
SULTRAKINI.COM: Pemilihan anggota Senat Universitas Halu Oleo (UHO), yang seharusnya menjadi cerminan demokrasi akademik, kini menjadi sorotan tajam. Dr. Muhammad Zein Abdullah, S.IP, M.Si—akademisi senior sekaligus bakal calon Rektor UHO periode 2025–2029—menyatakan penolakannya terhadap proses pemilihan yang dinilainya sarat intervensi, manipulasi, dan praktik nepotisme.
“Proses pemilihan ini tidak mencerminkan semangat demokrasi kampus yang seharusnya menjunjung keterbukaan dan partisipasi. Saya menolak terlibat dalam proses yang telah dikondisikan dan direkayasa oleh oknum pimpinan universitas maupun fakultas,” tegas Zein saat diwawancarai di Kendari, Senin (24/3).
Permasalahan ini mencuat sejak diberlakukannya Permendikti Saintek Nomor 21 Tahun 2025 tentang Statuta Universitas Halu Oleo. Alih-alih memperkuat mekanisme demokratis, aturan tersebut justru dinilai membuka celah bagi manipulasi kekuasaan.
Muhammad Zein mengungkapkan bahwa tahapan seleksi anggota senat di tingkat program studi dan fakultas tidak dilakukan secara transparan. “Saya sudah berkomunikasi dengan banyak dosen, dan ternyata ada nama-nama yang telah ditetapkan diam-diam tanpa persetujuan atau keinginan dari yang bersangkutan,” ujarnya.
Dugaan Penyimpangan dalam Pemilihan Senat
Dalam keterangannya, Zein menyebut setidaknya empat modus operandi yang memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam proses pemilihan:
1. Penetapan calon anggota senat secara sepihak
Oknum pimpinan universitas diduga menetapkan kandidat secara diam-diam, hanya memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki kedekatan dengan kelompok tertentu.
2. Manipulasi regulasi
Aturan pemilihan diduga sering kali direvisi mendadak untuk menguntungkan pihak tertentu serta membatasi akademisi kritis yang tidak sejalan dengan kepentingan pimpinan universitas.
3. Tekanan dan intimidasi terhadap pemilih
Dosen yang ingin memilih secara independen dikabarkan menghadapi ancaman berupa sanksi administratif hingga tekanan terkait posisi akademik mereka.
4. Mobilisasi suara untuk kepentingan politik
Pemilihan senat diduga dijadikan alat politik dengan mobilisasi suara melalui janji jabatan atau fasilitas akademik.
Dampak Terhadap Kepemimpinan Kampus
Menurut Zein, intervensi dalam pemilihan senat akan berdampak langsung terhadap kualitas kepemimpinan kampus. Senat yang dikondisikan hanya akan meloloskan calon rektor yang dapat dikendalikan, bukan yang memiliki visi dan integritas akademik.
“Jika pemilihan anggota senat saja sudah cacat, bagaimana kita bisa berharap pada rektor yang mandiri?” tanyanya.
Lebih jauh, praktik-praktik tersebut disebut berpotensi merusak etika akademik dan menurunkan kredibilitas UHO di mata publik. “Kampus adalah benteng moral dan intelektual bangsa. Ketika demokrasi di dalamnya disandera, maka integritas akademik nasional ikut terancam,” tegasnya.
Sikap Tegas dan Solusi
Atas dasar itu, Muhammad Zein Abdullah menyatakan sikap tegas:
1. Menolak proses pemilihan anggota senat yang diduga sarat nepotisme.
2. Mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia untuk membatalkan hasil pemilihan dan mengulang proses dari awal.
3. Meminta pembentukan tim investigasi independen untuk mengungkap dugaan penyimpangan.
“Universitas seharusnya menjadi role model demokrasi yang sehat. Jika kampus tunduk pada kekuasaan, maka tak akan lahir pemimpin akademik yang berkualitas,” kata Zein.
Sebagai solusi, ia menawarkan transparansi dalam proses pemilihan, partisipasi inklusif, serta perlindungan terhadap pemilih dan kandidat dari intimidasi. Ia menegaskan bahwa reformasi bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga tanggung jawab moral seluruh civitas akademika Indonesia.***