Kuasa Hukum Ungkap Dugaan Keterlibatan Mantan Gubernur Sultra dalam Kasus Korupsi BBM Kantor Penghubung

2 weeks ago 30

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Dugaan keterlibatan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi dalam kasus korupsi belanja bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas Kantor Badan Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta mencuat ke publik. Informasi itu disampaikan oleh tim kuasa hukum Wa Ode Kanufia Diki (WKD), tersangka dalam perkara yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra.

Ketua tim kuasa hukum, Aqidatul Awwami, menyatakan kliennya tidak menikmati dana yang diduga diselewengkan. Sebaliknya, dana sekitar Rp560 juta yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023 justru digunakan untuk kepentingan sejumlah pejabat, termasuk mantan gubernur dan keluarganya.

“Tidak dinikmati oleh Ibu WKD. Tidak ada ditemukan dalam bentuk barang, tidak ada aliran ke rekening, dan tidak ada indikasi pencucian uang,” kata Aqidatul saat ditemui di Kendari, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, dana tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga keluarga mantan gubernur di Jakarta, seperti pembayaran listrik, belanja pribadi anak, hingga gaji asisten rumah tangga. Ia juga menuding dana serupa dimanfaatkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra Asrun Lio untuk kegiatan pribadi, termasuk perayaan ulang tahun.

Aqidatul menyebut, kliennya hanya menjalankan perintah dan tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan anggaran. Ia menilai penggunaan dana oleh sejumlah pejabat sudah berlangsung lama dan dianggap sebagai hal lumrah.

“Anak bungsu Pak Ali Mazi sekali belanja di Indomaret bisa Rp10 juta sampai Rp20 juta. Bahkan untuk antar jemput dan mobil yang digunakan juga diatur langsung oleh mereka, biayanya diambil dari anggaran itu,” ujarnya.

Kuasa hukum juga menyoroti perubahan pola pengelolaan anggaran setelah WKD digantikan oleh Yusra Yuliana Basra (YY) sebagai Pelaksana Tugas Kepala Kantor Penghubung pada Maret 2023. Pada masa itu, muncul penggunaan rekening penampung atas nama seseorang bernama Ridho dengan alasan pengadaan BBM dan pelumas.

“Dugaan penyimpangan yang berkaitan dengan rekening penampung itu terjadi setelah masa jabatan klien kami berakhir,” katanya.

Lebih lanjut, Aqidatul menyebut pemberhentian WKD dari jabatannya diduga karena menolak menandatangani dokumen pertanggungjawaban yang tidak sesuai aturan. Ia mengklaim, WKD sempat meminta arahan kepada Sekda Sultra mengenai hal tersebut, tetapi tidak mendapat jawaban yang jelas.

“Pak Sekda hanya bilang: ‘pintar-pintarlah kalian’. Artinya, mereka tahu ada penggunaan dana di luar prosedur,” ujar Aqidatul.

Kuasa hukum mendesak Kejati Sultra agar memeriksa semua pihak yang disebut dalam keterangan tersebut, termasuk mantan gubernur, untuk memastikan arah aliran dana.

Anggota tim kuasa hukum lainnya, Jusmang Jalil, menambahkan adanya dugaan “titipan anggaran” oleh Ali Mazi dalam pagu Kantor Penghubung sejak 2020. Ia menyebut, tidak lama setelah WKD dilantik, mantan gubernur memanggil kliennya ke Rumah Jabatan Gubernur di Kendari untuk membahas tambahan anggaran senilai Rp3 miliar.

“Jumlah pagu yang semula sekitar Rp1,3 miliar menjadi Rp4,3 miliar. Permintaan itu tidak melalui pembahasan dengan DPRD,” kata Jusmang.

Ia menduga, penambahan anggaran tersebut tidak digunakan untuk kegiatan operasional kantor, melainkan untuk keperluan pribadi pejabat tertentu. “Kalau ini diusut sejak tahun 2020, kerugian negara seharusnya lebih besar. Tapi BPK tidak menemukan temuan apa pun pada 2020–2022,” ujarnya.

Tim kuasa hukum WKD berharap Kejati Sultra menelusuri dugaan keterlibatan pejabat tinggi secara menyeluruh. Mereka menilai kasus ini tidak boleh berhenti di level pelaksana teknis semata.

“Kami tidak membela kesalahan, tapi membela kebenaran. Jika benar dana itu dipakai untuk kepentingan pribadi pejabat tinggi, maka semua pihak yang terlibat harus diperiksa,” kata Aqidatul.

Laporan: Riswan

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|