INIPASTI.COM, Manila, 12 Maret 2025– Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditangkap pada Selasa, 11 Maret 2025, di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, usai mendarat dari Hong Kong. Penangkapan ini jadi sorotan dunia karena dilakukan atas perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC), terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam “perang melawan narkoba” yang ia gagas saat menjabat (2016-2022). Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana kasus ini berkembang? Inipasti.com ungkap fakta-faktanya.
Kronologi Penangkapan
Duterte, 79 tahun, tiba di Manila pukul 09:20 waktu setempat dengan penerbangan Cathay Pacific CX 907 dari Hong Kong, tempat ia kampanye untuk calon senator jelang pemilu paruh waktu Mei 2025. Begitu turun dari pesawat, polisi Filipina menahannya berdasarkan surat perintah ICC yang diterima Interpol Manila dini hari itu. Kantor Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengonfirmasi, “Interpol menyampaikan surat perintah resmi, dan kami wajib mematuhinya.” Duterte awalnya ditahan di Pangkalan Udara Villamor, lalu dilaporkan diterbangkan ke Den Haag, Belanda, markas ICC, pada pukul 23:03 waktu Manila tadi malam untuk proses hukum lanjutan.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini berakar dari kebijakan antinarkoba Duterte yang kontroversial. Saat jadi Wali Kota Davao (1988-2016) dan Presiden (2016-2022), ia luncurkan operasi seperti “Project Double Barrel,” yang beri lampu hijau polisi dan warga sipil untuk eksekusi tersangka narkoba tanpa pengadilan. Data resmi kepolisian catat 6.200 kematian, tapi kelompok HAM seperti Human Rights Watch klaim angka aslinya bisa capai 30.000, termasuk korban eksekusi ilegal. ICC mulai selidiki dugaan ini sejak 2018, fokus pada periode 1 November 2011 hingga 16 Maret 2019—sebelum Filipina cabut keanggotaan ICC pada 2019 atas perintah Duterte.
ICC tetap klaim punya yurisdiksi karena kejahatan terjadi saat Filipina masih anggota. Pada Juli 2023, panel hakim ICC tolak bantahan Filipina, dan surat perintah penangkapan diterbitkan awal Maret 2025. ICC tuduh Duterte bertanggung jawab atas “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan,” dengan bukti 43 kasus spesifik disorot.
Perkembangan Terkini
Hari ini, 12 Maret, Duterte dijadwalkan mendarat di Belanda untuk jalani pemeriksaan awal di unit penahanan ICC di Scheveningen, Den Haag. Juru bicara ICC, Fadi Abdullah, bilang, “Sidang awal akan dijadwalkan segera setelah ia tiba.” Duterte bakal ditahan di sel individu dengan fasilitas dasar—komputer tanpa internet, TV, dan toilet—sambil siapkan pembelaan. Proses ini bisa lama, karena ia berhak ajukan banding atau minta pengadilan Filipina campur tangan sebelum ekstradisi penuh.
Di Filipina, penangkapan ini picu gelombang reaksi. Wakil Presiden Sara Duterte, putrinya, sebut ini “penghinaan terhadap kedaulatan Filipina” dan tuduh pemerintah Marcos serahkan ayahnya ke “kekuatan asing.” Eks jubir Duterte, Salvador Panelo, bilang penangkapan ilegal karena ICC tak punya kuasa hukum di Filipina pasca-2019. Tapi Presiden Marcos Jr. bela tindakan ini sebagai “kewajiban internasional,” meski pemerintah sebelumnya ogah kerja sama dengan ICC.
Bagaimana Ini Terjadi?
Kasus ini panjang. Awalnya, Duterte populer karena janji basmi narkoba—ia menang pemilu 2016 dengan slogan tegas. Tapi kebrutalannya, termasuk ucapan kontroversial seperti bandingkan diri dengan Hitler, undang kecaman global. ICC buka penyelidikan 2018, tapi Duterte tarik Filipina dari keanggotaan setahun kemudian. Marcos Jr., sekutu awal Duterte, pelan-pelan ubah sikap—dari tolak ICC jadi terbuka kerja sama—setelah hubungan politik dengan keluarga Duterte retak, terutama usai Sara Duterte ancam bunuh Marcos November lalu.
Reaksi Publik dan Dunia
Di X, netizen Filipina terpecah. Ada yang dukung penangkapan, seperti @rapplerdotcom yang laporkan ini “preseden pertama presiden Filipina hadapi ICC.” Tapi pendukung Duterte, seperti @PhilstarNews, bilang ia masih berpengaruh dan penangkapan ini politis. China, via ANTARA, bilang pantau situasi ini karena implikasinya ke stabilitas kawasan. Di Indonesia, @doelpaten bilang kasus ini “pelajaran buat mantan presiden.”
Apa Selanjutnya?
Duterte kini di tangan ICC. Kalau terbukti bersalah, ia bisa dihukum penjara seumur hidup. Tapi prosesnya panjang—bisa tahunan—dan Filipina masih bisa tolak ekstradisi penuh. Inipasti.com akan terus ikuti perkembangan di Den Haag dan Manila. Kasus ini jadi cermin: kekuasaan tak selamanya lindungi seseorang dari hukum. (Raka)