Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)
INIPASTI.COM, Secara sederhana, mental block diartikan sebagai pekerjaan yang rutinitas dilakukan, misalnya rutinitas mengajar setiap hari membuat seorang guru gampang terjebak dalam kejumudan.
Mental block pada guru, menurut para ahli, adalah hambatan psikologis atau pola pikir yang membatasi yang menghambat guru dalam melaksanakan tugas dan mencapai potensi penuh mereka. Ini bisa berupa ketidakpercayaan diri, ketakutan gagal, atau pikiran negatif yang menghambat kemampuan berpikir dan bertindak. Para ahli menekankan pentingnya mengatasi mental block ini agar guru dapat memberikan kualitas terbaik dalam mengajar dan mengembangkan diri (AI, 2025).
Dampak mental block pada guru. Pertama, penurunan kualitas mengajar. Guru yang mengalami mental block mungkin cenderung kurang kreatif, kurang inovatif, dan kurang efektif dalam menyampaikan materi pelajaran. Kedua, penurunan motivasi. Mental block dapat mengurangi semangat guru untuk mengajar dan mengembangkan diri, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas pendidikan secara keseluruhan. Ketiga, penurunan produktivitas. Guru yang mengalami mental block mungkin kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas mengajar, merencanakan pembelajaran, atau berinteraksi dengan siswa secara efektif. Keempat, dampak pada kesehatan mental. Mental block yang berkepanjangan dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi pada guru (AI, 2025).
Makna Mental Block
Secara harfiah, istilah mental block dapat diartikan dengan jebakan mental, yaitu kondisi kejiwaan yang terkungkung oleh suatu pola pikir atau keyakinan, sehingga menghalangi seseorang atau masyarakat untuk berkembang lebih dinamis. Mental block merupakan keadaan mental yang menempatkan diri pada satu batasan yang pada dasarnya dibuat sendiri oleh pribadi yang bersangkutan (Irfan Tamwifi, 2012).
Mental blocks, adalah hambatan secara mental / psikologis yang menyelubungi pikiran seseorang. Ia dapat muncul dari kekeliruan pengalaman hidup / pergaulan, sisa traumatik masa lalu, sisa luka batin, sisa pengalaman yang tidak mengenakkan ketika kecil maupun karena “kekeliruan” atau kekurangtepatan cara pandang / anggapan terhadap sesuatu bahkan akibat cara belajar/ pendidikan yang tidak tepat. Kemunculannya (manifestasinya) bisa berbentuk kecanggungan bertindak, kesulitan berbicara (apalagi di depan umum), kesulitan mengaktualisasikan diri (walaupun sebenarnya memiliki berbagai kelebihan, misalnya kecerdasan/ kemampuan lain), kadang juga muncul dalam bentuk sindrom “inferior complex” / sindrom rendah diri (Cleone, 2012).
Mental block sendiri merupakan sebuah kondisi mental, pemikiran, kondisi, keyakinan yang menghambat sesorang untuk melakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik. Mental blockbisa sangat mempengaruhi seseorang untuk mencapai kesuksesan dengan cara menghambat dari dalam (bawah sadar) (Raden Satriadi dalam Usman, 2023).
Mental block adalah salah satu hasil akhir dari proses pemograman pikiran yang bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau tujuan kita, karena mental block menghalangi pikiran sadar seseorang dari tindakan positif yang memberdayakan (Rina Alamsyah, 2013).
Menurut Pong Sahidy (2013), apapun profesinya mental block adalah penghalang mental yang merugikan. Tidak pandang siapa, mental block kerap menjangkiti siapapun termasuk guru. Terkungkung dalam rutinitas mengajar setiap hari membuat seorang guru gampang terjebak dalam kejumudan. Bila tidak segera di atasi kejumudan akan membentuk dinding penghalang negatif. Mental block tumbuh tanpa disadari. Semakin kuat mental block mengungkung mental semakin sempit ruang gerak seseorang.
Pemicu dan Penyebab
Mental block merupakan limiting belief atau kepercayaan yang menghambat dan berasal dari pembelajaran saat bertumbuh, berkembang, dan berinteraksi dengan lingkungan. Sehingga mental block merupakan bentuk ketidakyakinan. Selama mental block tidak diatasi, maka subyek akan sulit menggapai tujuannya serta menghalangi untuk mewujudkan masa depan yang diinginkan (Gunawan, 2017).
Menurut Gunawan (Mulyani, 2020) bila kita hendak mengubah diri, hal yang harus diubah adalah belief. Kualitas hidup manusia berbanding lurus dengan kualitas belief atau belief system yang ada di pikiran bawah sadar. Belief baik atau tidak, yang menentukan cara berpikir, berkomunikasi, membentuk sikap, dan bertindak seseorang. Setiap tindakan pasti didasari belief atau seperangkat belief. Belief ini yang mempengaruhi tindakan dan perilaku yang akhirnya akan menentukan kualitas hidup.
Belief atau keyakinan yang salah dan menyimpang memiliki kontribusi untuk menciptakan mental block. Beberapa penyebab mental block (Gunawan dalam Mulyani, 2020). Pertama, bad self image (citra diri yang buruk). Citra diri berarti penggambaran tentang diri sendiri yang merupakan hasil akumulasi gambaran yang diciptakan dan telah terpatri dalam otak bawah sadar yang erat kaitannya dengan self-esteem atau seberapa tinggi kita menghargai diri kita sendiri maka itu kita memiliki citra diri yang positif, begitupula sebaliknya jika kita tidak atau kurang menghargai diri sendiri apa adanya, berarti kita termasuk orang yang memiliki citra diri yang buruk.
Kedua, bad experience (pengalaman buruk). Pengalaman buruk atau dalam dunia psikologi disebut traumatic syndrome yang terjadi pada masa lalu. Akibat terjadinya trauma, menyebabkan seseorang menjadi sulit untuk melangkah dan menembus pikiran negatif yang melingkupi pikiran dan perasaannya. Ketiga, bad environment (lingkungan buruk). Lingkungan yang buruk berarti lingkungan yang dapat membuat dan mempengaruhi seseorang ke arah negatif dan pada akhirnya menjadi negatif dan dapat mempengaruhi individu menjadi buruk di lingkungan. Keempat, bad reference (referensi yang buruk). Rujukan bisa dikatakan sebagai sumber informasi atau acuan yang bisa dijadikan sebagai pegangan dalam berpikir, mengambil keputusan, dan lain-lain. Kelima, bad education (edukasi yang buruk).
Penyebab mental block pada guru. Pertama, ketidakpercayaan diri. Guru mungkin merasa tidak mampu atau tidak kompeten dalam mengajar, terutama dalam menghadapi tantangan baru atau teknologi. Kedua, takut gagal. Rasa takut akan kegagalan dalam mengajar atau menghadapi siswa dapat menghambat guru untuk mencoba hal baru dan berinovasi. Ketiga, stres dan tekanan. Beban kerja yang berat, ekspektasi tinggi, dan tekanan dari berbagai pihak dapat menyebabkan stres dan kecemasan, yang pada gilirannya memicu mental block. Keempat, pikiran negatif. Pikiran-pikiran negatif tentang diri sendiri, kemampuan mengajar, atau siswa dapat menghambat motivasi dan produktivitas guru. Dan kelima, kurangnya dukungan. Lingkungan kerja yang tidak mendukung, kurangnya umpan balik positif, atau kurangnya kesempatan pengembangan profesional juga dapat memperburuk mental block (AI, 2025).
Karakteristik Mental Block
Ciri-ciri seseorang yang mengalami mental block antara lain: tidak percaya terhadap kemampuan pribadi, takut untuk gagal, khawatir terhadap komentar orang lain, cemas berlebihan, mempunyai perasaan yang tidak berharga, malas, kemampuan tidak berdaya, dan mempunyai konflik dalam diri (Ramadhani, 2023).
Mental block dicirikan dengan beberapa karakteristik (Irfan Tamwifi, 2012). Pertama, kecenderungan membatasi kepercayaan diri, sehingga kepercayaan diri rendah. Kecenderungan ini biasanya mengemuka dalam pernyataan-pernyataan seperti, “Saya tidak bisa melakukan itu”, “Itu bukan bidang saya”, “Saya tidak berani melakukannya”, “Kemampuan saya tidak memadai untuk melakukan itu” dan pernyataan-pernyataan sejenisnya. Kedua, keyakinan pada adagium-adagium tertentu yang membuat seseorang memilih tidak melakukan, menghindari atau memilih suatu cara tertentu saja, dan menutup diri dari alternatif yang lain. Ketiga, menyerah, tetapi dinyatakan dengan ungkapan berpuas diri, padahal sebenarnya merasa kurang. Dan keempat, sinis, tidak respek dan enggan mencoba hal baru.
Mental block ada pada setiap orang. Bahkan mereka yang merasa sudah lepas dari mental block tertentu sangat boleh jadi terjerat pada mental block yang lain. Meski demikian, kelompok terakhir setidaknya telah menikmati perubahan dan intensitasnya lebih ringan dibanding yang pertama. Mental block menjadikan penderitanya dapat dipilahkan ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari ringan, sedang sampai dengan yang paling parah.
Mental Block yang Perlu Dirobohkan
Sedikitnya ada lima mental block yang perlu dirobohkan dalam diri seorang guru. Ibarat dinding, kelima mental block ini menyumbat banyak hal esensial; menyumbat kreativitas, menyumbat inovasi, menyumbat totalitas mengajar, menyumbat sikap ikhlas mengabdi (Pong Sahidy, 2013).
Pertama, wani piro. Berani berapa? Idiom ini mewakili mentalitas berani bayar berapa alias menuntut gaji tinggi. Sosok guru yang selama ini diidentikkan dengan Umar Bakri telah membentuk pembenaran bahwa kualitas guru akan selalu rendah dengan gaji yang juga rendah. Stigma ini tanpa disadari telah membentuk mental block: bagaimana berkualitas jika gaji atau tunjangan guru rendah. Dengan kata lain, jika ingin kualitas guru meningkat, tingkatkan pula gaji dan tunjangan hidup guru. Pembenaran itu ternyata tidak selalu benar. Tunjangan sertifikasi guru belum menunjukkan peningkatan kualitas profesionalitas secara signifikan. “Bicara tentang guru lebih banyak soal upgrade guru dalam hal ekonomi seperti pemberian tunjangan tapi belum tentu tunjangan itu serta merta meningkatkan kompetensi guru,” ungkap Suyanto, Guru Besar Universitas Yogyakarta.
Kedua, ngapain repot-repot. Ungkapan ini sering terlontar ketika guru dituntut menyajikan model dan strategi belajar yang berorientasi pada murid (student-oriented). Berdalih memiliki pengalaman mengajar selama bertahun-tahun dengan metode belajar yang ‘itu-itu saja’, ia mengklaim cukup sukses mendidik siswanya. “Tidak perlu repot-repotlah. Selama belasan tahun ya seperti ini gaya saya mengajar. Siswa saya berhasil semua.” Bukankah ini sikap pembenaran, akar mental block, yang mematikan elan inovasi dan kreativitas?
Ketiga, minim fasilitas nggak mungkin sekolah bisa maju. Pernyataan ini kerap terlontar terutama dari guru yang sekolah atau lembaganya tergolong ‘miskin’. Alih-alih mencari solusi ia malah menyalahkan keadaan melarat sekolahnya. “Tentu saja sekolah “X” maju dan berprestasi, fasilitas dan sarana belajarnya lengkap.” Tidak ada yang dilakukannya selain mengutuk keadaan. Guru seperti ini sangat lihai merespon kekurangan sekolahnya hingga soal paling kecil tanpa pernah memberi solusi.
Keempat, saya paling senior di sekolah ini. Inilah mental block senioritas yang pelan-pelan membunuh kelangsungan pendidikan di sekolah. Paling senior adalah paling berpengalaman. Paling tahu segalanya. Sekolah yang dihuni oleh mayoritas guru bermental block senioritas pelan-pelan akan berubah menjadi museum. Semuanya serba jadul: elemen pendukung sekolah akan usang digerus inovasi pembelajaran yang bergerak super cepat.
Kelima, siswa saya bodoh semua. Kalimat seperti ini memang jarang dilontarkan secara eksplisit. Tapi, ketika menghadapi siswa yang mengalami kesulitas belajar, yang pertama kali disalahkan adalah siswa. Lalu muncullah labeling negatif untuk siswa; malas belajar, IQ rendah, troublemaker. Padahal tidak ada siswa bodoh. Yang ada adalah gaya mengajar guru tidak sesuai dengan gaya belajar siswa.
Inilah lima mental block yang kerap menjangkiti guru. Bisa jadi tidak sesedikit ini. Kejujuran dan kerelaan mengevaluasi diri akan mengungkap lebih banyak lagi mental block dalam diri. Jangan sampai profesi apapun terutama guru dikuasai oleh situasi mental negatif yang menghambat profesionalitas.
Mengapa Berbahaya?
Mengapa berbahaya? Guru yang terjebak dalam mental block tidak akan bergerak ke mana-mana. Ia tidak menghasilkan apa-apa kecuali mengerjakan aktivitas rutin tanpa makna. Seperti robot ia bergerak. Tidak ada lagi kreativitas mengajar. Inovasi pembelajaran mati. Siswa disuguhi tampilan menu belajar yang nyaris sama selama bertahun-tahun.
Guru seperti ini datang ke sekolah, masuk kelas, mengajar, lantas pulang. Tiap bulan terima gaji. Semuanya muncul dari akar mental block, yakni sikap pembenaran yang justru jauh dengan nilai-nilai kebenaran.
Kenapa mental block menjadi penghambat pengembangan diri? Pertama, seseorang yang mempunyai mental block akan merasa ragu terhadap upaya-upaya yang telah ia lakukan. Ia akan merasa apapun yang dilakukannya memiliki value yang tidak berharga dan timbul rasa keraguan. Dengan begitu orang tersebut memilih untuk tidak melakukan apa-apa karena tidak percaya akan hasil yang akan ia peroleh. Kedua, memiliki pola pikir fix mindset atau pola pikir tetap. Biasanya ketika seseorang memiliki fix mindset ia akan bersikukuh pada pola pikir tersebut. Misalnya seseorang yang mengatakan “aku tidak bisa public speaking, dan hal tersebut sangat sulit.” Seseorang dengan fix mindset akan selalu berpikiran hal tersebut sehingga ia tidak akan mau mencoba dan belajar untuk menjadikan skill tersebut bisa ia lakukan dengan baik. Ketiga, memiliki perasaan pesimis. Perasaan ini berupa pemikiran negatif yang bisa membuat seseorang mengabaikan kemampuan diri sendiri. Orang yang memiliki sifat ini sering menganggap diri sendiri gagal dan merasa apa yang dikerjakannya tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya menganggap presentasi akan berjalan dengan buruk sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak bersemangat dan meragukan kemampuan diri sendiri, kemudian berakhir dengan tidak maksimal (Ramadhani, 2023).
Mental block juga merupakan salah satu hambatan seseorang untuk menyampaikan perasaan, kemampuan serta hal-hal lain yang menyangkut pesan verbal. Bencana atau malapetaka selalu datang yaitu mental block rentan terhadap kritik atau terhadap situasi emosional atau mudah merasa terancam (mudah panik, ketakutan tak beralasan baik terhadap kesehatan, hal-hal yang dipandang berbahaya, kemiskinan ataupun terhadap ketidakmampuan untuk mengontrol situasi atau diri sendiri, menganggap dunia bukan tempat yang aman). Mental block atau limiting belief bisa sejauh itu mempengaruhi kehidupan seseorang. Jadi kesuksesan dalam segi apapun, bisa saja terhalang karena faktor-faktor pengalaman masa lalu baik dari orang tua, lingkungan serta orang lain (Arif, 2012)
Agar Tidak Mendominasi Mindset
Agar mental block tidak mendominasi mindset ada beberapa hal yang bisa kita kerjakan (Ramadhani, 2023). Pertama, kenali mental block yang kita alami. Pentingnya kita mengenali diri kita sendiri adalah memahami apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan dan apakah hal-hal tersebut yang berdampak baik ataupun sebaliknya. Ketika kamu mengetahui ada pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada mental block sebaiknya kamu segera menyadari bahwa hal tersebut tidak seharusnya terjadi.
Kedua, identifikasi kepan mental block tersebut muncul. Mental block yang dirasakan seseorang bisa saja terjadi karena banyak faktor. Misalnya kurang memiliki keterampilan, belum menguasai audience saat public speaking, tidak mempunyai ilmu, pengalaman orang lain akan kegagalan, dan lain sebagainya sehingga tidak percaya diri. Kamu harus dapat mengidentifikasi kapan biasanya mental block tersebut muncul. Coba segeralah cari tahu apa penyebab mental block tersebut muncul. Apakah berhubungan dengan keterampilan, pengetahuan, situasi, dan lain sebagainya.
Ketiga, menyusun action plan untuk menghindari mental block. Seperti contoh sebelumnya, seseorang tersebut melakukan mental block karena kurangnya suatu kompetensi. Sehingga dapat disarankan agar seseorang tersebut mempunyai rasa percaya diri yang baik maka dia harus dapat belajar dan melakukan praktik. Apabila seseorang tersebut memilih untuk dapat diam dan tidak melakukan action akan mengakibatkan dia tidak mengalami peningkatan kompetensi.
Keempat, mulai melakukan sesuatu dari yang paling mudah. Ketika akan melakukan sesuatu yang baru coba lakukanlah dari yang paling mudah. Perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu akan menambah rasa kepercayaan diri dan dapat meringankan beban pikiran. Jangan memaksakan sesuatu berlebihan hingga akhirnya dapat membuat kita merasa khawatir.
Kelima, carilah lingkungan yang mendukung. Tidak bisa dipungkiri bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor penting apabila kita ingin mengembangkan diri kita kearah yang lebih baik. Contohnya ketika kamu ingin mempelajari bahasa Inggris carilah lingkungan yang sudah terbiasa untuk berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dan mereka terbuka untuk orang yang masih dalam tahap belajar. Memiliki lingkungan yang mempunyai tujuan sama akan memberikanmu motivasi dan semangat untuk bisa terus berkembang.
Kiat mengatasi mental block pada guru. Pertama, membangun kepercayaan diri. Guru perlu menyadari potensi diri, mengakui keberhasilan yang telah diraih, dan belajar untuk menerima diri sendiri apa adanya. Kedua, mengelola stres. Guru perlu belajar teknik pengelolaan stres seperti relaksasi, meditasi, atau olahraga untuk mengurangi tekanan emosional dan mental. Ketiga, mencari dukungan. Guru dapat mencari dukungan dari rekan kerja, atasan, atau konselor untuk berbagi masalah dan mendapatkan umpan balik yang positif. Keempat, mengembangkan pola pikir positif. Guru perlu belajar untuk berpikir positif tentang diri sendiri, kemampuan mengajar, dan siswa, serta fokus pada solusi daripada masalah. Kelima, mengembangkan keterampilan. Guru dapat mengikuti pelatihan, workshop, atau seminar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan diri. Keenam, meminta bantuan profesional. Jika mental block sangat mengganggu, guru dapat mencari bantuan profesional dari psikolog atau konselor untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat. Dengan mengatasi mental block, guru dapat mencapai potensi penuh mereka, meningkatkan kualitas pengajaran, dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan produktif bagi siswa (AI, 2025).
Bilamental blok terus menggerogoti guru, akan mengancam kualitas pendidikan di masa depan.
Sebagai sosok yang menginspirasi dan mencerahkan guru dituntut sanggup menginspirasi dan mencerahkan dirinya. Caranya? Runtuhkan mental block dalam diri (Syahid, 2013).
Semoga bermanfaat !!!