Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)
INIPASTI.COM, “Jangan coba memperbaiki siswa, perbaiki diri sendiri dulu. Guru yang baik membuat siswa bodoh menjadi cerdas, dan membuat siswa cerdas menjadi lebih cerdas. Saat siswa kita gagal, kita, sebagai guru, juga gagal” (Marva Collins).
Nabi Muhammad SAW memiliki 4 sifat yang perlu dijadikan referensi bagi siapapun, termasuk guru. Sifat yang dimaksud adalah Shidiq artinya orang yang jujur, amanah adalah dapat dipercaya, fathonah berarti orang yang pandai atau cerdas, dan tablig artinya orang yang menyampaikan. Keempat sifat Nabi ini oleh sebagian ulama disebut sebagai karakter yang melekat pada diri Nabi dan Rosul. Shidiq adalah sebuah kenyataan yang benar tercermin dalam perkataan, perbuatan, atau tindakan, dan keadaan batinya (Hidayatullah, 2010).
Fathonah adalah sebuah kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan bidang tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan dalam memutuskan suatu hal tertentu untuk kepentingan masyarakat, sifat yang memiliki derajat untuk seorang manusia dalam menjalani kehidupan.
Sebagai guru kita pantas meniru sifat dan keteladanan Nabi Muhammad SAW. Beliau terkenal dengan sifat utama yang empat. Sifat-sifat beliau adalah sidiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Sidiq berarti benar, amanah berarti dapat dipercayai. Fathanah berari cerdas. Tabligh berarti menyampaikan.
”Pemain yang hebat tidak pernah memandang dirinya di kaca dan berpikir, ’Saya pemain hebat,’” kata Jordan. ”Sebaliknya, dia akan bertanya kepada dirinya, ”Benarkah saya pemain hebat?” Michael Jordan, sosok pahlawan bagi para penggemarnya, sosok pemimpin bagi seluruh rekan setimnya di Chicago Bulls, dan sosok teladan di mata istri dan anak-anaknya. Glamor dunia basket di Amerika Serikat maupun dunia merupakan saksi kehebatan seorang anak manusia yang berhasil menorehkan tinta emas sejarah yang tak tergantikan. Dua resep sukses hidup dari Michael Jordan: pertama, komitmen terhadap kualitas prestasi hidup, dan kedua, komitmen untuk melakukan perbaikan secara kontinu.
Bagaimana pula dengan sosok sang pahlawan tanpa tanda jasa, apakah mereka juga sering mempertanyakan kualitas kapasitas diri mereka? Bertanya, berefleksi, dan beraksi memperbaiki kualitas personal dan kualitas profesionalismenya adalah syarat perlu hadirnya profil guru masa depan di dunia pendidikan kita.
Ibarat Kebun Tanpa Pemiliknya
Pendidikan tanpa guru, ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa, orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah guru. Ada sebuah ungkapan bahwa have good teachers, will have good nations. Guru memiliki kedudukan yang sangat mulia, dari merekalah tercipta generasi emas dengan peradaban manusia yang gemilang.
Menarik kata-kata bijak berikut ini: “Guru adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah. Sepandai apapun seorang siswa, peran guru tetap sangat penting sebagai pendidik dan pembimbing. Sekolah favorit dengan prestasi yang bagus sudah tentu memiliki guru yang berkualitas. Oleh sebab itu perjuangan, inovasi dan kreasi para guru untuk memajukkan pendidikan bangsa ini harus kita dukung.Jika bangsa ini dipimpin oleh generasi yang cerdas dan berakhlak mulia sudah tentu kita ikut merasakan dampak positifnya.”
Guru sebagai salah satu bagian penting dari pendidikan, harus mampu menjadi manusia pembelajar yang cerdas dan kreatif. Guru akan menjadi cerdas jika mereka mampu mengakses seluruh sumber ilmu pengetahuan dari buku, lingkungan sekitar, internet, media masa, dan puspa ragam sumber ilmu pengetahuan lainnya.
“Guru yang cerdas berpikir terbuka dalam merespon perubahan yang terjadi, beradaptasi dengan perkembangan pendidikan yang terjadi, dan mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi sebuah inovasi baru di dunia pendidikan adalah beberapa ciri penting guru kreatif.”
Singkatnya guru cerdas adalah guru yang memiliki banyak ilmu pengetahuan disertai dengan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuannya itu untuk menolong diri dan lingkungannya dalam menghadapi setiap situasi. Di tangan guru cerdas, setiap persoalan pendidikan di sekolah dapat di atasi. Oleh sebab itu, guru cerdas sangat dirindukan oleh siswa. Dari guru cerdas, siswa belajar banyak tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana menggunakan ilmu pengetahuannya itu dalam kehidupan.
Kecerdasan seorang guru yang dirindukan siswa tentu saja tidak hanya sekadar cerdas intelektual saja, tapi meliputi berbagai kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan sosial, emosional, dan kecerdasan spiritual. Guru yang cerdas secara intelektual, sosial, emosional, dan spiritual tentu saja merupakan aset termahal dalam dunia pendidikan. Para siswa akan bangga memiliki guru cerdas. Bahkan, bukan hanya sebatas bangga, melainkan mereka juga akan belajar banyak darinya. Para siswa merasa tenang berada di samping orang dewasa yang cerdas. Mereka pun dapat tumbuh menjadi cerdas seperti gurunya.
Mustahil guru akan mampu melaksanakan tugas dengan baik untuk mencerdaskan anak didik, sementara dirinya tidak cerdas. Tidaklah mungkin guru akan dapat menyelesaikan masalah anak didik sedangkan dirinya dililit oleh masalah yang tak bisa diselesaikannya karena keterbatasan kecerdasannya. Oleh karena itu, menjadi guru bukanlah tugas biasa, yang bisa dilaksanakan oleh siapa saja namun profesi guru adalah untuk orang yang luar biasa yang bertugas mendidik anak didiknya menjadi yang biasa menjadi luar biasa.
Menjadi seorang guru merupakan sebuah kebanggaan. Maka beruntunglah orang-orang yang berprofesi sebagai guru. Seperti yang ada di dalam sebuah buku ”Stop Menjadi Guru” karya Asep Sapa’at: “Banggalah orang yang berprofesi sebagai guru, punya orang tua guru, suami dan istri guru, anak-anak guru dan bahkan keluarga guru”.
Guru Fathonah
Fathanah dapat diartikan bahwa bijaksana dalam segala sesuatau sikap, perkataan, dan perbuatan (Qardhawi dalam Maulana, 2008). Sedangkan dalam buku Kecerdasan Rohaniah karya K.H. Toto Tasmara (2001), fathanah diartikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan terhadap bidang tertentu, makna fathanah merujuk pada dimensi mental yang sangat mendasar dan menyeluruh, sehingga dapat diartikan bahwa fathanah merupakan kecerdasan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama kecerdasan spiritual.
Hidayatullah (2010) mengemukakan pengertian fathonah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman; 2. Memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing; dan 3. Memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual.
Fathonah dalam istilah asing disebut smart. Istilah smart membawa pemahaman kita pada sebuah model kecerdasan dan kepintaran. Seseorang yang smart, berarti seseorang yang cerdas, kreatif, elegan, dan wise. Kata “smart” dalam bahasa Inggris dapat berarti cerdas, pintar, tampan, cepat, gegabah, sakit, sombong, angkuh, congkak, golongan elite. Kata “intellect” dapat berarti cerdas, pandai, terpelajar, intelligence. Kata “clever” dapat berarti; pandai, cakap, cekatan, cerdik dan terampil.
Di dalam bahasa Arab, kata “zakiy” dapat berarti; cerdas, pandai, cepat mengerti atau memahami. Kata “’ab-qariy” berarti; genius, cerdas, pandai. Dan kata “maahir” bersinonim dengan kata “baari’” atau “muahhal” yang berarti; mahir, pandai, pintar, mampu, cakap dan ahli.
Cerdas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) didefinisikan sebagai (i) sempurna dalam hal perkembangan akal budinya (untuk berfikir, mengerti) tajam pikiran; dan (ii) sempurna dalam pengertian pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat).
Menurut definisi dalam Kamus Oxford, padanan kata cerdas yaitu, kata ‘intelegent’ didefinisikan sebagai berikut: “good at learning, understanding and thinking in a logical way about things; showing this ability. Sedangkan dalam kamus Thesaurus, sebagai berikut: Having or showing intelligence, often of a high order. Padanan kata yang lain, yaitu kata ‘shrewd’ menurut definisi Thesaurus: Having or showing a clever awareness and resourcefulness in practical matters.
Sedangkan dalam Bahasa Jepang, kata cerdas dapat diterjemahkan sebagai ‘chinou ga takai’. Kata chinou berasal dari dua huruf, yaitu chi yang berarti pengetahuan (knowledge) dan kata nou yang berarti wisdom, wit atau skill. Jadi bisa dikatakan bahwa terjemahan bebas kata cerdas dalam Bahasa Jepang adalah pengetahuan, kebijaksanaan, perkataan, dan keahlian yang tinggi.
Cerdas yaitu kemampuan memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan (Prayitno, 2012). Dalam pengertian ini kita dapatkan sebuah kata kunci yang perlu dicermati maksudnya yakni kemampuan “memanipulasi”.
Mencerdaskan adalah pengembangan potensi yang dimiliki oleh setiap individu atau guru secara optimal, meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berilmu, kreatif, dan menjadi warga Negara yamg demokratis dan bertanggung jawab.
Cerdas Komprehensif
Cerdas dan mencerdaskan dalam visi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang lalu dinyatakan dengan kalimat “cerdas komprehensif”. Pendidikan di Indonesia memiliki tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berbeda dengan mencerdaskan bangsa, makna dari mencerdaskan kehidupan bangsa memiliki ruang lingkup dan tanggung jawab lebih besar daripada sekadar mencerdaskan bangsa.
Kecerdasan dapat didefinisikan sebagai: kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerapkan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini telah berhasil dikembangkan; kemampuan untuk memberikan respons secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru, kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah; kemampuan unutuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental; dan kemampuan untuk belajar, mengerti dan bernalar, kemampuan mental.
Makna guru cerdas oleh tiap-tiap orang itu berbeda-beda. Guru cerdas itu lebih hebat dibandingkan dengan guru pintar. Guru cerdas bukanlah orang yang semata-mata tahu akan berbagai hal atau ilmu. Melainkan guru cerdas adalah guru yang mau membagi (share). Meskipun pengetahuan guru itu tidak seberapa, yang terpenting adalah membagi antar sesama. Bila ilmu dibagi, ilmu tersebut tidak akan berkurang melainkan akan semakin bertambah.
Pendidik/guru yang cerdas berarti memiliki kemampuan untuk melakukan terobosan dan pemikiran yang mampu menyelesaikan masalah dan melakukan pengembangan-pengembangan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan, membangun manusia seutuhnya, baik dari segi intelektual maupun moral (Fandy, 2010).
Guru cerdas bukanlah orang yang semata-mata mendapat jawaban. Melainkan guru cerdas adalah guru yang mengetahui dan menjalankan cara/tindakan untuk mendapatkan jawaban tersebut dengan baik dan benar. Guru cerdas bukanlah orang yang mempunyai segala sumber daya atau segala sesuatunya. Tetapi, guru cerdas adalah guru yang tahu bagaimana cara untuk memanfaatkan sumber daya atau sesuatu itu dengan maksimal.
Guru yang cerdas adalah guru yang bisa menciptakan product baru. Menciptakan product baru di sini lebih mengarah pada profesi sebagai guru, di mana product yang diciptakan berupa sebuah media pembelajaran yang menarik dengan kreasi pribadi. Manfaatnya sangat banyak, selain guru akan diberi label sebagai guru cerdas juga akan dianggap sebgai guru yang mandiri tidak bermodal copy paste bahan dan media para guru sebelumnya.
Pendidik/guru cerdas adalah pendidik yang mempunyai perkembangan akal dan budi yang sempurna, sehingga tidak hanya pandai dalam berfikir tentang pelajaran tapi juga cakap dalam berperilaku.
Karakteristik Jiwa yang Fathanah
Seseorang yang memiliki sifat fathanah, keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur. Seorang yang fathanah itu tidak saja cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan maupun kearifan dalam berfikir dan bertindak. Mereka yang memiliki jiwa fathanah mampu menempatkan dirinya sebagai fokus perhatian lalu menjadikan dirinya sebagai figur atau uswatun khasanah karena kemahiran (profesionalisme), yang dimilikinya dan kepribadiannya yang mampu menumbuhkan situasi yang menentramkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aston Agor terhadap tiga ribu eksekutif, diketahui bahwa ternyata mereka yang berhasil meraih prestasi puncak karena mereka paling cerdas dalam pendayagunaan intuisi pada saat pengambilan keputusan. Sedangkan David Colemen mendefinisikan intuisi dan firasat sebagai kemampuan mengindrakan pesan-pesan dari gudang penyimpanan memori emosi kita, yakni tempat tersimpannya kebijaksanaan dan kearifan (Tasmara, 2001).
Orang yang fathanah pasti bersikap proaktif dan memandang disiplin sebagai konsep dan gambaran diri (self image), serta martabat diri (meaning and self esteem), mereka yang fathanah memandang disiplin sebagai cara individu untuk menunjukkan jadi diri dan harga dirinya.
Tampakanya bahwa fathanah dapat pula kita katakan sebagai kecerdasan total yang berawal dari ketajaman intuisi mata batin (basirah) yang berada pada dimensi ruhiah. Ada beberapa karakteristik yang terkandung dalam jiwa fathanah (Tasmara, 2001). a. Mereka tidak hanya menguasai dan terampil melaksanakan profesinya, tetapi juga sangat berdedikasi dan dibekali dengan hikmah kebijakan. b. Sangat bersunguh-sungguh dalam hal, khususnya dalam meningkatkan kualitas dirinya. c. Mereka memiliki motivasi yang sangat kuat untuk terus belajar dan mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dihadapinya. d. Mereka bersikap proaktif, ingin memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya. Dari pengalaman yang dia miliki akan memberikan sebuah keputusan yang terbaik dan menjauhi hal-hal yang akan merugikan bagi orang lain. e. Sangat mencintai Tuhannya dan karenanya selalu mendapatkan petunjuk dari-Nya. f. Selalu berusaha untuk mendapatkan dirinya sebagai insan yang dapat dipercaya sehingga tidak pernah mau mengingkari janji atau menghianati amanah yang dipikulnya. g. Selalu ingin menjadikan dirinya sebagai teladan yang dapat menampilkan kinerja yang baik. h. Menaruh cinta kepada orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. i. Memiliki kedewasaan emosi, tabah, dan tidak pernah mengenal kata menyerah serta mampu mengendalikan diri dan tidak pernah terperangkap dalam keputusan yang emosional. j. Memiliki jiwa yang tenang. k. Memiliki arah tujuan atau misi yang jelas dalam kehidupannya. l. Memiliki sikap untuk bersaing dengan sehat, karena sadar bahwa setiap umat memiliki kiblat dan martabatnya.
Pembeda Guru Fathonah
Karakteristik jiwa fathonah, yaitu: a. Arif dan bijak (the man of wisdom), b. Integritas tinggi (high in integrity), c. Kesadaran untuk belajar (Willingness to learn), d. Sikap proaktif (proactive stance), f. Terpercaya dan ternama/terkenal (credible and reputable), g. Menjadi yang terbaik (being the best), h. Empati dan perasaan terharu (emphaty and compassion), i. Kematangan emosi (emotional maturity), j. Keseimbangan (balance), k. Jiwa penyampai misi (sense of mission), dan l. Jiwa kompetensi (sense of competition) (Toto Tasmara, 2001).
Adapun ciri-ciri guru cerdas menurut Ali Sofyan Kholimi (2010) sebagai berikut : pertama, selalu ingat mati dan mempersiapkan dirinya untuk bekal akhirat. Kedua, memikirkan jaminan kehidupan untuk dirinya dan juga orang lain serta generasi masa depan di dunia ini. Ketiga, mempersiapkan bekal atau memikirkan kehidupannya di dunia. Serta memanfaatkan semua potensi yang saat ini dimilikinya untuk menyiapkan kemungkinan buruk yang mungkin menimpanya di masa depan. Keempat, mengamati dan menganalisa potensi alam serta memaksimalkannya untuk kepentingan diri sendiri pada khususnya dan manusia pada umumnya. Kelima, lebih memilih kebaikan daripada keburukan meskipun keburukan itu menarik hati. Keenam, mau belajar dari kisah-kisah orang terdahulu. Baik pelajaran yang membawa kebaikan maupun pelajaran yang membawa keburukan. Ketujuh, mau bersabar dan yakin bahwa setiap permasalahan pasti ada solusinya. Kedelapan, siap dalam menghadapi kematian, karena tahu, tidak ada yang abadi di dunia ini. Kesembilan, hati-hati dalam bertindak, karena dia yakin bahwa setiap tindakannya dapat berakibat buruk juga baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Sepuluh, mampu mengambil hikmah atau pelajaran dari setiap kejadian yang ada. Sebelas, tidak mencari-cari permasalahan. Keduabelas, memenuhi janji. Ketigabelas, menjalin silaturrahim, menjalin hubungan dengan orang lain. Keempatbelas, memberikan manfaat bagi orang lain, serta menolak kejahatan dengan cara yang baik. Dan kelimabelas, memilih jalannya sendiri yang menurutnya paling baik tanpa pengaruh orang lain.
Seseorang yang fathonah itu tidak hanya cerdas, melainkan memiliki sebuah kearifan dan kebijaksanaan dalam dirinya disaat dia berfikir dan bertindak sehingga mereka yang memiliki sifat fathonah akan mampu menangkap gejala dan hakikat dibalik semua peristiwa. Menurut (Majid dalam Najili, dkk., 2022) bahwa karakteristik yang terkandung dalam jiwa fathonah adalah : 1) mereka tidak hanya menguasai dan terampil dalam melaksanakan profesinya, tetapi juga sangat berdedikasi dan dibekali hikmah kebijakan, 2) mereka sangat bersungguh-sunggguh dalam segala hal, khususnya dalam meningkatkan kualitas keilmuan dirinya, 3) mereka terus memiliki motivasi yang sangat kuat untuk belajar dan selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang dialami, 4) mereka bersikap proaktif dengan memberikan kontribusinya terhadap lingkungan sekitar, 5) mereka sangat mencintai Tuhannya. Dan karenanya selalu mendapatkan petunjuk darinya, 6) mereka selalu menempatkan dirinya menjadi insan yang dapat dipercaya sehingga mereka tidak mau ingkar janji, 7) selalu ingin menjadikan mereka sebagai teladan, 8) mereka selalu menaruh cinta terhadap orang lain sama halnya dia mencintai dirinya sendiri, 9) mereka memiliki kedewasaan emosi, tabah dan tidak mengenal kata menyerah, 10) mereka memiliki jiwa yang tenang, 11) mereka memiliki tujuan atau arah yang jelas, dan 12) mereka memiliki sifat untuk bersaing secara sehat.
Karakteristik Guru Fathonah yang Berwawasan Global
Ada tujuh karakteristik guru cerdas yang berwawasan global, yaitu: profesional; menguasai IPTEK; open mind dan selektif; life long learning; fasilitator; pembinaan bertahap dan berkelanjutan; dan menguasai bahasa internasional (Syafrudin Nurdin, 2005).
Pertama, profesional. Guru profesionallah yang bisa mencerdaskan bangsa untuk mengubah nasib bangsa ini. Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen terdapat beberapa persyaratan seorang guru yang profesional, baik kualifikasi, ataupun kompetensi. Seorang guru profesional harus berkualifikasi pendidikan minimal sarjana (S1). Sedangkan dari segi kompetensi, guru profesional harus memiliki empat kompetensi, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetesi sosial, (3) kompetensi pribadi, dan (4) kompetensi profesional
Setiap kompetensi itu juga sudah jelas indikatornya. Menjadikan guru profesional adalah tanggung jawab pemerintah secara kelembagaan dan tanggung jawab guru yang bersangkutan secara pribadi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya itu. Melalui penambahan anggaran pendidikan, pelatihan bagi guru, penataan kurikulum. Termasuk perancangan pendidikan karakter secara nasional. Namun, upaya pemerintah itu tidak akan pernah cukup. Guru secara personal perlu memahami upaya pemerintah tersebut.
Guru akan mampu untuk mencerdaskan bangsa, memajukan pembangunan bangsa ini adalah guru yang profesional yang mampu melaksanakan peran tugasnya. Usaha untuk mencerdaskan bangsa ini tidak akan berhasil kalau guru tidak memiliki keikhlasan dan idealisme dalam mengabdi, mereka juga tidak akan mampu memperbaiki nasib bangsa. Guru yang bisa mencerdaskan bangsa, mengubah bangsa ini adalah guru yang profesional, ikhlas dan idealis dalam mengabdi atau menjalankan perannya.
Kedua, menguasai IPTEK. Di era globalisasi saat ini, sudah seharusnya para guru memanfaatkan IPTEK khususnya bidang pendidikan guna meningkatkan mutu pendidikan dan juga mutu SDM sehingga di dalam mengambil keputusan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Maju mundurnya generasi muda selaku anak bangsa tergantung pada didikan para guru. Karena itu para guru akan lebih profesional dan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap anak didiknya.
Pada akhirnya proses evaluasi ini harus dilaksanakan secara kesinambungan yang pelaksanaannya tetap dikendalikan dari pusat kemudian didelegasikan kepada daerah. Bila akhirnya hal ini betul-betul diterapkan guru bukan hanya mempunyai kualitas yang mumpuni sebagai seorang pendidik, tapi juga sebagai pribadi yang mampu menjadi panutan.
Mengingat pentingnya peran yang diemban oleh sistem pendidikan, maka perlu dilakukan upaya perbaikan dan dinamisasi sistem pendidikan untuk menjawab tantangan global. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh sistem pendidikan adalah era globalisasi. Pendidikan formal di sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar bagi para siswa, namun banyak sumber belajar lain (misalnya internet). Perkembangan teknologi ini harus disikapi dengan strategi yang mampu membuat perkembangan teknologi informasi menjadi aspek pendukung suksesnya pendidikan di Indonesia, bukan sebagai bumerang.
Dalam pelaksanaan strategi menjadikan teknologi informasi sebagai aspek pendukung pendidikan, dibutuhkan keutuhan seluruh komponen sistem pendidikan. Guru merupakan salah satu komponen yang mutlak harus disiapkan.
Saat ini, berbagai macam bentuk teknologi informasi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan pelajar. Guru sebagai tenaga pendidik dituntut mampu melakukan adaptasi agar terjadi proses interaksi pembelajaran guru-murid yang mampu menguasai teknologi, guru harus lebih bisa menguasai teknologi terlebih dahulu. Guru dituntut untuk mampu menjadi fasilitator proses pembelajaran dengan teknologi informasi dan turut berperan dalam menanggulangi banyaknya informasi negatif yang merusak moral bangsa.
Akan tetapi, realita yang ada mengungkapkan bahwa kemampuan guru di Indonesia dalam penguasaan teknologi informasi masih rendah. Kita prihatin masih banyak guru yang gagap teknologi saat mengikuti uji kompetensi guru secara online.
Inilah tantangan profesi guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi, informasi, atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang peran profesinya. Tidak semua guru dapat dicekoki teknologi informasi secara instan. Proses penguasaan teknologi informasi harus dilakukan secara bertahap dan diimbangi dengan penanaman berbagai prinsip nilai mengenai strategi menghadapi tantangan perkembangan teknologi informasi.
Ketiga, open mind dan selektif. Open mind adalah sebuah pemikiran terbuka terhadap ide-ide dan hal baru. Open mind merupakan salah satu paradigma yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam upaya mewujudkan professionalisme sebagai tenaga pendidik, khususnya dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi informasi. Open mind merupakan landasan pola pikir dasar yang wajib dimiliki untuk mewujudkan guru profesional yang mau berkembang.
Salah satu penyebab matinya paradigma open mind pada guru adalah hasil dari pendidikan masa lampau yang tertanam pada dirinya sehingga menimbulkan paradigma tertutup. Hal ini membentuk paradigma anti ide baru, memegang teguh budaya turun-temurun yang telah ia pegang tanpa mau merefleksi diri dan berbenah.
Salah satu paradigma baru yang memiliki nilai positif adalah kolaborasi dan penguasaan teknologi. Kolaborasi dan penguasaan teknologi adalah kebudayaan yang diperlukan generasi muda untuk dapat bersaing di era global. Guru adalah pihak yang memegang andil besar dalam menanamkan budaya kolaborasi dan penguasaan teknologi tersebut.
Di sisi lain, sumber informasi juga memiliki sisi yang negatif. Apabila kita tidak berhati-hati dalam mencari informasi, hal tersebut dapat merusak moral bangsa. Maka dari itulah, sebaiknya guru memiliki paradigma open mind yang selektif. Selektif dalam memilih informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan manfaat. Selektif memilih informasi yang akan disampaikan, serta mampu menjadi benteng bagi para murid dari informasi yang merusak misalnya budaya asing yang tidak relevan dengan jati diri bangsa.
Keempat, life long learning. Pengetahuan akan berkembang menjadi dua kali lipat hanya dalam jangka waktu 5,5 tahun. Ini berakibat pengetahuan dalam bidang tertentu menjadi kadaluarsa hanya dalam waktu 2,5 tahun. Welker (1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melaksanakan tugas, dan selalu mengembangkan diri.
Teknologi informasi bukan merupakan kurikulum yang diajarkan pada masa pendidikan guru pada masa lampau. Namun, pada era globalisasi ini guru-guru di Indonesia dihadapkan pada realita bahwa penguasaan teknologi adalah sebuah keharusan bagi para tenaga pendidik. Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan sebuah paradigma lifelong learning atau belajar sepanjang hayat. Mau belajar dan senantiasa mengembangkan diri secara terus-menerus.
Kelima, fasilitator. Sistem pendidikan saat ini adalah sistem pendidikan siswa aktif. Di mana, pusat dari proses pembelajaran adalah murid. Murid aktif dalam mencari sumber belajarnya sendiri. Dan guru berperan sebagai fasilitator atau partner dalam belajar. Guru dituntut dapat membantu murid dalam mencari sumber belajar dan agar murid dapat menguasai teknologi informasi, mampu mencari sumber belajar dari berbagai data yang relevan dan mendapatkan informasi yang membangun dari internet.
Keenam, pembinaan bertahap dan berkelanjutan. Pembinaan dan fasilitasi guru agar mampu menguasai teknologi adalah mutlak diperlukan dalam realisasi penanaman paradigma open mind dan selektif, lifelong learning, serta perannya sebagai fasilitator. Pembinaan yang dilakukan adalah secara bertahap dan konsisten dan berkelanjutan. Pembinaan dapat diinisiasi dan dilakukan secara mandiri, oleh pihak sekolah maupun dinas pendidikan. Tahapan pembinaan dan penanaman paradigma melek teknologi dimulai dari awal pendidikan calon guru.
Tahapan awal pembinaan dimulai dengan membuka wawasan guru tentang perkembangan dunia IT dan pengenalan awal perangkat teknologi sederhana untuk menciptakan paradigma open mind dan selektif. Selanjutnya dalam keberlanjutan program pembinaan ini, pengenalan teknologi semakin canggih dan komprehensif diikuti penanaman nilai lifelong learning agar pengembangan diri tidak hanya berhenti di program yang diwajibkan namun guru secara mandiri dan berkelanjutan akan tetapi belajar mengembangkan kemampuannya. Pada akhirnya, diharapkan keluaran guru yang senantiasa mau belajar menguasai IT dan mampu menjalankan perannya sebagai fasilitator atau partner belajar bagi murid. Pengawasan dan refleksi juga wajib dilakukan untuk memastikan program berjalan dengan baik.
Ketujuh, menguasai bahasa internasional. Bahasa adalah alat komunikasi efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi, ide, gagasan, dan perintah. Dengan menguasai bahasa, kita dapat menyampaikan gagasan kepada orang lain. Kurangnya penguasaan bahasa mustahil informasi yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Bahasa yang minimal harus dikuasai adalah bahasa Inggris karena bahasa Inggris adalah bahasa universal yang digunakan dalam dunia teknologi.
Sebuah Tantangan
Tantangan dunia pendidikan di masa depan semakin berat. Guru sebagai salah satu bagian penting dari pendidikan, harus mampu menjadi manusia pembelajar yang cerdas dan kreatif. Guru akan menjadi cerdas jika mereka mampu mengakses seluruh sumber ilmu pengetahuan dari buku, lingkungan sekitar, internet, media masa, dan puspa ragam sumber ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian, berpikir terbuka dalam merespon perubahan yang terjadi, beradaptasi dengan perkembangan pendidikan yang terjadi, dan mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi sebuah inovasi baru di dunia pendidikan adalah beberapa ciri penting guru kreatif.
Kabar buruknya, tidak mudah bagi seorang guru dapat menjadi cerdas dan kreatif. B.S. Mariatmadja (2004) menyatakan bahwa dalam konteks persekolahan sekarang, guru diminta untuk masih memegang peran sebagai orang bijak dan cerdas. Namun, lingkungan tidak selalu mengizinkan guru untuk menjadi cerdas dan kreatif.
Ada 5 problem untuk menjadi guru cerdas dan kreatif, yaitu : pertama, guru kerap harus mengerjakan tugas-tugas administratif yang memustahilkan ia membaca untuk menjadi lebih cerdas. Kedua, guru kerap harus mengikuti banyak acara pemerintahan sehingga tidak sempat dan menjadi cukup waktu mendampingi murid untuk menolong proses pencerdasan mereka. Ketiga, guru sering tidak dapat mengembangkan kecerdasan karena pegangan dari ’departemen’ sedemikian kaku, sehingga waktu termakan habis untuk menghidangkan bahan kurikulum. Keempat, guru kadang kala sulit mengembangkan kreativitasnya dalam konteks profesinya karena kehabisan waktu untuk mencari nafkah lewat jalur di luar keguruan. Dan kelima, guru sulit menjadi kreatif karena kita telah melewati suatu masa yang cukup panjang, di mana guru berasal dari lapisan kedua dari murid yang cerdas. Banyak murid cerdas 10 – 25 tahun yang lalu tidak mau menjadi guru. Sekarang kita malah tidak memiliki pendidikan yang secara khusus dan tepat guna mendidik guru dalam arti kebijakan. Implikasinya, guru menjadi jalur karir, bukan panggilan hidup. Padahal guru tidak semata-mata suatu pekerjaan yang membutuhkan ijazah, tetapi hati. Pekerjaan guru membutuhkan relasi hati.
Tips Bijak
Penerapan sifat wajib Rasul dalam rangka peningkatan kompetensi guru ini sebagai dasar untuk menjadikan pendidikan yang lebih baik dan maju pada saat zaman yang penuh tantangan globalisasi sekarang ini. Kompetensi guru harus selaras dengan sifat wajib Rasul yang empat tersebut. Karena dengan begitu, guru bisa menciptakan generasi yang unggul dan tangguh dalam menghadapi zaman modern ini.
Penerapan sifat fathonah Rasul dalam rangka peningkatan kompetensi pedagogik guru dilakukan dalam bentuk mengembangkan kecerdasan akalnya dengan cara selalu mengasah pemikiran intelektualnya dalam menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan melalui banyak membaca banyak buku, mengelola pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif melalui mempelajari dan mendalami kepedagogikan guru. Mulai dari pemahaman materi ajar sampai tanggung jawab dalam penataan strukrur sekolah. Dan manajemen yang baik mulai administrasi sekolah sampai pengembangan sekolah (Rizky, 2017).
Menjadi guru yang yang cerdas, kreatif dan inovatif tidak cukup hanya sekadar memiliki kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk itu. Tetapi yang penting adalah adanya soft skill guru. Guru memiliki kompetensi kepribadian yang utuh sehingga guru bekerja bukan hanya sampai pada tataran melaksanakan tugas saja. Tetapi paling tidak sampai pada tataran melaksanakan amanah apalagi amat dipujikan apabila dia sampai pada tataran cinta, mendidik panggilan hati nurani, merasa senang dan berbahagia sebagia seorang guru.
Lalu apa tugas seorang pendidik (guru). Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihyaa Ulumuddin, guru itu harus cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Itulah kiat “a” sampai “z” menjadi guru fathonah, guru cerdas, guru yang smart.
Semoga !!!