INIPASTI.COM , Jakarta, 12 Maret 2025– Presiden Prabowo Subianto mengusulkan perubahan besar pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Intinya: prajurit TNI aktif boleh menduduki jabatan sipil di 15 kementerian atau lembaga strategis. Usulan ini mencuat dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR pada 10 Maret 2025, memicu perdebatan serius soal batas peran militer di era demokrasi. Apa faktanya, dan ke mana arahnya?
Usulan Resmi dari Pemerintah
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, mewakili Prabowo, menyampaikan usulan revisi UU TNI di hadapan DPR. Pasal 47 ayat (1)—yang melarang TNI aktif jabat posisi sipil kecuali pensiun—jadi target utama. “Kami ingin fleksibilitas, memanfaatkan keahlian TNI di sektor strategis,” kata Sjafrie, seperti dikutip Kompas, 11 Maret 2025. Prabowo disebut mengincar 15 kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Pertahanan, BIN, dan Kemenko Polhukam, meski daftar resminya belum diumumkan. Ini langkah konkret setelah Prabowo tugaskan TNI aktif bantu program pangan dan infrastruktur sejak awal jabatannya.
Alasan dan Konteks
Prabowo bilang revisi ini bukan nostalgia Orde Baru, tapi soal efisiensi. Dalam wawancara CNN Indonesia, 11 Maret, ia tegaskan, “TNI punya kapabilitas yang bisa dukung pembangunan, bukan dwifungsi.” Contohnya, program makan siang gratis dan pengelolaan lahan pertanian yang ia canangkan 3 Februari 2025 via ANTARA, libatkan ratusan prajurit aktif. Sjafrie tambahin, negara lain seperti AS atau Israel sering tempatkan militer di posisi sipil—tapi tentu dengan konteks hukum beda. Ini nyambung sama visi “Astacita” Prabowo: ketahanan nasional yang kuat, termasuk pangan dan energi.
Aturan Saat Ini dan Bayang Reformasi
UU TNI 2004 lahir dari semangat reformasi 1998, batasi peran TNI di ranah sipil pasca-dwifungsi ABRI yang kuasai politik dan pemerintahan di era Soeharto. Pasal 47 tegas: prajurit aktif harus mundur kalau mau jabat posisi sipil. UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan juga pisahin fungsi militer dan sipil. Revisi ini jadi sensitif—banyak yang khawatir militer balik ke kekuasaan sipil, meski Prabowo bilang cuma “teknis.”
Proses Hukum dan DPR
Revisi belum jadi draf resmi. Sjafrie bilang pemerintah bakal ajukan draf dalam dua bulan, target rampung akhir 2025. Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, respons hati-hati: “Kami terima usulan, tapi harus pastikan nggak langgar prinsip reformasi TNI,” dikutip Tempo, 12 Maret. Prosesnya bakal panjang—libatkan DPR, publik, dan ahli hukum—tapi belum ada jadwal pasti.
Reaksi dan Kontroversi
Publik terbelah. Di X, pendukung bilang TNI kompeten buat bantu negara, kayak @BudiSetiawanX: “Kenapa nggak maksimalin TNI?” Tapi kritik lebih keras—@udatauhid bilang, “Prabowo ubah UU TNI, kita ke Orba lagi.” Imparsial, via Reuters 31 Januari 2025, sebut ini “ancaman demokrasi.” Bahkan di DPR, ada yang ragu—anggota Komisi I TB Hasanuddin bilang ke Kompas, “Kalau TNI masuk sipil, bedanya apa sama dwifungsi?”
Ke Mana Arahnya?
Revisi UU TNI masih dini, tapi sinyalnya kuat: Prabowo mau TNI aktif lebih fleksibel. Tujuannya efisiensi atau lebih? Publik dan DPR bakal jadi penentu. Inipasti.com pantau terus—apakah ini langkah pragmatis, atau pintu balik ke masa lalu? (Raka)