormati guru. Siapa yang memuliakan guru berarti ia memuliakan Rasul, siapa yang memuliakan Rasul berarti memuliakan Allah dan siapa memuliakan Allah syurgalah tempat kediamannya. Sebaliknya jika seseorang mendurhakai guru berarti ia mendurhakai Rasul. Barang siapa yang mendurhakai Rasul berarti ia memurkai Allah. Siapa yang memurkai Allah, maka nerakalah tempatnya. Oleh kerana itu seorang pelajar mestilah memelihara adab-adab bersama guru (Norazlinah Arif, 2020).

Adab peserta didik terhadap guru, di antaranya : mendahului memberi salam; tidak banyak berbicara di depan guru; hormati guru sebagai sumber pengetahuan; sapa dengan hormat, sopan dan santun; hindari protes, melawan atau menyela; jangan mengkritik di depan orang lain; ajukan pertanyaan dengan hormat; jangan terlambat; hormati materi dan sarana; ikuti aturan sekolah; sikap sopan dan ramah; menjaga etika; berdiri ketika guru berdiri; tidak memotong pembicaraan guru; tidak meninggalkan kelas tanpa izin guru; tidak memuji guru lain di hadapan guru; tidak mengolok-olok guru; tidak memfitnah guru; dan  mendoakan guru.

Ada tiga etika komunikasi yang akan dikaji, yakni: pertama, etika komunikasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar; kedua, bentuk-bentuk interaksi pembelajaran antara guru dan siswa; dan ketiga, pola interaksi guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar (Uzer Usman, 2002).

Etika komunikasi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar; indikator-indikatornya sebagai berikut: (1) kejujuran, (2) bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan, (3) lapang dada dalam berkomunikasi, (4) berinisiatif sebagai pembuka dialog, (5) tidak mudah emosi atau emosional, (6) menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan, (7) bertingkah laku yang baik, (8) sopan dan santun, (9) berbahasa yang baik, (10) ramah, (11) menggunakan panggilan atau sebutan orang yang baik, dan (12) menggunakan pesan bahasa yang efektif, efisien, dan empatik.

Bentuk-bentuk interaksi pembelajaran antara guru dan siswa, indikator-indikatornya sebagai berikut: (1) membangun hubungan baik, (2) mendesain kegiatan pembelajaran dengan tanya jawab, (3) membimbing siswa untuk menyampaikan ide di depan kelas, dan (4) merespon setiap pendapat atau perilaku siswa dan lain-lain.

Pola interaksi guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar, indikator-indikatornya sebagai berikut: (1) pola guru – anak didik; (2)  pola guru – anak didik – guru; (3) pola guru – anak didik – anak didik; (4) pola guru – anak didik, anak didik – guru, anak didik – anak didik; dan (5) pola melingkar.

Guru Tabligh Profesional sebagai Komunikator

Tabligh berarti menyampaikan. Guru memang tidak boleh pelit dalam memberikan atau menyampaikan ilmu. Ilmu yang bermanfaat akan menjadi pahala yang terus mengalir bagi guru.

Dalam mentablighkan ilmu, guru harus menjadi komunikator yang handal, karena komunikasi bermaksud mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melakukan yang diinginkan oleh komunikator.Komunikasi berarti penyampaian informasi, gagasan, pikiran, perasaan, keahlian dari komunikator kepada komunikan untuk mempengaruhi pikiran komunikan dan mendapatkan tanggapan balik sebagai feedback bagi komunikator.Sehingga komunikator dapat mengukur berhasil atau tidaknya pesan yang disampaikan kepada komunikan.

Komunikasi mendapatkan tempat strategis dalam dunia pendidikan. Pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri dari guru sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikan. Tujuan pendidikan akan tercapai jika prosesnya komunikatif.

Pada umumnya pembelajaran berlangsung secara berencana di dalam kelas secara tatap muka (face to face) dan kelompoknya relatif kecil.Meskipun komunikasi antara siswa dan guru dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok, guru sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi antarpersonal. Terjadilah komunikasi dua arah atau dialog dimana siswa menjadi komunikan dan komunikator. Mengingat pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar, maka pembelajaran dapat melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai pembelajar dan guru sebagai fasilitator.

Guru merupakan sumber utama dalam menentukan kesuksesan belajar siswa. Faham atau tidaknya siswa tergantung bagaimana guru menjelaskan.Menarik atau tidaknya pembelajaran juga tergantung guru dalam mendesain pembelajaran dan mengkondisikan suasana.

Guru sebagai komunikator dituntut mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik agar proses pembelajaran berjalan dengan maksimal dan memberikan kesan yang baik kepada siswa. Untuk itu, seorang guru harus mengetahui kebutuhan, karakteristik, minat, serta hobi anak didiknya yang menjadi pihak komunikan.Komunikasi dan performa guru menjadi titik pusat perhatian siswa dalam belajar. Siswa akan senang belajar jika guru mampu mengemas dan mendesain komunikasi pembelajaran dengan sebaik-baiknya, walaupun hakekatnya siswa kurang suka terhadap materi yang disampaikan guru. Begitu pula sebaliknya, apabila guru tidak peka dan tidak mampu mengkomunikasikan dengan baik, maka siswa dipastikan akan kurang berminat untuk belajar walaupun sebenarnya siswa menyukai terhadap materi pembelajaranya.

Di dalam komunikasi pembelajaran, tatap muka seorang guru mempunyai peran yang sangat penting di dalam kelas yaitu peran mengoptimalkan kegiatan belajar. Ada tiga kemampuan esensial yang harus dimiliki guru agar peran tersebut terealisasi, yaitu kemampuan merencanakan kegiatan, kemampuan melaksanakan kegiatan dan kemampuan mengadakan komunikasi. Ketiga kemampuan ini disebut generic essensial. Ketiga kemampuan ini sama pentingnya, karena setiap guru tidak hanya mampu merencanakan sesuai rancangan, tetapi harus terampil melaksanakan kegiatan belajar dan terampil menciptakan iklim yang komunikatif dalam kegiatan pembelajaran.

Iklim komunikatif yang baik dalam hubungan interpersonal antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif, karena setiap personal diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan di dalam kelas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga timbul situasi sosial dan emosional yang menyenangkan pada tiap personal, baik guru maupun siswa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Dalam menciptakan iklim komunikatif guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai individu yang berbeda-beda, yang memerlukan pelayanan yang berbeda pula, karena siswa mempunyai karakteristik yang unik, memiliki kemampuan yang berbeda, minat yang berbeda, memerlukan kebebasan memilih yang sesuai dengan dirinya dan merupakan pribadi yang aktif. Untuk itulah kemampuan berkomunikasi guru dalam kegiatan pembelajaran sangat diperlukan.

Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh berkaitan dengan penyampaian materi di kelas yang menampilkan kesan tentang penguasaan materi yang menyenangkan.Karena sesuatu yang energik, antusias, dan bersemangat memiliki relevansi dengan hasil belajar. Perilaku guru yang seperti itu dalam proses belajar mengajar akan menjadi dinamis, mempertinggi komunikasi antar guru dengan siswa, menarik perhatian siswa dan menolong penerimaan materi pelajaran.

Kemampuan guru untuk mengelola interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran berhubungan dengan komunikasi antara siswa, usaha guru dalam menangani kesulitan siswa dan siswa yang mengganggu serta mempertahankan tingkah laku siswa yang baik. Agar semua siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi secara optimal, guru mengelola interaksi tidak hanya searah saja yaitu dari guru ke siswa atau dua arah dari guru ke siswa dan sebaliknya, melainkan diupayakan adanya interaksi multi arah yaitu dari guru ke siswa, dari siswa ke guru dan dari siswa ke siswa. Jadi semua kemampuan guru di atas mengarah pada penciptaan iklim komunikatif yang merupakan wahana atau sarana bagi tercapainya tujuan pembelajaran yang optimal.

Raka Joni (Soeharto, 2005) menyatakan ketrampilan berkomunikasi guru dalam kegiatan pembelajaran mencakup 4 kemampuan pokok, yaitu: a) kemampuan guru mengembangkan sikap positif dalam kegiatan pembelajaran, b) kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan, c) kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran, dan d) kemampuan guru untuk mengelola interaksi dalam kegiatan pembelajaran.

Pentingnya Komunikasi Edukatif

Komunikasi menjadi kunci yang determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Seorang guru, betapapun pandai dan luas pengetahuannya, kalau tidak mampu mengkomunikasikan pikiran, pengetahuan dan wawasan, tentu tidak akan mampu memberikan transformasi pengetahuannya kepada para siswa. Gugusan pengetahuannya hanya menjadi kekayaan diri yang tidak tersalur pada siswanya. Oleh karena itu kemampuan komunikasi dalam dunia pendidikan sangatlah penting (Naim, 2011).

Effendy (2019) tujuan komunikasi yaitu untuk : mengubah sikap (to change the attitude); mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion); mengubah prilaku (to change the behavior); dan mengubah masyarakat (to change the society).

Komunikasi di dalam dunia pendidikan itu sangat penting apalagi komunikasi yang dilakukan oleh seorang guru. Komunikasi ini juga membantu guru dalam kemampuannya berkomunikasi hal tersebut bukan hanya untuk menyampaikan informasi saja, melainkan adanya tujuan tertentu untuk membangun sebuah komunikasi yang lebih efektif antara guru dengan peserta didiknya. Menurut Susanto (2010) bahwa komunikasi itu dinilai efektif, apabila yang dimaksud oleh pengirim sebagai orang dalam menyampaikan pesan sehingga berkaitan erat dengan respon yang ditangkap dan dipahami oleh si penerima pesan.

Oleh karena itu kemampuan berkomunikasi guru ini membutuhkan umpan balik (feed back). Karena, melalui umpan balik inilah apakah kemampuannya dalam berkomunikasi sudah tercapai atau tidaknya dalam menyampaikan pembelajaran yang efektif kepada peserta didik saat

berlangsung. Sedangkan menurut Kementrian Dinas Pendidikan (2011) komunikasi yang efektif terjadi jika terwujudnya kesamaan sebuah makna atas pesan atau informasi diantara pihak-pihak yang termasuk kedalam komunikasi tersebut.

Komunikasi yang efektif terangkum dalam apa yang disebut “Lima hukum komunikasi yang efektif” (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication). Lima hukum ini terangkum dalam kata REACH (Respect, Empati, Audible, Clarity, Humble)

Agar dapat berkomunikasi dengan baik, sebaiknya seorang guru itu juga perlu memiliki cara bahasa yang baik. Karena, guru itu harus memiliki banyak kosa kata dan kekayaan dalam berbahasa serta dalam mengeluarkan kemampuannya berkomunikasi efektif dengan peserta didik guru itu perlu juga menguasai ucapan dan bahasa yang tepat pada saat menyampaikan materi pelajaran. Dan juga hal lainnya yang mempengaruhi suatu keberhasilan dari kemampuan berkomunikasi guru itu sendiri dengan peserta didiknya yaitu penguasaan dan juga cara mengajarnya. Seorang guru yang profesional itu adalah seorang guru yang mampu berkomunikasi dengan peserta didik secara efektif dan efisien dengan peserta didiknya karena di dalam pembelajaran itu komunikasi bergantung kepada guru seberapa efektif kah guru berkomunikasi dengan peserta didik di kelas atau di luar kelas.

Identik dengan Kompetensi Profesional

            Sifat tabligh bisa diidentikan dengan kompetensi profesional. Pendidik profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan professional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ade Suryani (Usman, 2024) menunjukkan bahwa pendidik yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan professional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya professional (professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian, dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional (teacher’s time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak. Dan kelima, tingkat kesejahteraan sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya.

Dilihat dari peran guru di dalam kelas, mereka berperan sebagai seorang komunikator, mengkomunikasikan materi pelajaran dalam bentuk verbal dan non-verbal. Pesan dalam bentuk verbal tersebut dirancang untuk disajikan dalam beberapa kali pertemuan, dan diterapkan sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, media, dan dalam alokasi waktu yang sesuai dengan beban dan muatan materi.

Komunikasi materi pelajaran tidak terbatas di dalam kelas semata tetapi dirancang untuk luar kelas, berupa tugas yang terkontrol dan terukur, baik materi teoritis dan praktis, sehingga materi pelajaran yang disajikan lebih komunikatif. Di dalam kelas guru menjelaskan, siswa bertanya, menyimak, sebaliknya guru mendapatkan informasi dari para siswanya, dan menjawab pertanyaan siswa serta mencari solusi bersama-sama, kedua belah pihak (komunikator-komunikan) aktif, dan peran yang lebih dominan terletak pada siswa atau siswa yang lebih aktif. Pada akhir dari penyajian materi, guru melakukan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa terhadap materi yang telah dikomunikasikan.

Komunikasi pembelajaran dapat dilakukan dalam komunikasi interpersonal dan kelompok kecil. Komunikasi interpersonal dilakukan secara berhadapan muka (face to face), tidak terdapat kesatuan pendapat para ahli tentang itu, yang berprinsip adanya interaksi, komunikator dan komunikan dapat berpartisipasi, dapat melihat, mendengar, tertawa satu sama lain, maka di sini pesan non-verbal berupa perilaku mempunyai pengaruh yang amat penting, dan secara langsung dapat memberi umpan baik sengaja ataupun tidak sengaja. Isi komunikasi bersifat spontan; interupsi dapat dilakukan setaip saat. Jadi pesan dari materi pelajaran yang telah di rancang sedemikian rupa mendapat pengayaan secara tidak sengaja dari sifat komunikasi interpersonal, dan proses pembelajaran lebih rilek, nyaman dan menyenangkan.

Implementasi nilai tabligh pada guru dalam pembelajaran, di antaranya: melalui komunikasi edukatif, keteladanan, pendidikan, bijaksana, dan melayani.

Semoga !!!

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|