Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Renald Kasali dalam kata pengantar buku The Secret of Mindset karya Adi W. Gunawan (2008) mengungkapkan,“…perubahan belum akan berhasil sebelum kita berhasil mengubah cara pandang dan cara berpikir para pelaku perubahan. Perubahan bukanlah semata-mata mengubah alat, teknologi, sistem, organisasi, dan sebagainya. Melainkan mengubah attitude melalui cara berpikir”. Dengan kata lain, untuk mengubah profesionalisme guru hal utama dan paling mendasar untuk dilakukan adalah perubahan cara pandang atau cara berpikir atau biasa disebut perubahan mindset terlebih dahulu. Dengan demikian, segala upaya yang dilakukan untuk peningkatan profesionalisme guru, baik dalam bentuk pelatihan, diklat, workshop, pendidikan profesi guru, sertifikasi guru, peningkatan kesejahteraan guru, dapat berfungsi secara optimal.
Revolusi mental guru bukan dimulai dengan tekanan agar guru patuh, penurut, dan taat. Revolusi mental guru adalah revolusi perubahan mindset guru. Mindset adalah suatu kumpulan pemikiran yang terbentuk sesuai dengan pengalaman dengan keyakinan sehingga dapat mempengaruhi perilaku atau cara berfikir seseorang dalam menentukan suatu sikap, pandangan hingga masa depan orang tersebut.
Jika ditelusuri lebih jauh, sebagai sumber kreativitas pada hakekatnya adalah berpikir ‘divergence’ yakni berpikir yang mengatur dengan menuntut jawaban-jawaban lebih dari satu (Sharp, 2004).
Karena itu hendaknya guru boleh pemikiran ataupun pertanyaan-pertanyaan peserta didik yang ‘nyeleneh’. Berpikir nyeleneh pada dasarnya adalah untuk menunjukkan dirinya berbeda dengan orang lain sekaligus merupakan semboyan bagi orang-orang kreatif.
Keringnya pola pikir divergent, menurut Guilford (Supardan, 2015) adalah berdampak pada rendahnya pengembangan kreativitas. Dengan nada yang serupa De Bono (Supardan, 2015) menyebutkan bahwa pola pikir “literal“, merupakan sumber utama kreativitas dalam pengembangan pribadi-pribadi pembelajar yang diharapkan dengan perubahan-perubahan masif dan ekskuratif, yang tidak mungkin kita bendung sepenuhnya.
Dalam menyikapi pentingnya perubahan di atas, ada baiknya mengikuti pemikiran-pemikiran para ahli seperti petuah-petuah Herbert Spencer, seorang teoretikus Darwinisme Sosial kenamaan dalam The Factors of Organic Evalution maupun dalam The Principles of Sociology dengan mengatakan “di dunia ini tidak ada yang tanpa berevolusi (berubah), baik benda-benda yang bersifat organisme, nonorganisme, sampai ke yang superorganisme atau kebudayaan. Semua berubah karena didorong oleh kekuatan evolusi universal (Spencer dalam Suparlang, 2015).
“Titik Lemah” Versus “Titik Unggul” Guru”
Dalam Buku Mindset Pembelajaran (Aminulloh, 2011) digambarkan tentang bagaimana “titik lemah” guru dan bagaimana guru memiliki “titik unggul”. Sejumlah “titik lemah” guru, tampak dalam bentuk “dosa-dosa” guru, “penyakit-penyakit” guru, guru “amatir”, “guru palsu” “abal-abal)” dan lain-lain sebagaimana pernah penulis deskripsikan pada beberapa artikel lain.
Sementara “titik unggul” guru, adalah: penyamaan frekuensi sebagai pendidik, bukan hanya pengajar, belajar memetakan pikiran, mengembangkkan energi positif, mendesain guru yang berkarakter, menggali makna sebuah kata, memotivasi guru agar kreatif dan inovatif, melatih dan mengembangkan imajinasi, memahami sebuah perubahan sehingga tidak canggung dalam mengajar, tidak gaptek dan berlatih untuk menjadikan pikiran sebagai panglima.
Growth mindset adalah suatu keyakinan yang menafsirkan kecerdasan sebagai sesuatu yang dapat ditempa dan diperbaiki. Dweck dan Leggett (Mesler, et al, 2021) menyebutkan bahwa, guru dengan fixed mindset akan mengaitkan pencapaian peserta didik dengan kecerdasaan bawaan, sedangkan guru dengan growth mindset akan menganggap bahwa pencapaian peserta didik sebagai peluang bagi guru untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam mengajar. Jenis mindset guru akan memengaruhi bagaimana cara guru memperlakukan peserta didiknya, yang kemudian akan membentuk mindset peserta didik itu sendiri.
Ragam mindsets yang dimiliki oleh guru sangat mempengaruhi cara bekerja mereka. Srihastuti & Wulandari (2021) menemukan bahwa seseorang dengan growth mindset akan menggunakan perubahan yang terjadi sebagai ajang untuk terus tumbuh dan berkembang, sedangkan seseorang dengan fixed mindset akan cenderung tidak menyukai tantangan-tantangan yang muncul, sehingga mereka menjadi stuck dan sulit untuk berubah.
Makna dan Ciri Growth Mindset
Growth mindset (pola pikir berkembang) dikenalkan oleh Carrol Dweck. Pada tahun 2006. Dweck adalah profesor psikologi Universitas Stanford, Lewis dan Virginia Eaton, menerbitkan sebuah buku berjudul “Mindset: The New Psychology of Succes.” Carrol Dweck lebih dari tiga puluh tahun melakukan penelitian tentang bagaimana orang berhasil. Dweck merinci teorinya yang sederhana namun sangat kuat, yakni tentang dua pola pikir. Kemudian dia beri nama fixed mindset (pola pikir tetap) dan growth mindset (pola pikir berkembang) (Hundley, 2016).
Dweck dalam risetnya ditemukan bahwa mindset dapat membuahkan prestasi dalam kehidupan nyata. Dalam risetnya dihasilkan dua kesimpulan yakni penelitian pada beberapa siswa yang dianggap mampu melakukan hal yang lebih baik ketika menemui kegagalan dan beberapa siswa lain terlihat sangat sedih ketika menemui kegagalan bahkan dalam hal kecil apapun.
Growth mindset adalah seseorang yang memiliki kepercayaan bahwa prestasi dapat dikembangkan melalui sebuah usaha dan kerja keras, maka hal itu akan dapat membangkitkan semangat belajar. Seseorang yang memiliki semangat untuk mengembangkan diri meskipun dalam keadaan tidak berjalan dengan baik. Mindset inilah yang memungkinkan orang-orang untuk berkembang ketika mengalami masa-masa paling menantang dalam hidup mereka. Orang yang memiliki growth mindset akan mencintai apa yang mereka lakukan atau yang mereka hadapi saat ini meskipun harus menemukan berbagai kesulitan-kesulitan yang tidak mereka senangi hingga akhirnya ia mencapai kesuksesan (Dweck, 2006).
Ciri seseorang yang memiliki growth mindset. Pertama, memiliki keyakinan bahwa kecerdasan, bakat, dan karakter dapat berkembang dengan usaha dan kerja keras bukan dari keturunan. Kedua, menerima tantangan dan bersungguh-sungguh menjalankannya. Sebuah tantangan merupakan hal yang penting. Mereka memaknai bahwa untuk mencapai keberhasilan, akan ada berbagai tantangan yang berat. Maka tantangan-tantangan itu dianggap sebagai proses pengembangan diri. Ketiga, tetap berpandangan ke depan dari kegagalan. Ketika mendapati suatu kegagalan ia akan mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk belajar lebih keras lagi walaupaun mereka merasa kewalahan. Keempat, berpandangan positif terhadap usaha. Mereka meyakini bahwa keberhasilan berasal dari usaha dan kerja keras. Kelima, belajar dari kritik. Mereka meyakini bahwa kritik dan saran yang diberikan dari orang lain itu penting untuk mengembangkan diri. Kritik dan saran dari orang lain dapat membuatnya menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya dengan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya. Keenam, menemukan pelajaran dari orang lain dan mendapatkan inspirasi dari kesuksesan orang lain (Dweck, 2006).
Pentingnya Growth Mindset
Growth mindset adalah keyakinan bahwa setiap orang dapat mengubah pola pikir mereka. Anak yang memiliki growth mindset selalu bertujuan untuk sukses dan berkembang dalam hidupnya. Mereka tidak takut apa pun. Mereka percaya bahwa mereka dapat melakukan apa saja untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Pola pikir pertumbuhan adalah gagasan bahwa kecerdasan seseorang dapat ditingkatkan atau ditumbuhkan melalui keuletan, usaha, dan fokus pada pembelajaran. Siswa dengan mindset berkembang berpikir bahwa jika mereka bekerja keras dan menerima kemunduran dan tantangan sebagai kesempatan untuk belajar, mereka dapat belajar hampir semua hal. Mereka suka belajar dan mengeksplorasi hal-hal baru. Siswa dengan pola pikir seperti itu selalu terbuka untuk umpan balik apakah itu negatif atau positif (Ramadhani, dkk., 2024).
Guna mengubah mindset guru menjadi growth mindset, beberapa ahli menyarankan beberapa cara. Pertama, guru perlu menyadari bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui usaha dan ketekunan. Kedua, guru harus melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai hambatan. Ketiga, guru perlu mengembangkan kebiasaan belajar yang konsisten dan terbuka terhadap umpan balik. Keempat, guru harus fokus pada proses belajar dan upaya yang dilakukan, bukan hanya pada hasil akhir. Kelima, guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung pertumbuhan siswa (AI, 2025).
Pentingnya growth mindset bagi guru. Pertama, meningkatkan kualitas pembelajaran.Guru dengan growth mindset lebih terbuka terhadap metode pembelajaran baru dan pendekatan yang berbeda, sehingga dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa. Kedua, membangun ketahanan siswa.Guru yang memiliki growth mindset akan menanamkan keyakinan pada siswa bahwa mereka dapat belajar dan berkembang, sehingga siswa lebih berani menghadapi tantangan dan tidak mudah menyerah. Ketiga, menciptakan lingkungan belajar positif.Guru dengan growth mindset akan menciptakan suasana kelas yang suportif, di mana siswa merasa aman untuk mencoba, belajar dari kesalahan, dan berkembang. Keempat, mengembangkan diri secara berkelanjutan.Guru dengan growth mindset akan terus belajar dan mengembangkan diri, sehingga dapat menjadi contoh bagi siswa dalam hal belajar sepanjang hayat (Ai, 2025).
Cara mengembangkan growth mindset pada guru. Pertama, refleksi diri.Guru perlu secara teratur melakukan refleksi diri untuk mengidentifikasi keyakinan tetap (fixed mindset) yang mungkin dimiliki dan berusaha untuk mengubahnya menjadi growth mindset. Kedua, belajar dari kesalahan.Guru perlu melihat kesalahan dan kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, bukan sebagai akhir dari segalanya. Ketiga, mencari umpan balik.Guru perlu terbuka terhadap umpan balik dari siswa, rekan kerja, dan atasan untuk mendapatkan perspektif baru dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Keempat, mengembangkan keterampilan baru.Guru perlu terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru, baik dalam bidang akademik maupun non-akademik, untuk memperluas wawasan dan kemampuan mereka. Kelima, bergabung dengan komunitas belajar.Guru dapat bergabung dengan komunitas belajar untuk berbagi pengalaman, mendapatkan dukungan, dan belajar dari guru lain yang memiliki growth mindset. Keenam, menciptakan lingkungan yang mendukung.Guru perlu menciptakan lingkungan belajar di kelas yang mendukung growth mindset, seperti memberikan pujian atas usaha siswa, bukan hanya pada hasil (AI, 2025).
Manfaat Growth Mindset
Growth mindset dipercaya sebagai salah satu faktor yang dapat mengubah hidup seseorang. Manfaat dari pola pikir berkembang ini bagi kehidupan seseorang (Adinda, 2025). Pertama, menyadari bahwa kegagalan bukanlah tanda ketidakmampuan. Memiliki growth mindset dapat mempermudah kita dalam menerima kegagalan. Kita bisa menyadari bahwa kegagalan bukanlah hasil yang mutlak. Hal ini karena dengan memiliki growth mindset, kita bisa menyadari bahwa yang bagian paling penting dalam melakukan sesuatu adalah prosesnya. Kita bisa banyak belajar dari banyak proses yang akhirnya akan mengantar kita pada kesuksesan. Kuncinya adalah jangan ragu, malu atau malas untuk terus belajar dan berproses.
Kedua, melihat masalah sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Growth mindset akan membantu kita untuk melihat masalah sebagai sebuah tantangan yang memiliki pemecahan dan bukan rintangan yang tidak dapat diselesaikan. Permasalahan yang muncul akan menjadi tantangan bagi kita untuk dapat mengasah kemampuan berpikir kritis dan analitis. Pola pikir berkembang yang dilengkapi dengan optimisme akan membuat kita mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Ketiga, menjadi produktif. Pola pikir utama growth mindset adalah kemampuan dan bakat merupakan sesuatu yang selalu bisa dikembangkan. Mengembangkan kedua hal ini tentu akan menuntut kita untuk mengeksplorasi berbagai hal. Pemilik growth mindset akan memiliki keberanian untuk mencoba banyak hal-hal baru, menantang diri sendiri, dan tentunya dapat meraih hal-hal yang dianggap mustahil oleh kebanyakan orang.
Manfaat-manfaat lain dari memiliki growth mindset (Anwar, 2023). Pertama, meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Growth mindset menumbuhkan pandangan realistis terhadap kemampuan dan kapabilitas seseorang. Dengan mengetahui diri, seseorang akan merasa terdorong untuk membangun kekuatan dalam mengatasi kelemahannya yang berujung pada peningkatan harga diri dan kepercayaan diri. Kedua, membangun ketahanan diri (resilience). Orang dengan growth mindset cenderung lebih tangguh dalam menghadapi suatu kegagalan. Kegagalan dipandang bukan sebagai suatu keadaan permanen tetapi sebagai kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Ketiga, tertarik pada tantangan. Pola pikir growth mindset melihat tantangan sebagai peluang untuk berkembang dan belajar, bukan sebagai hambatan. Tantangan dipandang sebagai sebuah kesempatan untuk keluar dari zona nyaman dan memperluas pengetahuan serta kemampuan seseorang.
Keempat, mengembangkan kreativitas dan inovasi. Growth mindset menumbuhkan pikiran untuk terbuka terhadap ide dan sudut pandang baru yang kemudian dapat memancing untuk mengeluarkan ide baru. Hal ini dapat mengarah pada solusi dan pendekatan inovatif terhadap masalah. Kelima, mendatangkan kesempatan baru. Individu dengan growth mindset berusaha untuk menjadi lebih baik dengan memandang kehidupan sebagai proses pengembangan diri. Seseorang yang selalu ingin berkembang dapat memposisikan dirinya untuk mengenali dan meraih kesempatan baru.
Keenam, mudah menerima masukan. Pemikiran growth mindset memandang masukan (feedback) sebagai sarana perbaikan diri langsung, bukan sebagai serangan. Menerima masukan menjadi lebih bisa diterima karena hal tersebut yang menjadikan kita belajar untuk mengatasi kelemahan kita. Dan ketujuh, meningkatkan keinginan belajar. Seseorang dengan growth mindset percaya bahwa pengembangan diri bisa diusahakan dengan ketekunan. Hal ini menjadikan individu lebih terbuka untuk mempelajari keterampilan baru dan memperoleh pengetahuan baru.
Fixed Mindset Versus Growth Mindset
Ada dua jenis mindset yang telah diketahui saat ini. Yaitu fixed mindset dan growth mindset. Fixed mindset adalah pola pikir seseorang yang meyakini bahwa apa yang dianutnya adalah yang paling benar. Ia cenderung menghindari tantangan-tantangan dan fokus berlebihan pada sesuatu yang sudah diketahuinya saja.
Growth mindset (pola pikir berkembang) yang didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas dasar seseorang adalah hal-hal yang dapat diolah melalui upaya-upaya tertentu. Fixed mindset (mindset tetap) yang didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas seseorang sudah ditetapkan.
Ciri-ciri orang yang memiliki fixed mindset biasanya cenderung kaku, tertutup, dan takut akan perubahan alias tidak berani keluar dari “zona nyaman”.
Sedangkan growth mindset adalah pola pikir seseorang yang percaya bahwa kecerdasan dapat dikembangan. Ia akan punya keinginan untuk memperbaiki diri. Jika diberikan tantangan, ia akan coba melaluinya dengan penuh keyakinan.
Dweck (2006) berkesimpulan bahwa capaian potensi seseorang bukanlah dari kemampuan tetapi dari cara pandang akan kemampuan tersebut dan kepercayaan bahwa sesuatu dapat dikembangkan.
Pada banyak situasi seseorang akan menunjukkan apakah ia memiliki fixed midset atau growth mindset. Guru yang percaya bahwa dirinya dapat mengembangkan kemampuannya dan dengan semaksimal mungkin melatih dirinya untuk berkembang. Contohnya dalam penggunaan teknologi. Ada guru yang berpikir bahwa yang dapat mengembangkan dirinya adalah mereka yang masih muda belia, semangat dan atau memiliki cukup uang sebagai modal mengembangkan dirinya. Namun tidak sedikit guru senior yang sudah paruh baya masih semangat untuk belajar dan mengembangkan diri karena percaya bahwa dirinya dapat berkembang dengan terus menerus berlatih dan belajar (AI, 2025).
Guru senior, guru junior atau bahkan calon guru perlu melatih growth mindset mereka. Hal ini sangat dibutuhkan agar guru dapat menginspirasi peserta didiknya dan memperoleh manfaat dari apa yang dikembangkannya. Para guru dengan growth mindset akan lebih siap menghadapi tantangan jaman dan perubahannya. Ia terus-menerus memperbaiki dan mengembangkan dirinya. Ia tahu apa yang menjadi kekurangannya dan memakasimalkan kelebihannya (Yasin, 2022).
Growth mindset seseorang dapat berkembang dengan baik jika dirinya menyadari bahwa belajar itu sepanjang hayat. Ia tahu bahwa akan selalu ada tantangan dan rintangan yang ia yakini dapat dihadapi sehingga kapasitasnya selalu bertambah dan keterampilan dirinya berkembang sesuai kebutuhan jaman.
Seseorang dengan growth mindset memiliki keinginan untuk terus belajar dan berkembang, mengasah keahlian dan menciptakan hal-hal yang baru (Hochanadel & Finamore, 2018). Sebaliknya, fixed mindset merupakan kepercayaan atau pola pikir yang memandang bahwa kemampuan dan kecerdasan tidak bisa diubah, seseorang dengan fixed mindset cenderung takut akan tantangan dan perubahan (Dweck, 2006). Growth mindset menekankan akan pentingnya kreativitas dalam sebuah pembelajaran, yang mendorong individu untuk mengeksplorasi berbagai cara dalam mengahadapi tantangan (Sun, et al., 2021).
Ada beberapa perbedaan antara growth mindset dan fixed mindset (Amelia, 2024). Pertama, dampak pada ketangguhan dan motivasi. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan growth mindset cenderung lebih tangguh, gigih, dan termotivasi. Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai ancaman terhadap harga diri mereka. Sebaliknya, mereka dengan fixed mindset cenderung menyerah saat menghadapi tantangan karena mereka percaya kemampuan mereka sudah tetap dan tidak bisa ditingkatkan.
Kedua, pandangan terhadap kegagalan. Penting untuk dicatat bahwa memiliki growth mindset bukan berarti Anda tidak akan pernah mengalami kegagalan. Sebaliknya, ini berarti Anda melihat kegagalan sebagai bagian alami dari proses belajar dan menggunakan kegagalan sebagai kesempatan untuk mengembangkan skill dan strategi baru.
Ketiga, pendekatan terhadap feedback. Orang dengan growth mindset cenderung mencari feedback dan dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja mereka, sementara orang dengan fixed mindset mungkin mengabaikan feedback dan menjadi defensif saat menerimanya.
Keempat, cara menetapkan tujuan. Growth mindset juga mempengaruhi cara Anda mencapai tujuan. Orang dengan pola pikir ini cenderung menetapkan tujuan yang lebih fokus pada pembelajaran dan pengembangan. Sebaliknya, mereka dengan fixed mindset menetapkan tujuan yang lebih fokus pada pembuktian kemampuan atau mencapai hasil tertentu.
Kelima, zona nyaman. Orang dengan fixed mindset cenderung merasa nyaman dengan kebiasan lama dan memiliki sifat playing victim yang kerap menyalahkan keadaan atau orang lain. Pola pikir ini mungkin membuat orang merasa nyaman dengan situasi sekarang, namun hal tersebut dapat menghambat pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Sementara growth mindset lebih fokus pada perbaikan diri, pekerjaan, hubungan, bisnis, dan aspek lain yang bisa membantunya mencapai tujuan.
Mitos Fixed Growth
Fixed mindset umumnya menghasilkan mitos-mitos yang sebenarnya bisa dibantah dengan beberapa upaya. Berikut beberapa mitosnya (Amelia, 2022). Pertama, Anda hanya bisa jadi berbakat atau tidak sama sekali. Salah satu mitos yang paling umum adalah anggapan bahwa Anda entah terlahir dengan bakat atau tidak sama sekali, dan tidak ada cara untuk mengubahnya meskipun dengan bekerja keras. Mitos tersebut tentunya tidak benar, karena meskipun beberapa orang memiliki bakat alami dalam bidang tertentu, namun setiap orang juga memiliki potensi untuk berkembang melalui latihan dan usaha. Latihan yang dilakukan secara rutin dapat membuat Anda jauh lebih baik dalam hal apapun.
Kedua, kegagalan adalah cerminan dari kecerdasan atau kemampuan seseorang. Mitos lainnya adalah anggapan bahwa kegagalan merupakan tanda dari kecerdasan atau kemampuan seseorang. Padahal, kegagalan hanyalah bagian alami dari proses belajar. Mereka yang memandang kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh memiliki potensi yang lebih besar untuk berhasil dalam jangka panjang. Kegagalan mendorong mereka untuk memikirkan cara baru untuk menyelesaikan masalah dan berkembang.
Sementara bagi orang dengan fixed mindest, mereka percaya bahwa kemampuan sudah ditentukan, yang akhirnya membuat mereka menghindari risiko atau mencoba hal baru karena takut gagal. Hal ini membuat mereka tidak bisa berkembang dan membatasi potensi diri. Sementara orang dengan growth mindset lebih suka mengambil risiko dan mencoba hal baru, meskipun terdapat kemungkinan gagal. Mereka akan terus belajar dari kesalahan mereka dan terus meningkat.
Ketiga, orang dengan fixed mindset tidak termotivasi untuk belajar atau meningkatkan potensi diri. Orang dengan fixed mindset mungkin ingin belajar dan meningkatkan diri, namun di sisi lain mereka terbatas. Oleh karena itu, mereka mungkin tidak berusaha keras untuk mencapai tujuan mereka. Sementara dengan growth mindset, seseorang akan lebih percaya bahwa kemampuan mereka dapat ditingkatkan dan termotivasi untuk berusaha keras untuk mencapai tujuan.
Guru Menularkan Energi Growth Mindset Siswa
Peran guru sangat urgen dalam membimbing siswa membentuk growth mindset serta menghilangkan fixed mindset siswa. Guru dengan mindset tumbuh dapat menularkan energi positif kepada siswa.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan growth mindset dalam kegiatan belajar (Nguyen & Doyan, 2020). Pertama, memberikan refleksi diri siswa terkait kemajuan atau perkembangan yang telah diperoleh menuju capaian pembelajaran. Refleksi dapat dilakukan dalam rentang waktu tertentu seperti pada tahun ajaran baru. Kedua, pujilah perilaku siswa, bukan pada karakteristiknya. Seperti contoh “good job” dan “pilihan yang tepat dan cerdas.” Ketiga, menciptakan standar pencapaian belajar dan suasana kelas yang nyaman. Siswa perlu menyadari bahwasanya mereka ditantang untuk mencapai standar yang telah ditentukan dan perlu mendapatkan dukungan dari guru dan siswa lainnya. Keempat, fokus pada kemajuan dan proses bukan hasil. Menanamkan konsep kepada siswa bahwa proses merupakan hal penting, tidak hanya hasil saja yang menjadi acuan.
Kelima, menampilkan atau memajang poster yang menunjukan tentang definisi atau konsep dari growth mindset sebagai pengingat pola pikir yang perlu dimiliki siswa. Kemudian meminta siswa untuk membuat poster yang menyajikan pemahamannya terkait growth mindset. Keenam, mengakui tantangan dan selalu mengingatkan kepada siswa bahwa kesalahan dan kegagalan merupakan hal yang lumrah serta merupakan bagian dari pembelajaran. Ketujuh, dorong siswa untuk menambahkan kata “belum” pada setiap komentar negatif yang mereka buat. Misalnya, seorang siswa berkata “saya tidak bisa melakukannya” dapat diubah menjadi kalimat “saya belum bisa melakukannya”, dengan hal seperti itu dapat mengubah pola pikir siswa yang semula tidak bisa melakukan suatu hal, akan berubah menjadi belum bisa pada saat ini, dan ke depannya masih ada kesempatan untuk dapat bisa melakukan hal tersebut. Kedelapan, merayakan kemajuan. Jika memungkinkan, tambahkan kemampuan siswa yang menunjukan growth mindset dalam kriteria penilaian. Sebagai pola pikir pertumbuhan akan menjadi konsep baru bagi sebagian besar siswa, ketika memberi menghargai atau memberikan pujian. Kesembilan, beri kritik dan saran yang membangun yang menunjukkan apresiasi atau menghargai siswa, seringkali guru memberi kritik yang malah menghilangkan semangat belajar dan siswa tidak mau untuk mencoba dan berusaha lagi.
Tip lai menciptakan growth mindset di kelas sehari-hari (Mustajib, 2018). Pertama, guru musti lebih sering memberikan dukungan pada proses bukan pada hasil. Evaluasi terhadap murid sebaiknya terfokus pada perencanaan, proses, usaha, kemajuan dan strategi siswa dalam menghadapi tantangan. Bukan kemampuan atau hasil yang dicapai. Kalau kita lebih sering memuji perencanaan dan proses, maka siswa akan terbiasa merencanakan dan ikut dalam kegiatan pembelajaran dengan lebih baik. Kedua, ciptakan lingkungan kelas yang menerima kesalahan. Apabila kesalahan dianggap biasa, murid tidak akan takut untuk bertanya dan belajar sesuatu yang baru. Ketiga, ajukan tantangan. Pastikan bahwa para siswa cukup tertantang di kelas. Buat mereka memahami bahwa tugas yang sulit adalah kesempatan untuk melatih otak dan mempelajari hal baru. Keempat, pasang ekspektasi yang tinggi. Katakan secara jelas bahwa guru berharap banyak dari siswa-siswa, bahwa kritikan juga akan selalu mereka dapatkan untuk memperbaiki diri.
Tidak sedikit kiat, tips, cara atau startegi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membangun growth mindset siswa dalam proses belajar mengajar. Harapannya, dengan mengikuti strategi tersebut dapat membantu guru untuk dapat lebih mudah mengubah fixed mindset pada siswa serta mengembangkan growth mindset yang dapat mempengaruhi semangat siswa dalam belajar.
Pemahaman yang Salah
Kesalahpahaman tentang growth mindset adalah anggapan bahwa growth mindset hanya sebatas memuji usaha, atau bahwa seseorang dengan growth mindset akan selalu memiliki pemikiran berkembang dan semua akan menjadi lebih baik hanya dengan mendukung pola pikir ini. Padahal, growth mindset lebih menekankan pada proses belajar, termasuk menghadapi kegagalan, dan mengakui bahwa perkembangan membutuhkan usaha dan ketekunan.
Beberapa kesalahpahaman umum tentang growth mindset (AI, 2025). Pertama, hanya tentang memuji usaha.Banyak yang berpikir bahwa growth mindset hanya tentang memberikan pujian atas usaha yang telah dilakukan. Namun, growth mindset sebenarnya lebih menekankan pada menghargai proses belajar dan upaya untuk berkembang, termasuk saat menghadapi rintangan dan kegagalan. Kedua, akan selalu memiliki pemikiran berkembang. Memiliki growth mindset bukan berarti seseorang akan selalu memiliki pemikiran yang berkembang secara otomatis. Mempertahankan growth mindset membutuhkan kesadaran dan upaya terus-menerus untuk belajar dan berkembang, serta menghadapi tantangan dan kegagalan.
Ketiga, semua akan lebih baik hanya dengan mendukung pola pikir berkembang. Mendukung seseorang untuk memiliki growth mindset tidak akan efektif jika tidak disertai dengan pemahaman bahwa proses belajar melibatkan tantangan dan kesalahan. Jika seseorang hanya didorong untuk memiliki growth mindset tetapi tidak didukung dalam menghadapi kesulitan, maka hal itu tidak akan memberikan dampak positif yang signifikan. Keempat, kegagalan adalah akhir.Orang dengan growth mindset tidak melihat kegagalan sebagai akhir dari segalanya. Mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Kelima, bakat adalah segalanya. Growth mindset menekankan bahwa bakat dan kemampuan dapat dikembangkan melalui usaha dan ketekunan, bukan hanya bawaan lahir.
Keenam, kritik adalah serangan pribadi.Orang dengan growth mindset cenderung melihat kritik sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai serangan pribadi. Ketujuh, kesuksesan orang lain adalah ancaman.Sebaliknya, orang dengan growth mindset justru terinspirasi oleh kesuksesan orang lain dan melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar.
Selain itu, terdapat kesalahpahaman lain mengenai arti growth mindset (Merdika, 2022). Pertama, saya sudah memilikinya, dan selalu memilikinya. Tanpa disadari kita sering mengacaukan growth mindset dengan bersikap terbuka dan berpandangan positif bahwa kualitas yang telah kita punya akan selalu kita miliki tanpa melakukan sesuatu. Ini merupakan pola pikir pertumbuhan yang salah. Setiap orang akan memiliki pola pikir campuran dari fixed mindset dan growth mindset. Kedua jenis mindset tersebut akan terus berkembang seiring dengan pengalaman untuk mencapai manfaat yang diinginkan.
Kedua, growth mindset hanya tentang memuji dan menghargai usaha. Sebuah penghargaan tidak hanya diberikan pada usaha seseorang, tetapi juga pada pembelajaran dan kemajuan yang telah dilakukan. Untuk menekankan proses yang dapat menghasilkan hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti mencari bantuan orang lain, mencoba strategi baru hingga memanfaatkan kemunduruan untuk bergerak maju secara efektif. Intinya dari hal ini adalah kita harus ikut andil dan terlibat dalam sebuah proses.
Ketiga, cukup mendukung growth mindset, hal baik akan terjadi. Perusahaan yang mewujudkan growth mindset mendorong karyawan dalam pengambilan sebuah resiko. Mereka juga memberikan penghargaan kepada karyawan untuk pelajaran penting selama proses meskipun pada akhirnya proyek yang mereka kerjakan tidak mencapai tujuan utamanya. Mereka lebih memilih saling mendukung dari pada bersaing satu sama lain karena mereka memiliki komitmen untuk perkembangan bakat setiap karyawan.
Meskipun kita mampu mengoreksi kesalahpahaman mengenai growth mindset, tidak mudah untuk mencapai growth mindset itu sendiri. Ketika kita menghadapi tantangan, menerima kritik, atau mendapatkan perilaku buruk dari orang lain, kita mudah terjatuh dalam pembelaan diri. Hal ini merupakan respon yang menghambat pertumbuhan (Merdika, 2022).
Untuk tetap berada di zona pertumbuhan, kita perlu untuk tetap belajar dan berkolaborasi dengan sesama untuk mengejar tujuan yang menantang. Kerja keras juga diperlukan sehingga dapat memperdalam pemahaman mereka mengenai konsep growth mindset dan proses untuk mempraktikkannya.
Semoga bermanfaat !!!