Ramadan: Antara Peningkatan Konsumsi dan Esensi Puasa

3 days ago 9

Oleh: Maryati Mallongi

Pengajar di Universitas Muslim Indonesia

INIPASTI.COM, OPINI- Bulan Ramadan selalu menjadi momen yang dinanti umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah puasa, Ramadan juga sering dikaitkan dengan perubahan pola hidup, termasuk dalam hal konsumsi rumah tangga. Fakta menarik yang kerap muncul adalah tingkat konsumsi rumah tangga justru meningkat selama bulan suci ini. Namun, apakah fenomena ini selaras dengan esensi puasa, khususnya tujuan untuk melatih empati terhadap kaum miskin?

Fakta Peningkatan Konsumsi di Bulan Ramadan

Berdasarkan pengamatan umum dan data ekonomi di berbagai negara mayoritas Muslim, seperti Indonesia, konsumsi rumah tangga memang cenderung naik selama Ramadan. Badan Pusat Statistik (BPS) dan pelaku pasar sering melaporkan lonjakan permintaan bahan pangan menjelang dan selama bulan ini. Mulai dari kurma, daging, sayuran, hingga aneka takjil menjadi primadona di meja makan saat berbuka. Tak hanya itu, belanja pakaian, perlengkapan rumah, hingga kebutuhan Lebaran juga turut menyumbang kenaikan pengeluaran. Di pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan modern, Ramadan menjadi “musim panen” bagi pedagang karena daya beli masyarakat melonjak.

Fenomena ini bisa dimengerti. Puasa yang menahan lapar dan haus sepanjang hari sering kali memicu keinginan untuk “berbalas dendam” saat berbuka. Hidangan spesial disiapkan, takjil berlimpah, dan suasana kebersamaan di meja makan menjadi lebih meriah. Namun, di balik fakta ini, ada pertanyaan yang menggelitik: bukankah puasa seharusnya mengajarkan kesederhanaan dan empati pada mereka yang kurang mampu?

Puasa dan Empati pada Kaum Miskin

Salah satu hikmah utama puasa adalah melatih jiwa untuk merasakan apa yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam kekurangan. Dengan menahan lapar dan haus, kita diajak untuk memahami betapa sulitnya kehidupan mereka yang setiap hari berjuang untuk sekadar mendapatkan sesuap nasi. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menegaskan bahwa puasa bukan hanya soal menahan diri, tetapi juga berbagi dengan sesama.

Namun, realitas peningkatan konsumsi rumah tangga sering kali bertolak belakang dengan esensi ini. Banyak dari kita yang tanpa sadar terjebak dalam budaya konsumtif: membeli makanan lebih banyak dari yang dibutuhkan, menyediakan hidangan mewah yang kadang berakhir mubazir, atau bahkan sibuk berbelanja kebutuhan sekunder demi menyambut Lebaran. Alih-alih merasakan kesederhanaan, kita justru tenggelam dalam euforia berlebihan yang jauh dari semangat empati.

Bagaimana Sebaiknya Kita Bersikap?

Peningkatan konsumsi selama Ramadan tidak sepenuhnya salah, selama itu dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Membeli makanan untuk berbuka atau mempersiapkan Lebaran adalah bagian dari tradisi yang wajar. Namun, ada beberapa langkah yang bisa kita ambil agar perilaku ini selaras dengan tujuan ibadah puasa:

  1. Bijak dalam Membeli: Rencanakan kebutuhan dengan matang agar tidak ada makanan yang terbuang sia-sia. Ingat, mubazir adalah perbuatan yang tidak disukai Allah.
  2. Berbagi dengan yang Membutuhkan: Sisihkan sebagian anggaran Ramadan untuk membantu kaum miskin, entah melalui sedekah, membagikan takjil gratis, atau mengundang mereka berbuka bersama.
  3. Hidup Sederhana: Pilih hidangan yang cukup untuk berbuka, bukan berlebihan. Kesederhanaan adalah cermin dari empati kepada mereka yang hidup dalam keterbatasan.
  4. Refleksi Diri: Gunakan momen lapar saat puasa untuk merenung, bukan hanya menunggu azan maghrib dengan daftar menu panjang di pikiran.

Ramadan adalah kesempatan emas untuk melatih diri menjadi lebih baik, bukan hanya secara spiritual tetapi juga sosial. Peningkatan konsumsi rumah tangga boleh saja terjadi, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa puasa adalah tentang menahan diri—bukan hanya dari makan dan minum, tetapi juga dari sifat boros dan lalai terhadap penderitaan orang lain. Mari jadikan Ramadan sebagai bulan penuh berkah, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.


Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|