Tersiksa Debu Aktivitas Tambang

1 week ago 18

SULTRAKINI.COM: KOLAKA-Gerbang pelabuhan ipip Debu beterbangan akibat aktivitas penggalian dan penimbunan di pelabuhan bongkar muat milik perusahaan tambang nikel PT Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP). Warga sekitar mengeluhkan batuk dan sesak napas.

Sudah dua tahun Nasrum tidak bisa tidur nyenyak. Raungan suara beko mengusik ketenangan malam pria yang tinggal sekitar 500 meter dari lokasi penggalian PT IPIP. Keheningan malam kerap pecah oleh deru alat berat yang terus menggali dan menimbun lahan di Dusun Lowina, Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Sialnya, siang hari pun tak kalah menyiksa. Rumah Nasrum berada di jalur truk yang lalu-lalang menuju dan dari lokasi tambang nikel milik perusahaan asal Tiongkok tersebut. Setiap kali truk besar beroda sepuluh melintas, debu langsung beterbangan, menempel di dinding dan memenuhi seluruh sudut rumah. Debu juga masuk hingga ke dalam rumah. Nasrum menunjukkan ujung jarinya yang berdebu setelah menyentuh meja di ruang tamunya.

Saat ditemui, raut wajah Nasrum yang semula ramah berubah muram dan pasrah ketika berbicara tentang aktivitas kendaraan perusahaan tambang itu. “Setiap hari warga di sini menghirup debu berpasir, badan pun berpasir kalau kami duduk di teras,” ujarnya.

Debu pekat itu berasal dari penggalian bukit yang tanahnya digunakan untuk penimbunan pelabuhan bongkar muat milik PT IPIP. Di lokasi tersebut, alat berat beroperasi menggali dan menimbun tanah. Selain itu, terdapat pula Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di area itu.

Nasrum dan warga dusun pernah melayangkan protes kepada perusahaan tambang yang berada di bawah Grup Huayou ini. Namun, keluhan mereka tampaknya hanya dianggap angin lalu. “Kami sering menegur agar aktivitas dihentikan, dan mereka memang berhenti. Tapi kalau kami tidak mengawasi, mereka lanjut lagi hingga malam,” katanya.

Kualitas udara yang memburuk menyebabkan Nasrum sering mengalami batuk. Ia meyakini debu dan asap dari aktivitas tambang sebagai penyebab gangguan kesehatannya. “Saya dan keluarga belum pernah memeriksakan diri ke Puskesmas pembantu, tapi mungkin ada keluarga lain yang sudah,” tuturnya.

Ratna, kader Puskesmas Pembantu Kesehatan Anak dan Lansia Dusun Lowina, mengaku rumahnya juga terdampak. Ia berharap perusahaan tidak hanya memberi kompensasi berupa beras 10 kilogram, tetapi juga mensosialisasikan dampak pertambangan terhadap kesehatan. “Kami butuh beras, tapi juga perlu bahan dan alat agar kesehatan kami tidak terganggu. Rumah kami penuh debu tebal akibat aktivitas tambang,” katanya.

Nasib serupa dialami Samsul Bahri. Selain rumahnya dipenuhi debu, sawah miliknya juga terendam lumpur akibat aktivitas tambang di hulu Desa Oko-Oko. Lahannya bahkan diserobot untuk dijadikan tempat penyimpanan (stockpile). Ia mengaku telah mengadukan hal ini ke kepala desa, namun tak membuahkan hasil. “Kepala desa bilang SKT saya tidak kuat, padahal saya punya sejak sebelum perusahaan masuk,” ujarnya.

Samsul memiliki SKT sejak 1978, sementara menurut kepala desa, IPIP baru memiliki SKT pada 1981. Ia juga telah melapor ke Polda Sulawesi Tenggara, namun tidak membuahkan hasil. “Lahan saya dan warga lain tetap diserobot untuk jalur hauling dan stockpile perusahaan,” katanya.

Jalur hauling merupakan jalan khusus untuk pemindahan material berat di industri tambang, menggunakan truk angkut besar.

Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka adalah salah satu kawasan tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Wilayah seluas 333,82 kilometer persegi ini menjadi lokasi bagi 13 izin usaha pertambangan nikel. Salah satunya adalah IPIP, yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Kualitas udara yang buruk rentan mengganggu kesehatan. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kolaka, Hakim Nur Mampa, mengatakan masyarakat di sekitar area tambang sangat berisiko terdampak aktivitas penambangan dan pengolahan bijih mineral. Faktor bahayanya meliputi fisik seperti debu, kebisingan, getaran, serta faktor kimia seperti emisi udara dan logam berat dari proses pengolahan ore nikel, seperti timbal dan lainnya.

Menurutnya, penyakit seperti ISPA, bronkitis kronis, PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), keracunan logam berat, serta gangguan kulit dan mata berpotensi muncul di kawasan tambang. Hakim menekankan pentingnya penerapan teknologi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah. “Untuk memitigasi dampak terhadap kesehatan, perlu ada penegakan hukum yang selama ini belum berjalan,” tegasnya.

Data Puskesmas di sekitar wilayah tambang menunjukkan peningkatan jumlah penderita ISPA. Puskesmas Pomalaa mencatat, setelah pandemi COVID-19, angka penderita ISPA kembali meningkat karena warga mulai aktif memeriksakan diri. “Saat pandemi, warga takut ke puskesmas. Setelah itu, angka ISPA kembali naik,” ujar Kepala Puskesmas Pomalaa, Alriyani Hamzah.

Data Penderita ISPA di Puskesmas Pomalaa

2019: 2.249

2020: 2.249

2021: 3.887

2022: 890

2023: 2.012

2024: 2.979

Sebaran Penderita ISPA di Kecamatan Pomalaa

1. Dawi-Dawi: 1.036

2. Pelambua: 479

3. Huko-Huko: 294

4. Tonggoni: 277

5. Tambea: 250

6. Pesouha: 186

7. Sopura: 122

8. Hakatotobu: 99

9. Pomalaa: 92

10. Oko-Oko: 64

11. Kumoro: 43

12. Totobo: 37

Kepala Dinas Kesehatan Kolaka, Muhammad Aris, menyebutkan ISPA merupakan kasus tertinggi di Indonesia, khususnya di wilayah pertambangan. “Jika ada perusahaan tambang masuk, kami selalu mengingatkan pentingnya pemeriksaan kesehatan seperti cek paru-paru,” katanya.

Pihak Dinas Kesehatan Kolaka saat ini tengah melakukan mitigasi dampak kesehatan di wilayah tambang IPIP di Kecamatan Pomalaa dan di kawasan PT Ceria di Kecamatan Wolo. “Kami sedang bersiap agar dampak kesehatan akibat tambang tidak semakin meluas,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, Andi Rahman, mendorong adanya pengawasan dan evaluasi dari pihak berwenang terhadap aktivitas tambang di Pomalaa. “Wilayah tambang selalu menghadirkan gangguan kesehatan, terutama saluran pernapasan,” ujarnya.

Sultrakini.com berupaya mengonfirmasi keluhan warga kepada pihak IPIP. Namun, Supervisor Lingkungan IPIP, Stevani, mengaku sedang cuti dan berada di Makassar. Saat dihubungi melalui telepon, ia menolak memberikan komentar. “Saya sedang cuti,” katanya singkat.

Laporan: Anti

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|