Strategi Bertahan Hidup, Menghadapi Indonesia “Gelap”

5 days ago 11

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Universitas Mbojo Bima

INIPASTI.COM,  [OPINI]– Kebijakan efisiensi yang dikeluarkan rezim Prabowo, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1970 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara (PN) Virama Karya Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), telah melahirkan berbagai dampak dan risiko yang berat. Kebijakan efisiensi ini menjadikan beberapa sektor mengalami stagnansi, seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), lapangan kerja menjadi sempit, serta daya beli masyarakat yang rendah. Kebijakan pemangkasan anggaran ini jelas mengganggu sektor pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. Ketika bidang pendidikan dan kesehatan mengalami pemangkasan, maka bakal melumpuhkan kebutuhan dasar masyarakat bawah. Sementara pariwisata dan hotel akan mengalami kelumpuhan karena ketiadaan pengguna yang meramaikannya (Redjosari, 2025).

Efisiensi anggaran ini dipicu oleh program makan siang bergizi gratis yang menjadi prioritas pemerintahan. Belum lagi kabinet pemerintahan Prabowo yang sangat gemuk membuat kebijakan efisiensi ini terasa kontradiksi. Dikatakan kontradiksi, karena pemerintah memerintahkan efisiensi dengan memotong anggaran, namun di sisi lain, jumlah personel kabinet sangat tambun. Menteri, wakil Menteri, staf ahli Menteri, staf khusus presiden, dirjen dan departemennya memerlukan anggaran yang tidak kecil.

Kondisi ini menurut para pendemo, yang dimotori mahasiswa, akan melahirkan Indonesia “gelap”. Belum lagi kebijakan tarif resiprokal Donald Trump. Seusai Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada 2 April di acara Liberation Day AS, babak baru perang dagang dunia versi 2.0 dimulai kembali. Kebijakan tarif resiprokal dinilai mengejutkan dunia, karena setidaknya ada 180 negara terdampak kebijakan tarif resiprokal, dengan menggunakan tarif dasar 10% dan termasuk Indonesia dikenakan sebesar 32%.  Pengenaan tarif resiprokal AS memiliki dampak signifikan terhadap penurunan daya saing produk negara eksportir ke AS , tidak terkecuali Indonesia. Beberapa hal yang terus perlu dicermati adalah respons dan implikasi kebijakan tarif terhadap stabilitas ekonomi keuangan global maupun nasional (Adies Kadir, 2025).

Situasi perang dagang yang semakin memanas ditandai dengan balasan balik atau retaliasi oleh para mitra dagang AS seperti Tiongkok, Kanada, Meksiko, negara-negara Uni Eropa, dan diikuti beberapa negara lain melalui kenaikan bea masuk lebih tinggi atas barang-barang impor yang berasal dari AS. Sedangkan Presiden Prancis Macron mengimbau para pengusaha negara Uni Eropa menunda rencana investasi langsung ke AS.

Ekonomi Indonesia dan dunia sedang tidak baik-baik saja. Kondisi Indonesia yang terancam “gelap” menuntut siapapun cerdas mengatur strategi bertahan hidup. Strategi bertahan hidup sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi (Snel dan Staring dalam Usman, 2022).

Strategi Adaptasi

Strategi bertahan (survival strategy) bisa diartikan sebagai cara yang digunakan oleh seseorang, atau sekelompok orang untuk mempertahankan eksistensi kediriannya yang bernilai atau dianggap bernilai, baik yang bersifat material maupun non material. Dalam perspektif sosiologi, strategi bertahan lazimnya menjadi sebuah pilihan ditengah gerusan ancaman-ancaman yang setiap waktu dapat merusak nilai-nilai yang menjadi kearifan dari sebuah komunitas (Sulaiman, 2014).

Strategi bertahan hidup (life survival strategy) adalah kemampuan adaptasi. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungannya. Individu memiliki hubungan dengan lingkungannya yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau memberikan sesuatu yang ia perlukan. Dalam arti luas, penyesuaian diri berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau autoplatis (dibentuk sendiri), tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Jadi penyesuaian diri ada yang ‘’pasif’’ di mana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang ‘’aktif’’ di mana kita mempengaruhi lingkungan. Menurut Woodworth (Gerungan, 2009), pada dasarnya terdapat empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu dapat bertentangan dengan lingkungan, individu dapat menggunakan lingkungannya, individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya dan individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.

Menurut Bennet (2012) adaptasi merupakan tingkah laku penyesuai (behavioral adaptation) yang menunjuk pada tindakan. Adaptasi dikatakan sebagai tingkah laku strategis dalam upaya memaksimalkan kesempatan hidup. Oleh karena itu, pada suatu kelompok adaptasi dapat memberi kesempatan untuk bertahan hidup. Adaptasi terhadap lingkungan tersebut merupakan tingkah laku yang diulang-ulang, dalam hal ini akan menimbulkan terjadinya dua kemungkinan. Pertama, adalah tingkah laku meniru (coping) yang berhasil sebagaimana yang diterapkan. Kedua, adalah mereka tidak melakukan peniruan karena yang terjadi dianggap tidak sesuai dengan harapan. Keberhasilan dalam tingkah laku meniru ini menimbulkan terjadinya penyesuaian individu terhadap lingkungannya (adaptation) atau terjadi penyesuaian dengan keadaan lingkungan pada diri individu.

Pada kalangan penduduk miskin pedesaan menurut Corner (Kusnadi, 2000) terdapat beberapa pola strategi adaptasi yang dikembangkan untuk menjaga kelangsungan hidup. Pertama, melakukan beraneka ragam pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Kedua, jika kegiatan-kegiatan tersebut masih kurang memadai, penduduk miskin akan berpaling kepada sistem penunjang yang ada di lingkungannya. Ketiga, bekerja lebih banyak meskipun lebih sedikit masukan. Keempat, memilih alternatif lain jika ketiga alternatif di atas sulit dilakukan untuk tetap bertahan hidup di desa sudah sangat kritis. Rumah tangga miskin tersebut harus menghadapi pilihan terakhir agar segera meninggalkan desa dan bermigrasi ke kota.

Strategi adaptasi sendiri dibedakan kedalam beberapa bagian berikut, yaitu adaptive behavior (perilaku adaptif) adaptive strategies (strategi adaptif) dan adaptive proceses (proses-proses adaptif) (Ahimsa-Putra, 2003).

Ragam Strategi Bertahan Hidup

Strategi bertahan hidup (coping strategis) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori (Suharto, 2012). Pertama, strategi aktif. Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk (misalnya melakukan aktifitasnya sendiri), memperpanjang jam kerja, memperdayaan tenaga kerja anggota rumah tangga untuk kegiatan usaha diluar penangkapan ikan, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitar atau seperti memancing dengan alat tangkap milik sendiri untuk menambah hasil pendapatan nelayan. Kedua, strategi pasif. Yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran sandang, pangan, pendidikan, alokasi waktu kerja untuk memelihara/perawatan alat tangkap dan sebagainya). Ketiga, strategi jaringan. Misalnya menjalin relasi, baik secara formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya maupun lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam uang ke toke meminjam ke tetangga, mengutang diwarung, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya).

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Carlk (Risal, 2016) bahwa salah satu strategi yang dilakukan orang miskin untuk mempertahankan kelangsungan hidup yakni dengan cara multifle sources of in come, seperti melakukan usaha atau menganekaragamkan sumber penghasilan dalam keluarga termasuk yang menyangkut berbagai peluang dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan melalui kegiatan atau usaha produktif lainnya.

Adapun dari sudut pandang teori jaringan sosial Barry Wellman (Risal, 2016), melihat bagaimana masyarakat bisa bertahan hidup dengan membentuk jaringan sosial kekerabatan, dimana menunjuk kepada jaringan kekeluargaan dalam kehidupa masyarakat, yang memiliki potensi nilai sosial budaya yang dapat menolong masyarakat bisa saling tolong menolong. Dalam teori tersebut menggambarkan bahwa masyarakat nelayan membutuhkan dukungan dari orang lain dalam menghadapi kemiskinan.

Masyarakat dalam mempertahankan kehidupannya melakukan diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan merupakan perluasan alternatif pilihan mata pencaharian yang dilakukan masyarakat. Ragam peluang kerja yang bisa dimasuki oleh mereka sangat tergantung pada sumber daya yang tersedia yang ada dilingkungan kehidupan masyarakat.

Cara Bertahan Hidup Kaum Miskin

D.O. Torimiro dan O.D. Kolawole (2005), menyebutkan tujuh cara bertahan hidup yang dipakai oleh masyakat miskin di Nigeria, yang secara  khusus penelitian sampel adalah kalangan pemuda pengangguran. Pertama, berdagang dan membawa barang dagangan ke daerah lain (buying and selling and street hawking).  Cara  ini dilakukan dengan membeli barang dari daerah tentangga dan kemudian menjual di daerah tempat tinggal atau membawa ke daerah  lain.

Kedua, bekerja di sektor in-formal, seperti; bus conducting, penimpa air,  dan pemotong rumput. Ketiga, peminta uang di kawasan parkir (motor-park touting). Untuk  mempertahankan kehidupan di dalam kondisi kesulitan ekonomi, pemuda  pengangguran memeras pemilik/pengendara yang memarkir mobil di parker. Keempat, mounting of road block. Kelima, merampok (armed robbery). Prilaku merampok ini juga  diikuti dengan mengkonsumsi obat-obat terlarang untuk memunculkan penampilan yang menakutkan atau  jahat. Enam, bekerja sebagai pelayan seks (prostitusi). Strategi ini dilakukan oleh kalangan wanita miskin baik dilakukan sendiri atau  dengan bergabung  dalam sebuah perkumpulan yang menawarkan jasa seks. Terakhir, menjual darah (blood touting)  dan kemudian mendapatkan pembayaran. Darah ada yang dijual langsung ke orang yang membutuhkan, ke  rumah sakit atau ke  bank darah (blood bank). 

Di Mexico, temuan dari penelitian Gonzales de la Rocha (Lingam, 2005) menyebutkan strategi bertahan hidup  yang  dilakukan orang  miskin  adalah melalui mengatur anggaran keluarga (domestic budget adjustments), memperbanyak sumber-sumber income

Ada tiga pola strategi untuk menyangga kelangsungan hidup (Kusnadi, 2000) yaitu: pertama, seluruh anggota rumah tangga bermigrasi ke kota untuk mencari dan memasuki peluang kerja yang tersedia di sektor informal. Kedua, para istri harus mengubah “paradigma lama” semata-mata mengurus tanggung jawab domestik dan membangun “paradigma baru” yakni turut serta mencari nafkah rumah tangga dengan memasuki sektor informal perdagangan desa. Ketiga, seluruh anggota rumah tangga dimobilisasi untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang tersedia di lingkungannya.

Strategi dan Mekanisme Survival

Ada tiga strategi survival berdasarkan status sosial ekonomi pada rumah tangga. Pertama, strategi survival yaitu strategi dalam memenuhi kebutuhan hidup pada tingkat minimum. Kedua, strategi akomodasi yaitu strategi dengan memanfaatkan jaringan sosial yang dimiliki. Ketiga, akumulasi yaitu strategi berupa peralihan profesi yang dimiliki (White dalam Wijaya, 2020).

Teori mekanisme survival yang dipopulerkan oleh James C.Scott (1989). Teori tersebut memandang bahwa dua tiga cara yang dilakukan masyarakat miskin untuk bertahan hidup. Pertama, mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah. Kedua, menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, sebagai buruh lepas, atau melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan. Cara ini dapat melibatkan seluruh sumber daya yang ada di dalam rumah tangga miskin, terutama istri sebagai pencari nafkah tambahan bagi suami. Ketiga, meminta bantuan dari jaringan sosial seperti sanak saudara, kawan-kawan sedesa, atau memanfaatkan hubungan dengan pelindungnya (patron), dimana ikatan patron dan kliennya (buruh) merupakan bentuk asuransi dikalangan petani. Patron menurut definisinya adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Patron dalam kehidupan petani adalah pemilik modal yang dapat membantu kesulitan keuangan yang dihadapi petani.

Scott menjelaskan upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan hidupnya adalah, pertama, mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah. Kedua, menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatan-kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau berimigrasi. Ketiga, menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam kejut selama masa krisis ekonomi.

Dalam sebuah penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif, teori menjadi pisau analisis yang penting dalam membantu mengungkap secara mendalam fakta dibalik realitas dari suatu fenomena sosial yang ada.

Kendati tekanan kemiskinan tidak sekali-dua kali menimpa keluarga miskin, namun kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa tidak sedikit keluarga miskin yang tetap survive, bahkan keluar dari situasi yang membelenggunya dengan selamat. Dalam hal ini, tak pelak mekanisme survival menjadi sesuatu yang penting. Dalam kehidupan sehari-hari umumnya keluarga miskin akan memperkecil atau memperluas lingkaran anggota keluarganya agar dapat memenuhi kebutuhan dan menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomi yang berubah. Kegiatan usaha ditujukan unuk menjamin keperluan hidup keluarga melalui produksi subsisten, yang sekarang ini makin banyak juga melalui produksi tambahan untuk pasar, seperti melalui pembentukan modal di dalam usaha pertanian untuk memperluas dasar eksistensinya (Blankunbgerg dan Sach dalam Hardianto, 2016).

Dari hasil kajiannya terhadap sejumlah keluarga miskin di Filipina, George Carner (Hardianto, 2016) berhasil mengidentifikasi pola dan mekanisme survival yang biasa dikembangkan keluarga miskin untuk bertahan hidup. Pada tahap awal, sasaran yang di tuju oleh rumah tangga berpendapatan sangat rendah adalah menghasilkan atau memperoleh makan cukup. Di berbagai wilayah pedesaan, sudah bukan rahasia lagi bahawa akses pada lahan untuk produksi yang subsisten sedikit-banyak akan melindungi rumah tangga miskin itu dari biaya pangan yang meningkat, dengan menyediakan suatu bentuk jaminan pangan yang penting.

Apabila kebutuhan pangan ternyata pada satu titik tidak dapat dipenuhi secara memadai, maka ada beberapa cara yang dilaksanakan rumah tangga untuk menanggulanginya. Pertama, yaitu para anggota keluarga rumah tangga miskin menganekaragamkan kegiatan-kegiatan mereka. Pekerjaan-pekerjaan yang paling merendahkan martabatpun diterima, meskipun bayarannya rendah. Bila kegiatan ini masih tidak memadai, mereka biasanya akan berpaling ke sistem penunjang yang ada di desa. Sanak keluarga yang lebih kaya mungkin menyediakan pinjaman atau sedikit lahan untuk menanam sayur-sayuran. Dalam menghadapi pendapatan dan peluang yang merosot, mereka yang termiskin pun bertahan dengan harapan para sahabat dan keluarga mereka akan membagi kelebihan apapun yang mereka miliki.

Mekanisme survival dan penanggulangan lain yang biasanya dikembangkan keluarga miskin adalah bekerja lebih banyak dengan lebih sedikit pemasukan. Akhirnya, bila kemungkinan-kemungkinan untuk bertahan hidup di desa menurun hingga titik yang menentukan, pilihan mereka yang ambil biasanya adalah melakukan urbanisasi. Uang kiriman dari para anggota keluarga yang melakukan migrasi, seringkali memungkinkan sebuah keluarga memantapkan kembali suatu penghidupan minimal di desa asal mereka. Di sisi lain, bila seorang migran berhasil menancapkan jejak yang kokoh di daerah baru maka seluruh anggota keluarga miskin bergabung dengannya (Emy Susanty, 2013).

Teori mekanisme survival yang dipopulerkan oleh James C.Scott. Teori tersebut memandang bahwa dua tiga cara yang dilakukan masyarakat miskin untuk bertahan hidup, Mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah. Menggunakan alternatif subsistem yaitu swadaya yang mencakup kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, sebagai buruh lepas, atau melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan.

Berbagai Riset

Berbagai riset, ditemukan berbagai ragam kiat, tips, cara, strategi untuk keluar dari kemiskinan. Dari berbagai  hasil  penelitian terungkap bahwa  dalam  bertahan hidup atau  keluar dari kemiskinan  di tempuh beberapa cara. Qialun Ye (2006), menyebutkan;  pertama;  pergi ke daerah lain (migration). Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian  (agricultural intensification and divercification). Ketiga,  mengaktifkan dan memperluas usaha bidang pertanian (argriculral intensification and diversification). Keempat,  menjalin kontrak kerja  pertanian dengan pihak swasta  maupun pemerintah (contract farming). Dan kelima, bekerja  di luar  bidang pertanian (off-farm employment in rural area).

Masih  di China, Zhengdong Li (2009) dalam penelitiaan yang dilakukannya  di  masyarakat miskin kota (urban poverty) di China, ditemukan beberapa   strategi bertahan hidup masyarakat miskin.  Pertama, merubah struktur konsumsi (change of the structure consumption). Bentuk perubahan konsumsi  yang dilakukan  adalah juga pengurangan pada  non food items,  seperti; pembelanjaan untuk pakaian, peralatan  rumah, biaya kesehatan, komunikasi, hiburan, tempat tinggal dan jasa.  Juga maksud dari change  structure consumption adalah perubahan gaya dan kebiasaan dalam berbelanja dan  kebiasaan diet. Strategi ini diyakini dapat membawa dampak jangka pendek (short-term) untuk bertahan  hidup dan pengurangan kemiskinan.  Kedua, partofolio management of tangible assets. Tangibles assets meliputi  teaga kerja (labor)  dan sumber daya manusia (human capital).  ketiga,  mengunakan intangible assets, meliputi; hubungan kekeluargaan dan social capital. Keempat, pengurangan investasi pada sumber  daya  manusia (reduction on investment in human capital). Kelima, mengunakan asset produktif (operation of productive assets) yang meliputi, rumah, mesin cuci, ruangan motor/garase, dan lainnya. Keenam, meningkatkan kekuatan tenaga kerja  keluarga (increase of family labor). Ketujuh, memaksimalkan nilai konversi modal sosial (maximum value conversion of social capital).   

            Menurut Tri Kuncoro (2008)  dengan mempelajari dan meneliti penduduk miskin lahan kering, Gunung Kidul, Yogyakarta,  menemukan cara  bertahan hidup penduduk miskin desa. Pertama, memperluas lahan pertanian namun tetap dengan tingkat teknologi dan  sistem pembagian kerja semula. Kedua, intensifikasi  pertanian dengan melakukan  memadati sebidang tanah dengan semakin banyak tenaga kerja. Ketiga, melanggar aturan atau norma yang ada ketika  terdapat peluang keuntungan lebih besar dari  biaya  yang  dikeluarkan pada  saat patuh pada  norma.  

Ibrahim dan Baheram (2009) menemukan cara bertahan hidup keluarga miskin dengan pekerja sebagai pemulung. Pertama, memimjam  uang ke tetangga. Kedua,  menghemat konsumsi di samaping berhemat  sebagian pendapatan ditabung. Ketiga,  mengikuti julo-julo atau arisan. Keempat,  dicukup-cukupkan  dengan apa yang  ada tanpa meminjam. Kelima,  mengembangkan jaringan sosial untutk memenuhi kebutuhan  hidup.

Menurut Ravallion (2001), dengan melakukan penyesuaian  konsumsi  mengarah kepada pengurangan protein  dan meningkatkan konsumsi  karbohidrat  mengikuti hukum  angel (Ravallion, 2001). Kedua, selain cara tersebut   juga  dilakukan  pengurangan investasi  produktif lainnya (Elfindri, 2005). Ketiga, mengembangkan hubungan sosial  dalam berbagai  tujuan  dengan bentuk pinjaman  dan penjualan asset produktif sehingga  menyarankan perlunya adanya  intervensi pemerintah (WRD, 2004, Dershem dan Gzirishvill, 1998).

Dalam Handbook Poverty, disebutkan cara bertahan hidup melalui,  pertama, makan lauk-pauk satu kali sehari (eating  only one meal in a day),  menjual kayu bakar (selling firewood), pindah ke daerah lain mencari pekerjaan (migrating  out of a village in search of livehood), bekerja dengan upah yang rendah (working for low wages), bekerja sebagai pekerja seks (selling sex for livehood), pengemis (begging), menggadaikan tanah (mortgaging land), bekerja  sebagai pekerja anak-anak (working as child-loborer), pindah agama  dan etnik (convertion to different religious and ethic indentities), menjual dengan harga lebih rendah dari  biaya produksi  (selling for less than cost production), dan mengirim anak ke kota  besar  (sending children to big cities) (Asyari, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Stefan Derco dan Pramila Krishnan (2000), di  Ethiopioa tentang poverty dan survival strategy, ditemukan bahwa mengurangi tingkat konsumsi  dan memperbanyak keragaman mata pencarian sebagai cara bertahan rumah tangga miskin  dari kemiskinan yang mendera kehidupan mereka. Tujuan dari bertahan hidup adalah membangun beberapa strategi untuk keamanan dan keseimbangan mata pencaharian rumah tangga.

Semoga !!!

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|