
Oleh: Ouche Pungkasari (Penyuluh Pajak)
SULTRAKINI.COM: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 tentang Ketentuan Pelaporan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan untuk mendukung sistem administrasi perpajakan terbaru yang terintegrasi dengan sistem Coretax.
Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah ketentuan mengenai mekanisme pembulatan atas jumlah Pajak Penghasilan (PPh) dalam bukti potong yang dibuat oleh pemotong pajak.
Mengacu pada Pasal 129 PER-11/PJ/2025, jumlah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Pajak Penghasilan yang tercantum dalam:
a. Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26;
b. Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Unifikasi;
c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan,
diisi dengan pembulatan ke dalam rupiah penuh.
Ketentuan pembulatan dalam sistem Coretax ke dalam rupiah penuh adalah sebagai berikut:
a. Nilai < Rp0,50 dibulatkan ke bawah.
b. Nilai ≥ Rp0,50 dibulatkan ke atas.
Contoh pembulatan dan penulisan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dalam pembuatan bukti potong:
1. Penghasilan bruto pegawai tetap pada PT RST sebesar Rp25.000.400,47. Maka jumlah yang ditulis pada DPP untuk pembuatan bukti potong PPh Pasal 21 adalah Rp25.000.400,00.
2. Harga jual emas perhiasan sebesar Rp50.320.100,55. Maka jumlah yang ditulis pada DPP untuk pembuatan bukti potong PPh Pasal 22 adalah Rp50.320.101,00.
3. Jumlah bruto royalti sebesar Rp70.000.020,50. Maka jumlah yang ditulis pada DPP untuk pembuatan bukti potong PPh Pasal 23 adalah Rp70.000.021,00.
Mengapa Hal Ini Penting untuk Diketahui?
1. Perhitungan pajak lebih sederhana: Aturan pembulatan angka DPP membuat proses penghitungan pajak terutang menjadi lebih praktis dan mudah dipahami.
2. Keseragaman pelaporan: Pembulatan wajib dilakukan secara konsisten agar data dalam bukti potong, SPT Masa, dan laporan DJP tidak terdapat perbedaan.
3. Sinkronisasi dengan sistem Coretax: Kesalahan pembulatan bisa menyebabkan ketidaksesuaian data saat pemrosesan otomatis dalam sistem e-Bupot.
4. Meminimalkan risiko perbedaan dalam pemeriksaan pajak: Perbedaan angka sekecil apa pun bisa menimbulkan potensi koreksi atau permintaan klarifikasi dari DJP.
Tips Praktis bagi Wajib Pajak dan Pemotong
1. Pastikan pembulatan DPP tidak mengubah kewajaran nilai transaksi yang sebenarnya.
2. Gunakan template otomatis dari aplikasi e-Bupot yang sudah disesuaikan dengan aturan ini.
3. Lakukan pembulatan setelah semua perhitungan selesai, bukan saat menghitung tarif.
4. Simpan dokumentasi perhitungan sebelum pembulatan sebagai arsip jika dibutuhkan saat pemeriksaan.
5. Selalu komunikasikan dengan lawan transaksi yang akan dibuatkan bukti potong apabila pembulatan diperlukan dalam penginputan bukti potong.
Kesimpulan
Dengan diberlakukannya ketentuan mengenai pembulatan PPh dalam bukti potong sebagaimana tercantum dalam PER-11/PJ/2025 mulai 22 Mei 2025, DJP mendorong standarisasi dan keakuratan pelaporan perpajakan di era digital. Oleh karena itu, Wajib Pajak dan pemotong perlu memperhatikan aspek teknis seperti pembulatan ini agar terhindar dari kesalahan administrasi dan potensi sanksi administrasi.***