PBB Soroti Kerusakan Lingkungan dan Pelanggaran HAM Tambang Nikel di Pulau Kabaena

9 hours ago 4

SULTRAKINI.COM: JAKARTA — Satya Bumi dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara menyambut dan mengapresiasi diterbitkannya Komunikasi Bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) AL IDN 8/2025, yang menyoroti kerusakan lingkungan masif serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat aktivitas pertambangan nikel di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Perhatian PBB tersebut juga mencakup wilayah-wilayah lain di Indonesia yang mengalami dugaan pelanggaran HAM, seperti Papua Barat, Sumba, Maluku, Sulawesi Selatan, Kalimantan Utara, Kepulauan Mentawai, dan Sumatera Utara.

Pernyataan PBB ini memperkuat temuan serta bukti yang sebelumnya telah disampaikan Satya Bumi terkait dampak serius pertambangan terhadap kehidupan Masyarakat Adat Bajau.

Dalam komunikasinya, PBB menegaskan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 kilometer persegi. Pulau Kabaena sendiri memiliki luas hanya 891 kilometer persegi, namun lebih dari 70 persen wilayahnya telah disesaki izin konsesi pertambangan. Selama dua tahun terakhir, Satya Bumi bersama Walhi Sulawesi Tenggara melakukan pemantauan intensif terhadap aktivitas ekstraktivisme di pulau tersebut dan menemukan kegagalan serius dalam penegakan hukum serta tata kelola sumber daya alam.

PBB juga menyoroti runtuhnya sumber penghidupan Masyarakat Adat Bajau, yang ditandai dengan penurunan hasil tangkapan ikan dan gurita hingga 80 persen serta anjloknya harga rumput laut hingga 90 persen. Kondisi tersebut sejalan dengan temuan koalisi mengenai terjadinya sedimentasi masif, pencemaran laut, serta degradasi ekosistem pesisir yang menghancurkan fondasi ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

Selain itu, PBB mengungkap memburuknya kondisi kesehatan publik di Kabaena, yang ditandai dengan tingginya kasus penyakit pernapasan dan penyakit kulit. Bahkan, ditemukan kandungan logam berat seperti nikel, kadmium, dan timbal dengan kadar hingga 1.000 kali di atas ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tragedi meninggalnya anak-anak Bajau akibat laut yang berubah menjadi lumpur karena sedimentasi tambang menjadi bukti nyata kegagalan perlindungan negara yang tidak dapat ditoleransi.

Komunikasi PBB tersebut juga mengonfirmasi laporan Satya Bumi mengenai tidak adanya persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (Free, Prior and Informed Consent atau FPIC), perampasan lahan tanpa kompensasi yang adil, serta kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan penolakan. Praktik-praktik tersebut dinilai melanggar standar hak asasi manusia internasional serta kewajiban Indonesia sebagai negara.

“Komunikasi PBB ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah Indonesia dan perusahaan tidak lagi dapat mengelak dari tanggung jawab atas pemulihan lingkungan serta perlindungan hak-hak masyarakat adat di Kabaena,” tegas Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien.

Sementara itu, Walhi Sulawesi Tenggara menyebut pernyataan PBB terkait tambang nikel di Pulau Kabaena sebagai penegasan atas krisis ekologis dan kemanusiaan yang telah lama berlangsung. Komunikasi resmi PBB tersebut dinilai sebagai pengakuan internasional terhadap praktik pertambangan nikel yang selama bertahun-tahun telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Kami menegaskan bahwa negara telah gagal menjalankan kewajibannya dalam melindungi pulau-pulau kecil, termasuk menjamin hak-hak Masyarakat Adat Bajau yang terdampak langsung oleh ekspansi tambang,” pungkas Direktur Walhi Sulawesi Tenggara, Andi Rahman.

Satya Bumi dan Walhi Sulawesi Tenggara mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera:

1. Menindaklanjuti Komunikasi PBB sebagai peringatan serius atas berbagai pelanggaran yang terjadi;

2. Menghentikan seluruh 16 operasi pertambangan nikel yang masih aktif di Pulau Kabaena;

3. Menjamin pemulihan lingkungan serta pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat Bajau.

Koalisi juga menyerukan kepada perusahaan otomotif global yang menggunakan nikel dari Indonesia untuk segera melakukan uji tuntas hak asasi manusia dan lingkungan di seluruh rantai pasoknya, menghentikan sumber pasokan nikel dari Pulau Kabaena, serta bertanggung jawab atas pemulihan dampak yang telah ditimbulkan.

Koalisi menegaskan bahwa transisi energi yang adil dan berkelanjutan tidak boleh dibangun di atas penderitaan masyarakat adat maupun kehancuran ekosistem pulau-pulau kecil.

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|