Menulis, Ibarat Berjalan di Ladang Ranjau

2 days ago 9

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Universitas Mbojo Bima (Alumni UNM dan UNHAS Makassar)


Mahardica (Usman, 2024) pernah menggubah “tujuh (7) jangan untuk para penulis.”  Menulis buku tanpa melengkapi bagian-bagian buku, seperti prakata, daftar pustaka, indeks, glosarium; mengirim naskah tanpa pengantar atau proposal; mengutip tanpa mencantumkan sumber kutipan; menulis tanpa berempati terhadap pembaca; menulis tanpa referensi yang memadai; asal menulis; dan menolak naskahnya disunting editor.

Greg Bertsch, pendiri Remote Reading Tutor, menulis akademis terkadang terasa seperti berjalan di ladang ranjau. Anda ingin menghindari jebakan tertentu, terutama ketika Anda ingin mendapatkan nilai yang bagus atau tesis yang sangat penting untuk disetujui (Tim Redaksi Smodin, 2025).

Judul “menulis, ibarat berjalan di ladang ranjau” di atas, sesungguhnya tidak seutuhnya mencerminkan “ladang ranjau” sebagai isi artikel ini. Tulisan ini mencoba menyajikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan para penulis : saya, anda, dan kita, dalam segala bentuk tulisan, baik dalam dunia akademik, dunia sekolah, maupun media massa.

Penulisan Akademis

Penulisan akademis merupakan cara untuk menghasilkan, mengkodifikasi, mentransmisikan, mengevaluasi, memperbarui, mengajar, dan mempelajari pengetahuan dan ideologi dalam disiplin akademis. Kemampuan menulis dalam gaya akademis sangat penting untuk pembelajaran disiplin dan penting untuk keberhasilan akademis (Zhihui Fang, 2024).

Ada lebih dari satu jenis tulisan akademis. Dalam lingkungan akademis, kita menulis untuk berbagai tujuan. Kita menulis tanggapan bacaan, tinjauan buku, esai argumentatif, tinjauan pustaka, artikel penelitian empiris, proposal hibah, abstrak konferensi, komentar, memorandum, dan banyak jenis teks lainnya. Masing-masing jenis tulisan akademis ini memiliki tujuan, struktur organisasi, dan fitur linguistiknya sendiri (Zhihui Fang, 2024).

Menulis akademik merupakan salah satu pilar utama dalam kegiatan belajar dan mengajar di level universitas, sehingga kemampuan menulis sangat penting untuk ditingkatkan (Karim dan Mursitama, 2015). Menulis akademik adalah jenis kegiatan menulis yang menggunakan kaidah-kaidah tertentu yang diterima dalam komunitas akademik. Tulisan akademik merupakan produk dari banyak pertimbangan, seperti pembaca, tujuan, organisasi, gaya, alur, dan presentasi (Swales & Jhon dalam Lele, dkk., 2010).

Plagiarisme merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat terhadap etika penulisan akademik. Purwarna (2017) menyatakan plagiarisme sangat ditentang dalam dunia intelektual dan akademik karena dunia intelektual dan akademik dibangun di atas pilar-pilar kejujuran, keterbukaan, konsistensi, dan karakter-karakter luhur. Plagiarisme menciderai tidak hanya salah satu, tetapi semua pilar akademik tersebut.

Berikut ini adalah beberapa “hal yang tidak boleh dilakukan” dalam penulisan akademis. Pertama, jangan gunakan sumber yang tidak dapat diandalkan. Hindari sumber yang tidak memiliki reputasi atau tidak dapat diandalkan. Tetaplah berpegang pada informasi yang dapat dipercaya untuk membuat argumen Anda kuat dan dapat dipercaya. Kedua, jangan mencampur opini pribadi dengan fakta. Menganalisis atau menafsirkan informasi dalam tulisan akademis tidak masalah, tetapi hindari menyatakan pendapat pribadi sebagai fakta. Selalu dukung poin Anda dengan bukti yang kuat dari sumber yang kredibel. Ketiga, jangan lewatkan proofreading. Menulis esai dan makalah penelitian yang panjang membutuhkan perhatian yang cermat. Selalu periksa pekerjaan Anda untuk mengetahui adanya kesalahan dalam tata bahasa atau ide yang tidak jelas. Mengedit membutuhkan waktu, namun pada akhirnya akan membuat tulisan Anda jauh lebih baik. Keempat, jangan menyalin karya orang lain. Menyalin karya orang lain tanpa memberi mereka kredit adalah hal yang sangat dilarang. Hal ini dapat menyebabkan konsekuensi yang sangat serius, termasuk mendapatkan nilai yang buruk atau bahkan dikeluarkan dari sekolah. Kelima, jangan gunakan bahasayang rumit. Buatlah tulisan Anda sederhana dan mudah dimengerti. Hindari menggunakan kata-kata besar atau kalimat rumit yang dapat membingungkan pembaca.

Hindari

Berikut ini lima hal yang harus dihindari ketika menulis (Administrator, 2018). Pertama, kalimat tidak efektif. Pernahkah Anda membaca tulisan dengan kata yang berulang? Tentu tidak nyaman dibaca dan membosankan. Itu adalah salah satu ciri kalimat tidak efektif, sehingga terkesan menghamburkan kata dan bertele-tele. Selain itu, ciri kalimat tidak efektif yang lain adalah penulisan yang tidak sesuai kaidah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan ambigu. Jadi, saat menulis, Anda perlu membaca ulang dan mengedit seperlunya. Hal ini penting agar pembaca tidak salah mengartikan gagasan dan tulisan Anda secara keseluruhan.

Kedua, tidak menentukan target pembaca. Menulis itu ibarat Anda sedang berbicara dengan pembaca. Ketika pembaca membaca sebuah tulisan dan merasa cocok dengannya, tentu tulisan tersebut akan mendapatkan respons yang positif. Untuk itu, kenali target pembaca terlebih dahulu agar lebih mudah dalam menemukan dan menulis topik yang sesuai. Misalnya, target pembaca yang Anda inginkan adalah anak muda. Sesuaikanlah gaya tulisan dengan menggunakan bahasa yang santai dan bahasan ringan. Bahasan yang berat akan membuat anak muda merasa bosan.

Ketiga, kurangnya data dan fakta. Jangan pernah menulis tanpa data dan fakta yang akurat. Hal ini akan menyebabkan tulisan Anda menjadi hambar, bahkan bisa dianggap sebagai suatu kebohongan. Tulisan yang hanya berdasarkan pemikiran juga akan berakibat pada pembahasan yang melebar tanpa arah. Hal ini akan membuat pembaca bingung. Data juga akan membuat tulisan Anda makin berbobot karena disertai riset yang mendalam, sehingga tulisan Anda akan memiliki peminat dan akan selalu dinanti.

Keempat, menuliskan kebohongan atau hoaks. Menuliskan sebuah kebohongan akan sangat merugikan banyak pihak, baik penulis maupun pembaca. Hal ini akan menurunkan kredibilitas Anda sebagai penulis. Bila sudah seperti ini, bersiaplah untuk kehilangan peminat tulisan Anda secara perlahan. Bahkan, bukan tidak mungin Anda akan berurusan dengan pihak berwajib karena menyebarkan suatu berita bohong yang meresahkan pembaca.

Kelima, judul yang kurang menggigit. Setiap memulai membaca sebuah tulisan, tentu Anda akan mulai dari judul, bukan? Judul memiliki chemistry dengan isi tulisan, karena mewakili isinya. Judul yang menarik tentu akan membuat pembaca penasaran dan ingin segera membaca keseluruhan tulisan. Untuk itu, Anda perlu memikirkan dan membuat judul yang mampu menghipnotis pembaca.

Selain lima hal yang harus dihindari ketika menulis sebagaimana dipaparkan di atas, Cahyadi Takariawan (2020), menyarankan untuk menghindari 8 hal berikut ini.

Pertama, jangan mengedit saat menulis. “Matikan sensor edit Anda saat menulis”. Salah satu gangguan saat menulis adalah ingin mengedit tulisan yang sedang dibuat. Dampaknya, Anda tidak jadi menulis, karena menjadi asyik mengedit. Misalnya mengedit atau membenarkan kesalahan ejaan, kesalahan tanda baca, kesalahan pembuatan paragraf, dan lain sebagainya. Hal-hal teknis seperti ini menyebabkan waktu anda untuk menulis yang sangat terbatas itu menjadi habis. Maka jangan campuradukkan antara aktivitas menulis dengan aktivitas mengedit. Saat kurun waktu menulis tersebut, habiskan seluruh waktu untuk menulis. Jangan peduli adanya typo, kesalahan mengetik huruf, dan lain sebagainya.

Kedua, jangan menilai kualitas saat menulis. “Kualitas adalah proses, maka jangan berhenti berproses”.

Gangguan lainnya adalah menilai kualitas tulisan Anda sendiri saat sedang menulis. Baru proses menulis, Anda tergoda untuk menilai beberapa paragraf yang sudah Anda hasilkan, lalu Anda merasa tulisan tersebut jelek, atau tidak layak, atau memalukan, dan lain sebagainya. Karena anda menilai negatif hasil tulisan anda, dampaknya anda menjadi malas atau malu untuk melanjutkan.

Apalagi ketika penilaian anda itu dengan membandingkan hasil tulisan anda dengan tulisan para penulis yang sudah hebat dan terkenal. Tentu anda merasa sangat terbanting. Maka jangan menilai kualitas tulisan yang anda buat di saat anda tengah menulis. Terus saja menulis sampai batas waktu selesai.

Ketiga, jangan mencari bahan saat menulis. “Tinggalkan bagian yang Anda kekurangan bahan.”

Godaan mencari bahan untuk menulis sering dijumpai pada penulis pemula. Karena merasa minim bahan, saat mulai menulis tergoda untuk melakukan searching atau googling dalam rangka untuk mendapatkan bahan yang diperlukan. Saat searching di dunia maya, anda bertemu banyak artikel menarik, banyak quotes menarik. Anda tergoda untuk membuka banyak link, mengcopy banyak artikel, dan menyimpan banyak quotes.

Waktu Anda akhirnya habis hanya untuk searching dan googling. Pada kurun waktu tersebut, anda tidak menghasilkan tulisan apapun, karena habis berselancar di dunia Google. Ada pula yang mencari bahan atau inspirasi tulisan melalui buku-buku yang sesuai dengan tema yang akan ditulis. Saat memasuki kurun waktu menulis, anda justru mengawali dengan membaca buku. Ternyata buku tersebut sangat menarik, akhirnya anda terlarut dengan membaca buku dan tidak ada karya tulis yang anda hasilkan pada kurun waktun tersebut.

Tentu saja membaca memiliki manfaat, namun anda melakukan membaca pada waktu yang tidak tepat. Bisa juga ketika anda membaca satu buku, anda tidak menemukan inspirasi yang anda cari. Lalu anda mencari bukun yang lain lagi, dan begitu seterusnya, sampai waktu anda habis tanpa ada tulisan yang anda hasilkan.

Keempat, jangan menunggu mood untuk menulis. “Ucapkan selamat tinggal kepada mood. Jangan lagi Anda undang.”

Di antara godaan menulis adalah merasa tidak memiliki mood untuk menulis. Anda sudah memasuki kurun waktu menulis, namun merasa tidak memiliki mood, sehingga anda bingung akan menulis apa. Anda harus selalu mengingat, bahwa anda menulis karena memiliki suatu tujuan yang pasti.

Misalnya, tujuan untuk mengedukasi atau memberi informasi kepada masyarakat tentang pentingnya membaca buku. Karena sudah memiliki tujuan yang jelas, maka anda tidak perlu menunggu hadirnya mood. Anda menulis untuk tujuan yang sudah anda tetapkan, bukan untuk mood yang anda tunggu.

Kelima, jangan chatting atau update status saat menulis. “Maaf, ini waktu untuk menulis. Silakan tinggalkan pesan”.

Godaan saat menulis adalah chatting, membuka grup whatsapp, berkomentar di grup, membalas pesan-pesan yang masuk, menjawab pertanyaan, termasuk update status di facebook, instagram dan lain sebagainya. Anda sudah masuk kurun waktu menulis, namun anda asyik membaca pesan, mengirim postingan di grup, berkomentar, update status dan aktivitas lainnya menggunakan gadget.

Tidak terasa, saking asyiknya, waktu menulis anda sudah habis tanpa menghasilkan karya tulis. Bukan berarti tidak boleh chatting dan update status, namun anda melakukan pada waktu yang tidak tepat. Maka hindarkan gadget dari meja tulis saat anda mulai memasuki kurun waktu menulis.

Keenam, jangan menonton TV saat menulis. “Nikmati hiburan, setelah Anda selesai menulis”.

Terkadang, di saat sedang menulis, anda merasa jenuh, lalu anda menghidupkan televisi. Saat menghidupkan TV, anda menemukan sebuah acara yang sangat menarik. Akhirnya anda tergoda untuk menonton acara tersebut dengan penuh antusias. Tidak terasa, waktu menulis habis dan anda belum memiliki karya tulis yang memadai. Waktu menulis anda habis untuk menonton TV.

Bukan berarti tidak boleh menonton acara di TV, namun anda melakukan pada waktu yang tidak tepat. Maka jangan menulis di ruang TV, atau jangan menghidupkan TV saat waktu menulis.

Ketujuh, jangan mengobrol saat menulis. “Aku sangat ingin mengobrol denganmu, tapi setelah aku selesai menulis nanti.” Godaan lain saat menulis adalah mengobrol. Pada saat anda masuk kurun waktu menulis, datang teman, atau suami / istri, lalu anda mengobrol dengan mereka. Awalnya mungkin hanya say hello, namun berlanjut kepada pembicaraan tertentu, dan akhirnya berlanjut kepada obrolan yang semakin seru.

Asyik sekali anda mengobrol, atau anda merasa tidak enak untuk memutus obrolan, sampai waktu menulis telah habis dan anda tidak menghasilkan karya tulis. Tentu bukan berarti anda tidak mengobrol, namun anda melakukan pada waktu yang tidak tepat.

Kedelapan, jangan tergoda tema lain saat menulis. “Selesaikan apa yang sudah Anda mulai.”

Godaan berikutnya adalah, anda tergoda untuk menuliskan tema lain saat tengah menulis suatu tema. Di tengah asyik menulis, tiba-tiba terlintas ide atau inspirasi untuk menuliskan suatu tema yang anda anggap lebih menarik atau lebih up to date. Akhirnya anda memutuskan berhenti menulis tema itu, dan memulai menyusun kerangka untuk membuat tulisan pada tema yang berbeda.

Dampaknya tulisan anda tidak pernah selesai, karena di tenga menulis suatu tema, selalu tergoda untuk berbelok atau menuliskan tema lainnya. Bukan berarti anda tidak boleh menulis tema lainnya, tapi anda melakukan pada waktu yang tidak tepat. Maka konsistenlah menulis satu tema yang tengah anda tekuni hingga selesai, baru menulis tema lainnya.

Kebiasaan Buruk

Ada sejumlah kebiasaan buruk dalam menulis sebagaimana disarikan Ary dari sumber-sumber : DScott, Dewitt. H.. 1989. Secrets of Succesful Writing. Reference Software International, USA. Dan Wibowo, Wahyu. 2002. 6 Langkah Jitu Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pertama, tidak peduli kepada pembaca. Penulis sering lupa kalau ia bukan menulis untuk dirinya sendiri. Untuk itu, langkah sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan memakai kata “Anda”, “kau”, dsb. dalam porsi tepat untuk menciptakan kedekatan/interaksi antara penulis dan pembaca. Selain itu, bicaralah kepada pembaca seakan Anda mengobrol dengan mereka. Ini tidak berarti berbicara dengan gaya bahasa santai seperti orang mengobrol, tetapi memakai pernyataan langsung dan kata kerja aktif yang memperjelas siapa sedang berbicara dengan siapa. Bicara dengan pembaca juga berarti menggunakan kalimat-kalimat yang sederhana. Jika Anda berpikir bahwa memakai kata-kata yang rumit dan “berbusa-busa” akan membuat pembaca tertarik, Anda salah. Dalam menulis, tujuan Anda adalah untuk menjelaskan, bukan untuk membuktikan bahwa Anda lebih pintar dari pembaca. Manusia memang memiliki dua macam bahasa. Bahasa lisan yang biasanya lebih sederhana dan bahasa tulisan yang biasanya lebih panjang. Pakailah bahasa yang sederhana untuk membuat pembaca lebih cepat menangkap makna yang ingin disampaikan. Sebaliknya, saat memakai kalimat-kalimat panjang, Anda akan memaksa pembaca untuk menerjemahkan kalimat panjang dan rumit itu ke bentuk yang sederhana. Ini juga yang dilakukan copywriter dalam dunia periklanan. Mereka akan memakai kata-kata yang paling memiliki daya persuasif (menggoda/membujuk/memikat) untuk menarik perhatian pembaca. Kata-kata itu sering kali sederhana seperti “ya”, “gratis”, “dijamin”, “baru”, dll..\

Di beberapa tempat, dalam penulisan yang melibatkan opini, penggunaan kata “saya” dilarang. Namun sebenarnya, kata “saya” malah bisa dipakai untuk lebih memberi kesan lugas. Sementara kata “kita” dalam sebuah penulisan opini akan memiliki kesan mendominasi, mengklaim, dan memaksa pembaca menuruti pendapat penulis. Pada akhirnya, yang tak kalah penting adalah bersikaplah jujur, jangan berlebihan. Sekali pembaca menangkap kalimat Anda yang berlebihan, kalimat-kalimat Anda berikutnya akan dicurigai.

Ketika sebuah tulisan diterbitkan (apa pun medianya), maka tulisan itu bukan lagi menjadi milik penulis, melainkan milik pembaca (Roland Barthes)

Kedua, pamer. Sama halnya dalam pergaulan, penulis yang suka pamer tidak akan memiliki banyak pembaca. Kebiasaan pamer ini biasa berwujud penggunaan kata-kata sulit yang tak perlu untuk satu makna yang sebenarnya mudah. Penggunaan kata-kata sulit (namun tak tepat), misalnya terdapat ketika menyebut seorang sebagai pemimpin “karismatik” hanya karena pemimpin itu memiliki penampilan fisik yang menarik dan murah senyum. Hal serupa juga terjadi pada kebiasaan pemakaian kata-kata bahasa asing atau istilah teknis yang sebenarnya tak harus dipakai. Memang kata-kata teknis, bahasa asing, atau kata-kata sulit tidak dilarang untuk dipakai. Dan, jika memang harus dipakai, untuk menghindari kesan pamer, itu perlu dibuat sebuah standar untuk tulisan. Jika Anda tergabung dalam sebuah institusi (misalnya di sebuah kantor jasa), standar itu berguna untuk menetapkan apakah Anda akan memakai kata klien, konsumen, pelanggan, dll., untuk menyebut mereka yang memakai jasa institusi Anda. Standar ini pun bisa ditetapkan jika Anda menulis mewakili pribadi, tetapi sekali lagi dengan mengingat bahwa Anda menulis untuk pembaca.

Ketiga, terjebak dalam klise/jargon. Kata-kata klise atau jargon dapat membuat pembaca bosan dan muak. Pada zaman Orde Baru, ada kata-kata atau istilah seperti “pembangunan”, “nusa dan bangsa”, “era tinggal landas”, dsb. yang sangat sering diucapkan, bahkan dalam konteks yang tidak selalu tepat. Hal ini juga bisa ditemui dalam bidang-bidang khusus lainnya. Kebiasaan ini bisa disebabkan karena beberapa hal. Pertama, penulis merasa nyaman dengan hal itu sehingga tak menyadarinya lagi. Kedua, kata-kata klise sering tidak disadari. Dalam beberapa hal, kata yang trendi atau yang sedang dibicarakan banyak orang (untuk saat ini, misalnya: reformasi, indie, dll.) bisa berpotensi menjadi klise. Jadi, setiap periode waktu tertentu memiliki kata klisenya sendiri. Bahkan, pemberian tanda petik dalam kata yang klise juga tidak banyak membantu. Malah dengan melakukannya, Anda seakan sedang menggarisbawahi kekurangan Anda sendiri.

Untuk jargon, (misalnya, istilah “gereja yang injili” yang sering dipakai dalam artikel tentang penginjilan) sering kali dipakai tanpa memberikan kejelasan makna. Jika memang ingin memakainya, sebaiknya jelaskan artinya, kalau tidak, lupakan. Penulis yang baik adalah penulis yang rajin menggali dan memperkaya perbendaharaan kosakatanya.

Keempat, selip kata. Salah ketik, salah pelafalan, kurang tanda baca (tanda koma, tanda titik, tanda tanya, dsb.) atau pemakaian tanda baca yang tidak tepat, subjek dan predikat yang tidak cocok, penempatan kata yang salah, dan penggunaan kalimat menyangatkan (superlatives) yang ditandai oleh kata-kata beratribut ter-, paling, dsb. tanpa didukung alasan yang kuat adalah kebiasaan yang dapat membuat pembaca merasa terganggu.

Kelima, kurang jelas dan kurang lengkap. “Aku tidak memberi tahu, aku tidak menjelaskan, aku menunjukkan,” itulah nasihat Tolstoy. Untuk menghindari kebiasaan membuat tulisan yang kurang jelas dan lengkap ini, diperlukan keterampilan dalam membuat deskripsi. Ketimbang menyebut sesuatu baik/buruk sehingga membuat tulisan terkesan tendensius, lebih baik tunjukkan kebaikan atau keburukan itu dengan penggambaran yang mendukung. Biarkan pembaca menginterpretasikannya sendiri. Saat Anda ingin menulis sebuah cerita dengan seorang tokoh yang punya karakter pemarah, jangan beri tahu pembaca bahwa “dia” pemarah, tetapi tunjukkan sifat tersebut.

Keenam, tidak menghargai. Tindakan yang tidak menghargai pembaca maupun orang lain, misalnya terlihat dari kalimat-kalimat yang mengandung stereotipe, pukul rata, dan mengandung bias. Untuk menghindari hal itu, jika memungkinkan, mintalah penilaian dari pembaca pertama (keluarga atau teman) sebelum memublikasikan tulisan. Akan lebih baik lagi jika mereka itu termasuk dalam golongan target pembaca Anda. Jangan marah atau tersinggung jika pendapat mereka tidak sesuai dengan harapan Anda.

Kesalahan Penulis Pemula

Dee Lestari percaya bahwa jam terbang penulis berpengaruh terhadap kreativitas dan karya yang dihasilkan. Di awal membuat karya, penulis diharuskan memiliki figur konkrit yang bisa dijadikan acuan dan itu bukan merupakan hal yang tabu. Dee beralasan karena proses belajar manusia dimulai dengan proses mengimitasi yang dengan seiring berjalannya waktu, penulis akan memiliki gaya penulisan sendiri. “Find your hero, imitate her/him, jangan pernah takut karyamu terdengar seperti orang lain, waktu yang akan membentuk your own voice (Triya Andriyani, 2024).

Penulis pemula biasanya wahana berpikirnya masih kurang aktual. Penulis pemula biasanya kurang tekun mengkikuti perkembangan isu-isu terkini yang ada di dalam masyarakat. Meski penulis pemula mengetahui isu-isu yang berkembang, namun biasanya mereka masih lemah dalam menangkap esensi di dalamnya. Kalaupun mengetahui isu-isu tersebut, penulis pemula biasanya masi lemah dalam menangkap esensi di dalamnya. Mereka belum bisa berpikir secara kritis dan logis dalam suatu masalah. Hal ini yang membuat penulis pemula terhambat dalam proses teknis menulis. Mereka belum memahami penyusunan pokok masalah (Deepublish, 2019).

Dikutip dari berbagai sumber, berikut daftar kesalahan yang umum dilakukan penulis pemula (Pujiati, 2024).

Pertama, fokus ke penerbitan bukan pada naskah. Seseorang mungkin sangat mudah kehilangan fokus, hal ini juga lumrah dialami para penulis. Di mana salah satu kesalahan umum yang dilakukan adalah salah fokus antara memikirkan penerbitan dengan naskah.  Penerbitan dan naskah buku adalah dua hal yang berkaitan dan nantinya akan diurus oleh penulis. Namun ada urutannya. Secara logika, naskah penulis sudah harus selesai dulu baru kemudian beralih fokus mencari penerbit yang tepat.  Sayangnya, penulis pemula justru melakukan hal sebaliknya. Di mana mulai memusingkan pemilihan penerbit, padahal nasib naskahnya belum jelas. Maka penting untuk fokus dulu ke naskah, jika sudah selesai baru mencari penerbit. Jangan sampai terjadi hal sebaliknya. 

Kedua, menunggu mood. Kesalahan penulis pemula yang kedua adalah selalu menunggu mood hingga muncul ketergantungan. Alhasil, penulis akan menunggu mood bagus baru mulai menulis. Sayangnya, ada kalanya mood menulis tidak muncul berhari-hari.  Lalu, apakah Anda pasrah begitu saja? Kondisi ini tentu perlu dijadikan perhatian, karena yang namanya mood mudah sekali berubah. Bahkan dipengaruhi hal-hal kecil dan yang tidak bisa diatur manusia. Misalnya cuaca.  Padahal, mood bisa diciptakan. Maka hindari menulis dengan menunggu mood dan beralih membangun mood positif agar semangat menulis kapan saja. Caranya dengan menjaga pikiran tetap positif dan melakukan hal yang disukai.

Ketiga, terlalu perfeksionis. Menyusun karya tulis dengan topik yang menarik, memakai gaya bahasa berbeda, dan bahkan sengaja tampil beda dengan penulis lain. Barangkali menjadi sumber kepuasan pribadi dan semangat untuk menulis.  Namun, kadang kala dengan menetapkan standar tinggi hal ini bisa menjadi bumerang dan berakhir tidak menguntungkan. Bagaimana jika kesulitan mencari bahan atau referensi? Naskah Anda bisa jadi tidak dapat diselesaikan.  Kesalahan seperti ini sangat sering dilakukan penulis pemula di mana cenderung sangat perfeksionis. Padahal menghasilkan tulisan bagus kadang bisa dari topik sederhana dan mengikuti arus, misalnya mengikuti tren terkini. Jadi, menurunkan standar sangat penting saat merintis karir di dunia kepenulisan. 

Keempat, tidak suka dan tidak ingin membaca. Menjadi penulis profesional menjadi lebih mudah ketika punya kebiasaan membaca yang berlangsung cukup lama. Ketika sudah aktif menulis, kebiasaan baik ini jangan sampai berhenti.  Salah satu kesalahan penulis pemula adalah berhenti membaca, bisa karena sudah tidak punya waktu untuk membaca karena sibuk menulis. Atau punya tujuan menghindari plagiarisme.  Apapun alasannya, membaca ternyata sangat penting untuk terus dilakukan oleh seorang penulis. Sebab di sini bisa mendapatkan ide tulisan, bahan untuk dijadikan pengembang kerangka naskah, menambah perbendaharaan kata, ilmu, wawasan, dan sebagainya. Jadi jangan berhenti membaca dan usahakan dilakukan rutin. 

Kelima, menghindari kerangka karangan. Menyusun kerangka karangan dinilai bisa meningkatkan efisiensi dalam proses menulis, sebab menghindari kemungkinan penulis kebingungan hendak menulis apa. Namun, bagi beberapa penulis menyusunnya bisa menyita banyak waktu.  Pada dasarnya, menyusun kerangka karangan memang membutuhkan waktu. Namun, ketika sudah selesai dibuat justru bisa mempercepat proses penulisan naskah sampai ke bab akhir. Sebab sudah tahu akan membahas apa dan tetap runtut. 

Salah satu kesalahan penulis pemula adalah mengabaikan proses menyusun kerangka karangan tersebut dengan maksud menghemat waktu. Padahal, kerangka ini yang bisa menghemat waktu menulis. Jadi, usahakan jangan sampai ditinggalkan. 

Keenam, manajemen waktu yang buruk. Kesalahan lain yang sering dilakukan penulis pemula adalah memiliki manajemen waktu yang buruk. Manajemen waktu sering dianggap hanya dibutuhkan oleh mereka yang punya kesibukan padat. Padahal, bermanfaat untuk semua orang.  Bahkan seseorang yang masih pengangguran dan tidak punya kesibukan apapun tetap butuh manajemen waktu. Sehingga bisa menghindarkan kemungkinan tidak produktif dan banyak waktu terbuang sekadar untuk tidur dan rebahan. 

Penulis pun perlu manajemen waktu yang baik agar selalu memiliki waktu untuk menulis. Entah itu setiap hari selama beberapa menit atau seminggu sekali dengan durasi tertentu.  Sayangnya penulis pemula sering kesulitan melakukan manajemen waktu. Ketika punya banyak kesibukan, maka merasa tidak ada waktu menulis. Ketika menganggur, maka merasa kebablasan saat bersantai sehingga naskah terbengkalai. 

Ketujuh, tidak paham topik tulisan. Kesalahan berikutnya yang sering dilakukan penulis pemula adalah tidak memahami topik. Penentuan topik di awal memang harus teliti. Misalnya memastikan menguasai topik atau memastikan referensinya ada. 

Jika sejak awal sudah asal-asalan memilih topik atau ide tulisan, maka rawan naskah menjadi terbengkalai. Kesalahan ini tentu perlu dihindari dengan memperbanyak membaca sehingga bisa memperdalam pemahaman suatu topik. 

Kdelapan, kesulitan mengawali tulisan. Kesalahan penulis pemula juga berhubungan dengan proses mengawali tulisan. Banyak penulis meyakini bahwa bagian tersulit dari naskah adalah paragraf pertama atau bahkan beberapa paragraf awal.  Kondisi ini sering dialami penulis pemula dan bahkan senior, sebab bingung harus dimulai dengan kata dan kalimat seperti apa. Mengantisipasinya bisa dengan memperbanyak membaca agar ada inspirasi bagaimana mengawali tulisan dengan baik dari karya orang lain. 

Kesembilan, tidak ikut kelas menulis. Seseorang yang memang pintar dan ahli di suatu bidang tidak akan pernah sesumbar menyebut dirinya pintar dan ahli. Seseorang yang pintar juga akan terus haus untuk belajar agar lebih banyak tahu dan lebih ahli lagi. 

Menjadi penulis pun sama, Anda tentu membutuhkan proses belajar secara kontinu menjadi penulis. Maka penting untuk ikut kelas menulis, workshop, seminar, dan sebagainya. Sayangnya penulis pemula merasa hal ini tidak perlu dan menjadi kesalahan yang perlu dihindari. 

Kesepuluh, selalu merasa tulisan yang dibuat jelek. Kesalahan penulis pemula juga bisa dari bentuk perasaan selalu menulis sesuatu yang jelek. Harus dipahami bahwa kualitas tulisan tidak selalu bisa dinilai secara pribadi. Melainkan butuh penilaian dari pembaca. 

Jika selama ini Anda merasa tulisan yang dibuat jelek dan kalah dengan penulis lain padahal belum tahu pendapat pembaca. Maka perlu mengatasi kekhawatiran ini, karena bisa jadi tulisan Anda sesuai selera pembaca. 

Kesebelas, merasa tulisan sudah paling sempurna. Penulis juga sering melakukan kesalahan dengan merasa tulisannya sudah sempurna dan paling sempurna. Sehingga merasa “besar kepala”. Perasaan terlalu bangga seperti ini adalah kesalahan yang menghambat kreativitas.  Sehingga sangat penting untuk memahami bahwa karya tulis Anda tetap akan memiliki kekurangan. Hal ini lumrah dan tidak akan ada perasaan meremehkan karya orang lain. Sehingga muncul motivasi untuk terus memperbaiki kualitas tulisan. 

Keduabelas, terlalu khawatir pada hal yang belum tentu terjadi. Kesalahan yang sangat sering dilakukan penulis pemula juga ketika memiliki perasaan khawatir berlebihan. Bahkan pada hal-hal yang belum tentu akan terjadi dan dihadapi. 

Bagi penulis, kekhawatiran ini mungkin berupa rasa takut tulisannya dianggap jelek, buku tidak laku, tidak ada pembaca, menerima kritikan pedas, ditolak penerbit, dll. Padahal semua risiko ini bisa terjadi dan lumrah yang kemudian ada solusinya. Jadi, jangan buru-buru takut padahal belum kejadian. 

Ketigabelas, tulisan dijadikan koleksi pribadi. Penulis pemula juga sering melakukan kesalahan dengan menyimpan karya tulisnya. Sehingga hanya dijadikan koleksi pribadi atau dibaca oleh teman dan saudara terdekat. Padahal bisa jadi disukai publik dan menjadi buku best seller. 

Maka usahakan untuk menghindari kesalahan penulis pemula satu ini dengan menerbitkan karya yang dimiliki. Yakin bahwa tulisan Anda bagus dan bermanfaat bagi pembaca. 

Keempatbelas, mudah putus asa saat naskah ditolak penerbit. Kesalahan penulis pemula juga berkaitan dengan respon saat naskah ditolak penerbit. Tidak sedikit penulis pemula yang terkena mental dan memilih untuk berhenti berusaha menjadi penulis. 

Padahal, naskah bagus sangat mungkin ditolak penerbit. Bisa melihat kisah perjuangan J.K Rowling yang naskah Harry Potter miliknya ditolak 12 penerbit. Ketika ada satu penerbit menerimanya justru best seller, diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia, dan difilmkan. 

Kelimabelas, mudah kehilangan motivasi karena revisi. Penulis pemula juga sering kena mental ketika berhadapan dengan revisi. Ketika naskah diterima pihak penerbit, maka ada kemungkinan diminta untuk direvisi di beberapa bagian. Revisi bisa skala minor dan bahkan mayor. 

Hal ini lumrah, hanya saja banyak penulis pemula tidak menyiapkan mental untuk menghadapinya. Padahal revisi jauh lebih baik dibanding naskah ditolak oleh penerbit. Jadi, ikuti arahan tim penerbit agar naskah sesuai dan dipandang layak untuk dibaca publik. 

Belajar dari Kesalahan

Dikutip dari buku The Real Happinesss, Jebel Firdaus, Laksana Diva Press, Tuhan mengizinkan terjadinya kesalahan masa lalu, guna menghindari kejadian yang lebih buruk lagi pada masa mendatang. Dengan catatan, orang-orang dapat menjadikan masa lalu sebagai pelajaran.

Sejumlah tokoh-tokoh seantero dunia pernah berbuat kesalahan. Hebatanya para tokoh ini, selalu belajar dari kesalahan dan tidak pernah patah arang. Sejumlah tokoh kaliber dunia tersebut. Di antaranya : Winston Churchill. Beliau pernah mengungkapkan “Semua orang membuat kesalahan, tapi hanya orang bijak yang belajar dari kesalahan mereka.” Pengalaman hanyalah nama yang kita berikan untuk kesalahan kita (Oscar Wilde). Satu-satunya kesalahan nyata adalah kesalahan yang darinya kita tidak belajar apa-apa (Henry Ford). Membuat kesalahan berarti Anda belajar lebih cepat (Weston H. Agor). Saya percaya orang berubah. Saya pikir mereka bisa belajar dari kesalahan (Kevin Plank).

Lalu ada tokoh sekaliber Albert Einstein. Beliau pernah mengungkapkan. Seseorang yang tidak pernah membuat kesalahan, tidak pernah mencoba sesuatu yang baru. Jangan khawatir tentang kesalahan. Membuat sesuatu dari kesalahan, itulah kreativitas (Peter Max).  Banyak orang hebat mengalami beberapa jenis kegagalan. Mereka membangun pelajaran dari gagal menjadi hebat (Lailah Gifty Akita).

Kita semua melakukan kesalahan. Kuncinya adalah mengakuinya, belajar, dan maju terus. Dosa yang sebenarnya adalah mengabaikan kesalahan, atau lebih buruk lagi, berusaha menyembunyikannya (Robert Zoellick). Kita semua membuatnya, perbedaannya adalah apa yang kita lakukan setelah kita membuat kesalahan, bagaimana kita melihat kesalahan, pengalaman belajar atau kegagalan (Catherine Pulsifer).

Masih banyak tokoh-tokoh dunia lainnya yang punya pengalaman pahit yang sama. Beberapa kata bijak belajar dari kesalahan tersebut sebagai motivasi. Kesalahan adalah batu loncatan menuju keberhasilan; jangan takut gagal, takutlah tidak belajar; pengalaman adalah guru terbaik; kesalahan adalah pelajaran berharga dalam hidup; kegagalan adalah langkah awal menuju kesuksesan; setiap kesalahan membawa kita lebih dekat pada kemajuan; hidup adalah proses belajar melalui kesalahan; jika tidak pernah salah, kita tidak pernah tumbuh; kesalahan adalah bahan bakar untuk pertumbuhan pribadi; dan pelajaran terbaik sering kali berasal dari kesalahan terburuk.

Semoga !!!

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|