Kejujuran yang Menyakitkan, Lebih Baik daripada Kebohongan yang Membawa Manfaat

3 weeks ago 34

(Catatan untuk Guru !)

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Universitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)

INIPASTI.COM,  Menarik kata-kata bijak nan arif ini. ”Kejujuran yang menyakitkan itu lebih baik daripada kebohongan yang membawa manfaat.”

“Berani jujur hebat !”. “Orang jujur akan mendapatkan tiga hal yaitu kepercayaan, cinta dan rasa hormat.” Kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya dari pada berlian. Slogan-slogan tersebut sebagai upaya sekolah untuk memberikan pemahaman akan pentingnya manusia berperilaku jujur sekaligus sebagai pengingat dan membangun maindshet siapapun, bukan anak didik, termasuk guru. Pemasangan slogan tersebut merupakan bagian dari strategi menumbuhkan karakter jujur sebagaimana Arsyad (Imansyah, 2020), salah satu strategi dalam implementasi pembentukan sikap dan karakter dilakukan dengan cara membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik.\

Jika ruang kelas dan segala isinya diibaratkan tata surya, maka guru adalah mataharinya. Guru adalah pusat di mana seluruh planet berputar mengelilinginya. Mata harilah yang akan menyebabkan suasana gelap atau terang. Matahari itu juga yang akan menciptakan iklim, musim, dan juga mengatur eskalasi rotasi untuk bergerak cepat atau lambat. Segala energi yang ada di dalam kelas tidak akan berarti apapun ketika sang matahari tidak ada. … Saat ini, matahari itu adalah Anda para guru profesional. Semua mata siswa tertuju pada Anda (Yasir, 2016).

Ini adalah sebuah kekuatan yang Anda miliki sebagai seorang guru yang akan mampu “menghipnotis” siswa untuk menjadi dan melakukan apapun yang Anda mau dapatkan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Guru dengan kekuatan besar yang dimiliki saat berada di dalam kelas, tanpa disadari, akan menjadi cerminan satu proses dinamika pembelajaran satu generasi (Yasir, 2016).

Pembentuk Karakter Jujur

Berdasarkan riset Stanley kepada 1.001 responden (733 di antaranya adalah milyuner dengan kekayaan di atas USD 1 juta), yang dituangkan dalam bukunya The Millionaire Mind, terungkap bahwa bersifat jujur kepada semua orang dan memiliki hasrat untuk menjadi figur yang dihormati adalah faktor penting yang menunjang kesuksesan. James P. Kouzes dan Barry Posner melaporkan dalam buku The Leadership Challfenge bahwa para masyarakat mengharapkan empat hal dari pemimpin mereka: kejujuran, kompetensi, visi dan inspirasi (Anonymous dalam Usman, 2024).

Jujur adalah kata hati yang sesuai dengan yang diungkapkan. Jika salah satu syarat itu ada yang hilang, belum mutlak disebut jujur; jujur adalah hukum yang sesuai dengan kenyataan, dengan kata lain, lawan dari bohong; jujur adalah kesesesuaian antara lahir dan batin, ketika keadaan seseorang tidak didustakan dengan tindakan-tindakannya, begitu pula sebaliknya; dan jujur merupakan asas segala sesuatu, sedangkan ikhlas itu tidak dapat terwujud kecuali setelah masuk dalam amal.

Kejujuran adalah pangkal semua perbuatan baik manusia. Tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuran. Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar selalu berkata benar dan berlaku jujur. Ini diperintah oleh Allah melalui firman-Nya yang bermaksud: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang jujur dan benar (Q.S. al-Ahzab:70).

Rasulullah SAW bersabda: Kamu semua wajib bersikap jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada syurga(HR Ahmad, Muslim, at-Tirmizi, Ibnu Hibban). Rasulullah SAW bersabda:Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu seakan-akan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan (HR Abu Dunya). Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlak, dan pokok kemanusiaan manusia. Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlak tidak sempurna, dan seorang manusia tidak sempurna menjadi manusia.

Faktor pembentukan karakter kejujuran yang lain adalah dari lingkungan sekolah. Guru merupakan contoh dan panutan bagi para siswanya untuk dapat menjadikan siswa agar bisa berbuat jujur. Guru harus bisa memberi contoh konkret kejujuran baik melalui ucapan maupun melalui perbuatan (Anam, 2012).

Guru Menjadi Teladan

Sebagai pendidik, guru harus bisa menjadi teladan. Ini adalah harga mati. Guru bukanlah orang yang bertugas menjadikan seseorang pandai semata, ia juga perlu menunjukkan kepada siswanya bagaimana bersikap yang baik dalam hidup.

Kadang-kadang yang terjadi sebaliknya. Guru secara tidak sadar melakukan perbuatan yang menjadi contoh buruk bagi peserta didik, dalam hal kejujuran. Misalnya saja guru yang memanipulasi nilai ujian (mengatrol nilai) agar ia tidak perlu melakukan remidial teaching, atau agar tidak dianggap gagal dalam mengajar, atau guru yang malah menyarankan agar siswanya memanipulasi nilai rapor agar bisa masuk ke lembaga pendidikan favorit.

Yang sering terjadi adalah seperti kasus di sekolah-sekolah pada umumnya guru menyuruh siswanya menyontek saat ujian atau UNAS. Ini ironis, seorang guru yang harusnya memberi keteladanan malah menjerumuskan siswanya dalam tindakan tercela. Bukan menjadi teladan, guru seperti ini malah menjadi pelaku kejahatan.

Jadi tidak bisa dipungkiri lagi, agar terwujud peran guru dalam membangun budaya kejujuran akademik, hal pertama yang mesti ia lakukan adalah menjadi teladan, tentu teladan yang baik.

Di sisi lain guru juga harus mengetahui beberapa alasan siswa berbuat tidak jujur sehingga dapat mengubah kelakuan siswanya. Adapun alasan siswa berbuat tidak jujur adalah: kurang percaya diri terhadap potensi yang dimilikinya; karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk berbuat tidak jujur; dan karena keinginan untuk mendapatkan nilai yang bagus (Anonymous dalam Usman, 2024).

Di samping menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur—dengan jujur pula—guru juga perlu memberikan pengarahan kepada peserta didik tentang pentingnya kejujuran. Ini bukanlah tugas guru agama semata, tapi tugas semua guru. Guru perlu menyadari perannya dalam membangun budaya kejujuran akademik sebagai “tugas bersama”, bukan tugas “mereka”. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menyelipkan nilai-nilai moral—tidak hanya kejujuran—dalam materi-materi yang mereka ajarkan (Karimi, 2021).

Tidak Hanya di Kelas

Tidak hanya di dalam kelas, guru juga perlu memberikan pengarahan di luar kelas. Guru bisa memposisikan diri sebagai teman, yang bisa diandalkan siswa untuk mendapatkan pendidikan nilai-nilai. Peran guru dalam membangun budaya kejujuran akademik tidak terbatas di dalam kelas atau saat pelajaran, tapi juga di luar kelas saat tidak ada jam pelajaran.

Melihat kondisi ini saja, seorang guru memiliki tugas dan peranan sangat berat, tidak hanya memberikan pemahaman pembelajaran yang disampaikan saja tetapi sangat dianjurkan, diharapkan dan diberi kepercayaan penuh dari orang tua dapat memberikan tauladan yang baik dan berperan aktif membangun karakter anak sehingga membentuk kepribadian yang baik dalam hal pikiran, ucapan dan perbuatan. Tugas yang tak ringan, namun begitu mulia untuk diemban. Dari sekian butir-butir akhlak dan karakter yang harus dikembangkan dan mendapat penekanan khusus dalam dunia akademik yaitu soal kejujuran. Kejujuran harus digenggam teguh mulai usia dini, di manapun dan kapanpun. Di sini guru berperan mengarahkan, mengingatkan dengan bahasa yang baik dan mudah diresapi anak, serta memotivasi anak untuk selalu berbuat jujur. Keberhasilan seorang anak akan berpengaruh pada kehidupan. Karena keberhasilan bila diraih tanpa kejujuran pada hakikatnya adalah kegagalan (Karimi, 2021).

Kejujuran Kunci Sukses

Begitu besarnya manfaat dengan kejujuran, niscaya seseorang akan dapat mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan dalam hidupnya. Kejujuran bagi guru juga akan mudah meraih kesuksesan, banyak teman, menjadi percaya diri. Karena pada dasarnya kejujuran adalah sebuah refleksi diri sebagai ukuran tentang seberapa besar nilai kualitas hidup seseorang.

Kejujuran juga sangat menentukan kesuksesan hidup seseorang. Hati menjadi tenang tidak dikejar-kejar rasa bersalah.

Kejujuran juga mempunyai manfaat yaitu mempunyai teman yang banyak dan kunci sukses ada di tangan kita. Kejujuran memang kekayaan dalam hati yang bernilai emas dan sangat bermanfaat bagi kehidupan kita kejujuran harus dimulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal yang kecil.

Kejujuran seorang guru akan menanamkan rasa percaya diri anak didik kepadanya dan kepada perkataannya serta menghormatinya. Kujujuran seorang guru akan terlihat konsekuensi-konsekuensi tanggung jawab yang dipikul di atas pundaknya, yang mana di antaranya adalah mentransfer pengetahuan lengkap beserta hakikat dan pengetahuan-pengetahuan yang dikandungnya kepada para generasi penerus. Jika seseorang guru tidak memiliki karakter jujur, dia akan mentrasfer ilmu yang serba kurang dan tidak ilmiah, hakikat dan pengetahuan yang tidak sesuai dengan bentuk yang seharusnya dia transfer. Apabila anak didik terbiasa menerima sikap tidak baik ini dari sang guru, barangkali dia akan menganggap bagus perbuatan ini sehingga menjadi orang yang melazimi dan melakoninya.

Guru Menjadi Ujung Tombak

Guru menjadi ujung tombak dalam proses pembelajaran etika kejujuran, sehingga guru dituntut untuk konsisten dan komitmen mempertahankan kepribadiannya.

Kejujuran guru yang amat vital yakni kejujuran pada diri sendiri. Tamara (2001) menyatakan jujur pada diri sendiri juga berarti kesungguhan yang amat sangat untuk meningkatkan dan mengembangkan misi dan bentuk keberadaannya (mode of existence). Untuk memberikan yang tertinggi bagi orang lain, menampakkan dirinya sejati, apa adanya (at is us), lurus, bersih dan otentik dan menyadari bahwa keberadaanya hanya punya makna apabila memberikan manfaat bagi orang lain secara terbuka (tranparan), tanpa kepalsuan, apalagi menyembunyikan fakta-fakta kebenaran atau memanipulasinya.

Dengan demikian jujur terdapat komponen nilai rohani yang memantulkan sikap, melahirkan perilaku yang berpihak kepada kebenaran moral yang terpuji. Jujur adalah (a) berani menyatakan sesuatu yang benar, (b) transparan dalam memberikan nilai kepada siswa, dan (c) memberikan laporan yang jujur.

Akui KetidakTahuan dan Terus Belajar

Kejujuran profesional adalah gambaran suatu sikap pribadi dalam menjalankan tugas profesi oleh seseorang. Dalam artian seperti itu terkandung makna bahwa sikap pribadi itu baik berwujud nyata (dalam praktek kerja) atau tidak nyata (dalam bentuk niat, motivasi) yang melatar belakangi. Kejujuran profesional itu dapat diartikan sebagai sikap yang terlahir dalam bentuk unjuk kerja dan yang tarkandung dalam niat untuk perbaikan kinerja. Kejujuran profesional itu adalah sikap dasar yang melandasi tampilan kerja seseorang dalam menjalankan profesinya, baik yang tampak (prilaku kerja) maupun yang abstrak (niat, cita-cita dan ide). Lebih lanjut dikatakan, bahwa kejujuran professional itu, juga dapat dijadikan bahan penilaian untuk menilai apakah seseorang itu “pekerja professional atau tidak” (Hamalik, 2006).

seorang guru harus memiliki sikap jujur secara profesional. Sikap kejujuran profesional minimal yang harus dimiliki guru adalah: 1) mau mengakui kekurangan dan terus belajar, 2) jujur menerima hasil penilaian kinerja meskipun dinilai minor, 3) merencanakan anggaran belanja pengembangan profesionalisme profesinya, dan 4) taat hukum (Yasir, 2016).

Bagi guru, kejujuran profesional itu penting, dan mesti dipahami dengan benar. Jika tidak, guru akan masuk pada wilayah “praktek pengajaran yang salah.”

Akui Ketidak Tahuan dan Terus Belajar (AKT2B). “Jujurlah”, ini selalu kata yang guru ucapkan dan ajarkan pada siswanya. Tetapi apakah sang guru yang selalu mengucapkan dan mengajarkan kejujuran itu mau mengakui ketidaktahuannya? Sering guru mengabaikan dan bahkan menyembunyikan ketidaktahuannya tentang sesuatu berkenaan dengan tugasnya. padahal ketidaktahuan itulah yang kadang kala sebagai sumber ketidakbermutuan kinerja guru tersebut. Indikasi ketidaktahuan bahwa ia “salah” adalah: a) kurangnya guru berupaya meningkatkan pengetahuannya sehubungan dengan tugas-tugasnya sebagai guru, padahal ilmu pengetahuan terus berkembang, b) jika ketidaktahuan guru tersebut dikritik dan diberikan masukan oleh teman sejawat, maka ia berpura-pura sudah “lebih dulu tahu”, padahal sesungguhnya ia tidak “tahu” (guru seperti ini cenderung egois, angkuh dalam ketidaktahuan, bertugas apa adanya dan tidak punya daya inovasi) (Safitri, dkk. ,2022).

Itulah sebabnya, seorang guru dituntut untuk jujur atas ketidak tahuannya (jangan malu bertanya, mengaku tidak tahu sekalipun pengakuan tidak tahu itu diucapkan di hadapan siswanya) saat dalam bertugas, sehingga apa yang menjadi tujuan guru mengajar siswanya dapat tercapai. Indikasi guru jujur dalam hal ini adalah: a) mau belajar dan bertanya atas ketidak tahuannya pada senior, kepala sekolah atau teman sejawat; b) Suka berdiskusi tentang tugas-tugas yang dihadapi sehari-hari; c) Selalu ingin bekerja dengan hasil yang terbaik; d) selalu menyempatkan diri membaca buku-buku sehubungan dengan tugasnya sebagai guru, dan e) masih saja merasa tidak puas dengan hasil kerjanya sendiri meski telah banyak melakukan perbaikan dan dapat pujian dari orang dalam bekerja. Lillian Smith menyatakan “saat Anda berhenti belajar, berhenti mendengarkan, berhenti mencari dan bertanya, berhenti menanyakan hal-hal baru, maka ini adalah saat untuk mati” (Anang, 2010).

Menumbuhkan Sifat Shiddiq

Imam Ghazali (Ihya, Vol. 4) menyebutkan ada 6 jenis shiddik yang perlu direalisasikan dalam diri seorang mu’min agar menjadi mu’min yang sebenarnya.

Pertama, shidqul lisan (benar dalam ucapan)

Ucapan manusia adalah ekspressi yang ada di hatinya. Hati yang baik melahirkan ucapan yang baik. Sebaliknya hati yang buruk mengeluarkan ucapan yang buruk.Perbaikan ucapan harus dimulai dari perbaikan hati. Apabila hati baik, ucapan yang keluar menjadi baik dan selanjutnya akan mengikuti oleh prilaku yang baik. Dan prilaku yang baik akan dibalas dengan ampunan dosa yang dapat membersihkan diri manusia. “Hai orang-orang yang beriman bertaubatah kepada Allah dan berkatalah yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan dan mengampuni dosa-dosamu (QS.33).

Kedua, shidqul niyah dan irodah (benar dalam keyakinan dan motivasi)

                    Nilai perbuatan seseorang tergantung motivasi dan niatnya. Manakala perbuatan yang baik dilandasi dengan niat yang baik, mangharap ridho Allah maka nilai perbuatan itu menjadi baik, sebaliknya manakala motivasi dan niatnya buruk sekaligus tampak lahiriahnya kelihatan baik, seperti apa-apa yang kadang-kadang dilakuakan oleh orang munafik. Nabi bersabda :“sesungguhnya amal perbuatan manusia tergantung niatnya. Dan amal setiap orang mendapatkan balasan perbuatan yang tergantung niatnya.”

Ketiga, shidqul ‘azmi (benar dalam tekad)

              Untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar tidak cukup dengan adanya keinginan dan motivasi, tetapi harus ditopang dengan tekad yang kuat untuk merealisasikan perbuatan tersebut banyak rintangan, tantangan dan kendalanya. Suksesnya Abu Bakar dalam memerangi orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat, karena tekadnya yang luar biasa untuk memerangi orang-orang murtad sekalipun sendirian tanpa dukungan sahabat-sahabatnya yang lain. Tekad inilah yang kemudian mendapatkan dukungan dan simpati Umar dan seluruh sahabat yang lain.

Keempat, shidqul wafa’ (benar dalam kesetiaan)

                    Wafa (setia) adalah sifat ulul albab, orang-orang suci, orang-orang mu’min dan muttaqin yang dipuji didalam Al Qur’an. Ulul albab adalah “orang-orang yang setia memenuhi janjinya kepada Allah dan tidak merusak janji” orang-orang Abror (suci) adalah yang setia menunaikan nazarnya dan takut akan sesuatu hari (kiamat) yang azabnya tersebar dimana-mana .

Kelima, shidqul amal (benar dalam perbuatan)

Risalah manusia adalah untuk beramal, berbuat yang shaleh dan positif. “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat amal perbuatannya. (QS. At-Taubah : 105). Amal perbuatan yang benar yang akan menjadi bekal yang membahagiakan manusia kelak di akhirat.” Barang siapa yang lebih berat timbangan amal baiknya maka dia akan mendapatkan kehidupan yang menyenangkan” (101 :7).

Keenam. shiddiq dalam merealisir tingkatan-tingkatan terpuji.

                    Mu’min sejati adalah yang dapat mengembangkan seluruh pontensi dan sifat-sifatnya. Seperti yang digamabrkan dalam surat Attaubah (9: 111-112) “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. Sesungguhnya itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah ?maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan. Dan itulah kemenangan yang besar . “mereka itulah orang-orang yang bertaubat, yang beribadah, yang memuji Allah, yang melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihar hukum-hukum Allah dan gembiralah orang-orang mu’min itu..selain itu terdapat juga dalam QS. Al-Ahzab : 35. Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab : 35).

Setelah kita melihat urgensitas sifat shiddiq ini, maka setidaknya muncul dalam hati kita keinginan untuk melengkapi diri dengan sifat ini.Karena sifat ini benar-benar merupakan intisari dari kebaikan.Dan sifat ini pulalah yang dimiliki oleh sahabat yang paling dicintai Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq.

Menumbuhkan Sifat Jujur Guru

Penulis melihat ada beberapa cara yang semoga dapat membantu menumbuhkan sifat ini (Anonymous, 2019). Pertama, senantiasa memperbaharui keimanan dan keyakinan kita (baca; ketsiqahan) kepada Allah SWT. Karena pondasi dari sifat shiddiq ini adalah kuatnya keyakinan kepada Allah. Kedua, melatih diri untuk bersikap jujur diamana saja dan kapan saja serta kepada siapa saja. Karena kejujuran merupakan karakter mendasar sifat shiddiq. Ketiga, melatih diri untuk senantiasa membenarkan sesuatu yang datang dari Allah (Al-Qur’an dan sunnah), meskipun hal tersebut terkesan bertentangan dengan rasio. Karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Sementara ijtihad manusia masih sangat memungkinkan adanya kesalahan. Keempat, senantiasa melatih diri untuk komitmen dengan Islam dalam segala aspeknya; aqidah, ibadah, akhlaq dan syari’ah. Karena salah satu ciri siddiqin adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam: “…barang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus…”

Kelima, sering mentadaburi ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah SAW mengenai sifat shiddiq. Karena mentadaburi ayat dan hadits juga merupakan cara tersendiri yang sangat membekas dalam jiwa manusia. Keenam, senantiasa membuka-buka lembaran-lembaran sejarah kehidupan salafu shaleh, terutama pada sikap-sikap mereka yang menunjukkan kesiddiqannya. Dan ketujuh, memperbanyak dzikir dan amalan-amalan sunnah. Karena dengan hal-hal tersebut akan menjadikan hati tenang dan tentram. Hati yang seperti ini akan mudah dihiasi sifat shiddiq.

Manfaat Kejujuran

Menurut Lazuardi (Mukmin dan Fitriyani Fitriyani, 2020) terdapat beberapa manfaat dari kejujuran : perasaan dan hati seseorang menjadi tenang; ujur akan membuat pelakunya menjadi tenang dan tidak memiliki beban hal ini disebabkan ia tidak takut akan diketahui kebohongannya; mendapatkan pahala jujur akan membuat pelaku mendapatkan pahala dari Tuhan; orang yang jujur senantiasa dihormati oleh sesama manusia karena semua orang menghargai kejujuran; orang yang jujur akan mendapatkan keberkahan dalam usahanya; orang yang jujur senantiasa selamat dari bahaya dan kejujurannya akan membawa manusia ke jalan yang benar; orang yang jujur akan banyak teman karena kejujuran membuat orang-orang disekitar kita akan senang; orang yang jujur akan berteman dengan siapa saja; orang yang jujur senantiasa memiliki nama baik jika kita sering berbuat jujur, maka akan banyak orang yang mengetahui hal tersebut. Jika banyak orang yang mengetahui hal tersebut nanti diluar mereka akan membicarakan tentang kejujuran kita.

Kejujuran itu akan mengantarkan kepada kebaikan. Hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur antar lain, yaitu: hidup aman dan tentram; memperoleh kemudahan dalam hidup; selamat dari azab maupun bahaya; mendapatkan jaminan masuk surga; dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya (Agustin dan Wawan Kurniawan, 2017).

Semoga bermanfaat !

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|