Dari Oposisi ke Penerus: Pelajaran Politik Prabowo dari Jokowi

2 days ago 9

INIPASTI.COM, ANALISIS – – Prabowo Subianto memang pernah secara terbuka menyatakan bahwa ia menjadikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai “guru politiknya,” seperti yang ia ungkapkan dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam pidato di Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 10 Februari 2025. Pernyataan ini menarik untuk dianalisis lebih dalam, karena hubungan keduanya telah berkembang dari rivalitas sengit dalam Pemilu 2014 dan 2019 menjadi kolaborasi strategis pasca-2019, hingga akhirnya Prabowo memenangkan Pilpres 2024 dengan dukungan signifikan dari Jokowi. Berikut adalah analisis mengenai apa yang sesungguhnya mungkin dipelajari Prabowo dari Jokowi dalam konteks politik:

1. Pragmatisme Politik dan Fleksibilitas Strategis

Jokowi dikenal sebagai politikus yang pragmatis, mampu menyesuaikan strategi demi mencapai tujuan politiknya. Salah satu pelajaran besar yang tampaknya dipetik Prabowo adalah kemampuan untuk beralih dari oposisi menjadi bagian dari kekuatan penguasa dengan cara yang menguntungkan. Setelah kalah dalam Pilpres 2019, Prabowo menerima tawaran Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan, sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak mengingat persaingan keras mereka sebelumnya. Ini mencerminkan pendekatan Jokowi yang kerap mengedepankan “coopetition” (kombinasi kompetisi dan kerja sama) untuk menjaga stabilitas politik. Prabowo tampaknya belajar bahwa bertahan dalam posisi oposisi yang keras kepala tidak selalu efektif, dan bergabung dengan koalisi penguasa bisa membuka jalan menuju kekuasaan yang lebih besar, seperti yang terbukti pada kemenangannya di Pilpres 2024.

2. Pendekatan Populisme yang Berbasis Rakyat

Jokowi membangun citra sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, sering kali melalui kunjungan langsung ke daerah terpencil, blusukan, dan kebijakan yang menonjolkan kepentingan “wong cilik.” Prabowo, yang sebelumnya lebih dikenal dengan imej militer dan elit, tampak mengadopsi pendekatan ini. Dalam kampanye Pilpres 2024, ia lebih sering menampilkan sisi emosional dan humanis, seperti saat menangis di hadapan para guru pada Hari Guru Nasional 2024 atau menonjolkan program-program pro-rakyat seperti makan siang gratis. Ini menunjukkan bahwa Prabowo belajar dari Jokowi bagaimana cara membangun koneksi emosional dengan pemilih akar rumput, sesuatu yang kurang ia kuasai di pemilu sebelumnya.

3. Manajemen Koalisi dan Konsolidasi Dukungan

Jokowi terkenal mahir dalam membangun koalisi besar untuk memperkuat posisinya, seperti yang ia lakukan dengan menggandeng berbagai partai politik dan tokoh berpengaruh selama masa kepresidenannya. Prabowo, yang pada Pilpres 2014 dan 2019 mengandalkan basis dukungan yang lebih sempit (terutama dari kelompok konservatif dan nasionalis), tampaknya mempelajari strategi ini. Pada Pilpres 2024, ia berhasil membentuk Koalisi Indonesia Maju yang mencakup partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, dan Demokrat, serta mendapatkan dukungan tidak langsung dari Jokowi melalui pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakilnya. Ini menunjukkan bahwa Prabowo belajar dari Jokowi tentang pentingnya konsolidasi kekuatan politik lintas partai untuk memastikan kemenangan.

4. Pemanfaatan Narasi Kesinambungan

Jokowi sering menekankan pentingnya melanjutkan pembangunan dan program-program yang telah dimulai, sebuah narasi yang efektif untuk menarik dukungan publik yang menginginkan stabilitas. Prabowo mengadopsi pendekatan serupa dalam kampanye 2024, berulang kali menyatakan bahwa ia akan melanjutkan legacy Jokowi, seperti pembangunan infrastruktur dan IKN (Ibu Kota Nusantara). Dengan menempatkan dirinya sebagai penerus, bukan penantang, Prabowo belajar dari Jokowi cara memanfaatkan prestasi pendahulu untuk memperkuat legitimasi politiknya sendiri.

5. Kesederhanaan dan Komunikasi yang Efektif

Jokowi dikenal dengan gaya komunikasi yang sederhana dan langsung, menghindari retorika yang terlalu rumit demi menjangkau audiens yang lebih luas. Prabowo, yang sebelumnya sering menggunakan pidato bernada tinggi dan militeristik, tampak mulai menyesuaikan gayanya. Misalnya, dalam berbagai kesempatan pasca-Pilpres 2024, ia lebih sering berbicara dengan nada yang lebih lembut dan penuh empati, seperti saat mengakui keterbatasan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan guru. Ini menunjukkan bahwa ia belajar dari Jokowi bagaimana cara berkomunikasi yang lebih membumi untuk membangun simpati publik.

6. Pengelolaan Krisis dengan Fokus pada Stabilitas

Jokowi menunjukkan kemampuan mengelola krisis, seperti saat pandemi COVID-19, dengan pendekatan yang menghindari langkah drastis seperti lockdown demi menjaga stabilitas ekonomi rakyat kecil. Prabowo, yang menjadi saksi langsung sebagai Menteri Pertahanan saat itu, tampaknya mengambil pelajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara keputusan tegas dan kepentingan masyarakat luas. Hal ini tercermin dalam pidatonya sebagai presiden, di mana ia menekankan komitmen untuk memperbaiki kehidupan rakyat secara bertahap tanpa gegabah.

Analisis Kritis: Apa yang Mungkin Tidak Dipelajari atau Diabaikan?

Meski Prabowo mengaku belajar dari Jokowi, ada aspek yang mungkin tidak sepenuhnya ia tiru atau malah ia modifikasi sesuai karakternya. Misalnya, Jokowi cenderung menghindari konfrontasi publik dan menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk lawan politiknya. Sebaliknya, Prabowo kadang masih menunjukkan sikap yang lebih tegas atau emosional, seperti saat ia menantang narasi yang memisahkan dirinya dari Jokowi. Selain itu, fokus Jokowi pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur mungkin tidak sepenuhnya selaras dengan visi Prabowo yang lebih menonjolkan nasionalisme dan pertahanan.

Secara keseluruhan, apa yang dipelajari Prabowo dari Jokowi tampaknya adalah kombinasi dari pragmatisme, kemampuan membangun citra rakyat, strategi koalisi, narasi kesinambungan, komunikasi efektif, dan pengelolaan stabilitas. Ini terlihat dari transformasi pendekatan politik Prabowo yang jauh lebih adaptif dan inklusif dibandingkan kampanye-kampanye sebelumnya. Namun, pengaruh Jokowi pada Prabowo bukanlah penjiplakan penuh, melainkan adaptasi yang disesuaikan dengan karakter dan visi pribadi Prabowo. Pernyataan bahwa Jokowi adalah “guru politiknya” bisa dilihat sebagai pengakuan simbolis sekaligus strategi untuk memperkuat legitimasi politiknya di mata publik yang masih mengapresiasi legacy Jokowi. (X-Redaksi)

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|