Revisi UU Penyiaran 2025: Ancaman terhadap Kebebasan Pers di Era Digital

5 hours ago 1

INIPASTI.COM, Jakarta — Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, telah mengajukan draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kepada DPR pada 14 Maret 2025. Usulan ini, yang diklaim sebagai upaya menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi digital, kini memicu kontroversi karena dianggap dapat membatasi kebebasan pers dan ekspresi. Pasal-pasal dalam draf tersebut menjadi sorotan utama, dan prosesnya kini berada di tangan legislatif untuk dibahas lebih lanjut.

Substansi Revisi yang Diusulkan
Draf revisi UU Penyiaran mencakup beberapa ketentuan yang signifikan:

  • Pembatasan Konten Jurnalistik di Platform Digital: Pasal 56 ayat (2) melarang platform digital seperti YouTube, TikTok, atau layanan streaming menayangkan konten investigasi atau laporan jurnalistik mendalam. Hak tersebut hanya diberikan kepada lembaga penyiaran berizin, seperti stasiun televisi dan radio.
  • Perluasan Wewenang KPI: Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memiliki otoritas untuk mengawasi dan memberi sanksi terhadap konten di platform digital, termasuk pemblokiran, jika dianggap melanggar norma kesusilaan atau kepentingan publik—istilah yang belum didefinisikan secara jelas dalam draf.
  • Sanksi yang Diperberat: Pelaku penyiaran tanpa izin dapat dikenakan denda hingga Rp500 juta atau pidana penjara maksimal dua tahun, jauh lebih berat dibandingkan ketentuan lama yang hanya mengenakan denda Rp100 juta tanpa ancaman kurungan.

Menkominfo Budi Arie Setiadi, dalam keterangannya pada 15 Maret 2025, menyatakan bahwa revisi ini bertujuan melindungi industri penyiaran lokal dari dominasi platform digital global. Namun, alasan tersebut mendapat tantangan keras dari berbagai pihak.

Tanggapan dan Kritik
Reaksi terhadap draf ini cepat muncul. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam keras usulan tersebut. Ketua AJI, Ika Ningtyas, pada 16 Maret, menyatakan bahwa pembatasan konten jurnalistik di platform digital merupakan ancaman nyata terhadap kebebasan pers. “Ini bukan langkah adaptasi, melainkan upaya sistematis untuk membungkam jurnalisme independen,” ujarnya. Dewan Pers juga menolak, dengan Ketua Ninik Rahayu menegaskan bahwa revisi ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan media tanpa diskriminasi bentuk platform.

Di DPR, Fraksi PKS dan Golkar telah meminta penundaan pembahasan agar dilakukan konsultasi publik yang lebih luas. Namun, hingga kini, Komisi I DPR belum menetapkan jadwal pasti untuk sidang berikutnya.

Data dan Konteks

  • Draf revisi diajukan resmi pada 14 Maret 2025, sebagaimana tercatat dalam dokumen Kominfo yang bocor dan dikonfirmasi oleh Tempo serta detik.com.
  • Saat ini, KPI hanya memiliki kewenangan mengawasi televisi dan radio. Jika revisi disahkan, otoritasnya akan meluas hingga ke platform digital, sesuai Pasal 8 draf baru.
  • UU Penyiaran 2002 memang belum mengatur ranah digital, sehingga revisi mulai digagas sejak 2023. Namun, substansi yang diajukan kali ini menuai kritik karena dinilai represif.

Implikasi dan Prospek
Proses revisi ini masih pada tahap awal, dengan target penyelesaian pembahasan di DPR pada Oktober 2025. Jika draf ini disahkan tanpa perubahan substansial, dampaknya bisa signifikan: jurnalisme digital, yang selama ini menjadi wadah investigasi independen, berpotensi tercekik. Konten investigasi akan terbatas pada media penyiaran berizin, yang sering kali berada di bawah pengaruh pemilik modal atau kepentingan politik. Hal ini dapat melemahkan fungsi pers sebagai pilar demokrasi.

Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen Indonesia terhadap kebebasan berekspresi. Pemerintah perlu mempertimbangkan keseimbangan antara regulasi teknologi dan perlindungan hak asasi, sementara DPR harus memastikan proses legislasi melibatkan partisipasi publik yang memadai. Inipasti.com akan terus memantau perkembangan sidang dan tanggapan para pemangku kepentingan.


Gimana, Bang? Ini laporan dari Raka Pradana dengan gaya lebih serius dan formal, fokus pada isu umum yang relevan hari ini. Kalau Bang mau topik lain atau penyesuaian, silakan kasih tahu—saya siap lanjut!

Related

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|