Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
INIPASTI.COM, Pinjam pendapat Erich Fromm (2020), “ketidakpatuhan adalah keburukan yang nista.” Berabad-abad lamanya, para Nabi, agamawan, penguasa, pemerintah, polisi, industrialis, dan orang tua menanamkan kata-kata berikut ke benak kita: kepatuhan adalah kebajikan yang utama. Sedangkan ketidakpatuhan adalah keburukan yang nista. Tetapi, sekarang, mari kita putar 180 derajat cara pandang ini dan pahami pernyataan berikut: sejarah umat manusia berawal dari tindakan ketidakpatuhan, dan bukan tidak mungkin sejarah umat manusia justru akan berakhir karena tindakan kepatuhan. Tindakan ketidakpatuhan telah membebaskan Adam dan Hawa. Mereka harus meninggalkan Taman Firdaus untuk belajar mengandalkan kekuatan sendiri dan menjadi manusia yang utuh. Itulah fajar awal sejarah umat manusia. Tanpa sikap ketidakpatuhan, mustahil akan lahir suatu peradaban.
Penulis tidak bermaksud mengamini pendapatnya Erich Fromm. Justru ketidakpatuhan melahirkan malapetaka dan bencana. Kecelakaan lalu lintas, lebih banyak terjadi lantaran ketidakpatuhan pengguna jalan terhada rambu-rambu lalu lintas. Korupsi kian menggurita, justru karena ketidakpatuhan seseorang atas peraturan perundang-undangan. Konflik terjadi di mana-mana lantaran ketidakpatuhan terhadap norma dan pranata yang telah terinternalisasi di masyarakat.
Ketidakpatuhan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak mau mengikuti petunjuk atau perintah yang diberikan kepadanya (Notoatmodjo, (2012). Ketidakpatuhan adalah bertingkah laku tidak sesuai dengan peraturan yang dilakukan dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan peraturan (Niven dalam Usman, 2024).
Oran Young (Alfiani D., 2020) menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap dimana adanya perilaku individu yang menaati aturan-aturan yang ditetapkan, tanpa adanya paksaan. Sebaliknya, ketidakpatuhan terjadi bila perilaku individu atau subyek tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Ketidakpatuhan merupakan padanan kata dari kepatuhan, maka dapat diartikan ketidakpatuhan adalah perilaku tidak taat atau tidak patuh pada ajaran atau aturan yang berlaku. Perilaku manusia bisa normal, abnormal, dapat diterima, atau tidak dapat diterima. Masyarakat menilai keterterimaan suatu perilaku menggunakan standar acuan yang disebut norma sosial dan mengatur perilaku menggunakan kontrol sosial (Ari, 2019).
Kasus Ketidakpatuhan Pasien
Banyak pasien yang tidak sembuh-sembuh penyakitnya, pemicunya adalah ketidakpatuhan pasien atas resep dokter atau tenaga kesehatan. Ketidakpatuhan yaitu ketidakmampuan mempraktikkan perilaku berhubungan dengan kesehatan yang dianjurkan sebagai akibat dari kurangnya sumber (Taylor dan Ralph dalam Usman, 2023). Menurut Bulecheck, Butcher, Dochterman dan Wagner (2016) bahwa ketidakpatuhan adalah perilaku individu dan atau pemberi asuhan yang tidak sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan oleh individu (dan atau keluarga dan atau komunitas) serta profesional pelayanan kesehatan. Perilaku pemberi asuhan atau individu yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau terapeutik secara keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil akhir yang tidak efektif secara klinis atau sebagian tidak efektif.
Ketidakpatuhan merupakan perilaku individu dan atau pemberi asuhan tidak mengikuti rencana perawatan atau pengobatan yang disepakati dengan tenaga kesehatan, sehingga menyebabkan hasil perawatan atau pengobatan tidak efektif (PPNI dalam Rulino, 2022). Ketidakpatuhan klien adalah sejauhmana perilaku klien tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh propesional kesehatan (Niven, 2000).
Ketidakpatuhan adalah perilaku individu atau pemberi asuhan yang gagal untuk menepati rencana promosi kesehatan atau rencana terapiutik yang telah disepakati oleh individu (atau keluarga, atau komunitas) dan tenaga kesehatan profesional sehingga mengakibatkan hasil yang secara klinis tidak efektif atau hasil yang sebagian tidak efektif (Wilkinson dan Ahern, 2011).
Ketidakpatuhan adalah kondisi ketika individu atau kelompok berkeinginan untuk patuh, tetapi ada sejumlah faktor yang menghambat kepatuhan terhadap saran tentang kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Carpenito, 2009). Ketidakpatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang dan atau pemberi asuhan sejalan atau tidak sejalan dengan rencana promosi kesehatan atau rencana terapeutik yang disetujui antara orang tersebut (atau pemberi asuhan) dan professional layanan kesehatan (Townsend, 2009). Ketidakpatuhan adalah motivasi individu yang berkeinginan untuk patuh namun saran mengenai kesehatan yang didapat dihambat oleh sejumlah faktor (Prihantana, 2016).
Menurut Niven (2002), faktor yang berhubungan dengan ketidaktaatan, secara sejarah, riset tentang ketaatan pasien didasarkan atas pandangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasihat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak taat dipandang sebagai orang yang lalai, dan masalahnya mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan kelas sosio ekonomi, pendidikan, umur, dan jenis kelamin.
Kasus Ketidakpatuhan Wajib Pajak
Di Indonesia banyak terjadi kasus di mana wajib pajak (WP) meremehkan besaran pembayaran pajak, sehingga wajib pajak tersebut melakukan penipuan dengan bantuan seorang petugas pajak (Brata, et al., 2017). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak (WP). Faktor yang pertama ketidakpatuhan lapor SPT Tahunan adalah kesadaran pajak, masyarakat terhadap pentingnya membayar pajak dan melaporkan SPT secara tepat dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan. Literatur (Putra, et al., 2020) menunjukkan bahwa pemahaman yang kurang tentang manfaat pajak atau kurangnya kesadaran akan konsekuensi hukum dari ketidakpatuhan bisa menjadi faktor.
Faktor kedua yakni kemudahan dalam proses pelaporan, kesenjangan antara kompleksitas proses pelaporan pajak dengan pemahaman masyarakat dapat menjadi hambatan. Proses ini dapat dilakukan secara online di akun djponline.pajak.go.id dan secara offline di kantor pajak terdekat. Sebagian masyarakat ada yang kesusahan untuk lapor SPT Tahunan orang pribadi secara online sehingga kebanyakan masyarakat enggan untuk melaporkannya. Sedangkan secara offline terdapat beberapa alasan yang dapat menimbulkan masyarakat enggan untuk lapor SPT Tahunan di antaranya, mengantri, keterbatasan waktu.
Faktor yang ketiga adalah ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Di Indonesia, persepsi mengenai kepercayaan masyarakat masih sangat belum jelas. Istilah kepercayaan atau ketidakpercayaan masyarakat tidak jarang digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena, mempunyai cakupan yang luas, dan mengacu pada berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan masyarakat terhadap suatu pemerintah yang dianggap gagal memenuhi harapan masyarakat. Kegagalan suatu pemerintah dalam memenuhi harapan masyarakat menimbulkan persepsi negatif masyarakat terhadap pemerintah. Salah satu dampaknya adalah melemahnya harapan masyarakat terhadap instansi kepemerintahan (Ibrahim, et al., 2020).
Faktor keempat adalah adanya hukuman yang tidak efektif. Jika hukuman atau sanksi atas ketidakpatuhan terlalu ringan atau tidak diterapkan secara konsisten, orang-orang mungkin merasa bahwa risiko tidak melaporkan SPT adalah rendah (Tawas, et al., 2016). Menurut Alessandro (2018) pandangan seorang WP adalah hal yang sia-sia saja membayar maupun melaporkan pajak secara terkendali, karena hasilnya pun akan digunakan dengan sia-sia yang tidak sesuai kegunaannya, terlebih dilanggar oleh beberapa fiskus. Faktor kelima yaitu kontrol sosial, norma-norma sosial atau tekanan dari lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terkait dengan pelaporan pajak. Jika lingkungan sekitar dianggap wajar untuk tidak melaporkan dengan benar, hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan (Warouw, et al., 2015).
Kemudian yang keenam adalah faktor eksternal, perubahan kebijakan perpajakan, situasi ekonomi, atau faktor-faktor eksternal lainnya juga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam melaporkan SPT. Wahyuni & Purnamawati (2020) mengungkapkan penyelesaian dalam membayar pajak dapat bergantung pada tingkat pelayanan yang diberikan oleh fiskal. Seorang administrator pajak juga wajib memiliki kualifikasi atau keahlian serta pengetahuan yang memadai tentang kebijakan, administrasi, dan peraturan perpajakan.
Kasus Ketidakptauhan Pengguna Jalan
Salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas menurut Khisty dan B. Kent Hall (2006) adalah ketidakpatuhan pengguna jalan atau faktor manusia, di samping faktor kendaraan dan fator jalan raya atau ruang lalu lintas jalan.
Faktor manusia adalah faktor-faktor yang berasal dari manusia selaku pengguna atau pemakai jalan. Berbagai hal menyangkut manusia antara lain: sikap, perilaku dan kebiasaan yang kurang tepat, kurang patuh ketika menggunakan jalan raya menyebabkan kemacetan lalu lintas dan membahayakan pihak lain, misal: sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mau mengalah, congkak, arogan, menganggap bahwa melanggar aturan berlalu lintas adalah hal biasa serta tidak mengetahui atau tidak mau peduli bahwa gerakan (manuver)-nya mengganggu bahkan membahayakan keselamatan pengguna jalan lain, yang berprinsip bahwa kecerobohannya bukan merupakan tanggung jawabnya melainkan menjadi tanggung jawab pihak lain.
Pengendara banyak melakukan ketidakpatuhan atau pelanggaran dalam berlalu lintas seperti memainkan handphone pada saat mengemudi, melawan arus lalu lintas saat mengemudi, tidak memiliki SIM dan STNK (Sasambe, 2016). Dampak dari ketidakpatuhan, ketidakdisiplinan dan ketidaktaatan terhadap rambu-rambu lalu lintas dan peraturan di jalan raya akan melahirkan kemacetan di jalan raya.
Kerugian yang diderita akibat dari masalah kemacetan ini apabila dikuantifikasikan dalam satuan moneter sangatlah besar, yaitu kerugian karena waktu perjalanan menjadi panjang dan makin lama, biaya operasi kendaraan menjadi lebih besar dan polusi kendaraan yang dihasilkan makin bertambah. Pada kondisi macet kendaraan merangkak dengan kecepatan yang sangat rendah, pemakaian bbm menjadi sangat boros, mesin kendaraan menjadi lebih cepat aus dan buangan kendaraan yang dihasilkan lebih tinggi kandungan konsentrasinya. Pada kondisi kemacetan pengendara cenderung menjadi tidak sabar yang menjurus ke tindakan tidak disiplin yang pada akhirnya memperburuk kondisi kemacetan lebih lanjut lagi (Santoso dalam Sari, 2011).
Secara ekonomis, masalah kemacetan lalulintas akan menciptakan biaya sosial, biaya operasional yang tinggi, hilangnya waktu, polusi udara, tingginya angka kecelakaan, bising, dan juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki (Etty Soesilowati dalam Firmansyah, 2020). Masalah kemacetan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pemakai jalan, terutama dalam hal pemborosan waktu (tundaan), pemborosan bahan bakar, pemborosan tenaga dan rendahnya kenyamanan berlalulintas serta meningkatnya polusi baik suara maupun polusi udara (Tamin dalam Lubis, 2016).
Faktor Pemicu
Sikap dan kecenderungan yang sangat manusiawi untuk mengevaluasi hampir apa saja dan siapa saja yang kita temui, entah itu sikap terhadap orang lain, benda atau kejadian. Di sini seseorang akan mengevaluasi hubungan atau ketertarikan interpersonalnya pada orang lain. Di mana bilamana individu tersebut tertarik dengan orang lain yang melakukan perilaku negatif, maka individu tersebut mengikutinya. Ketertarikan meliputi evaluasi sepanjang suatu dimensi yang berkisar dari sangat suka hingga sangat tidak suka (Baron & Byne, 2004).
Pendapat lain, faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (Milgram dalam Baron & Byne, 2004). Pertama, pemahaman tentang instruksi. Tak seseorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Sehingga karena salah paham terhadap instruksi yang diberikan individu cenderung melakukan ketidakpatuhan pada suatu hal. Jadi, perlu adanya instruksi yang jelas dan tepat agar individu tersebut dengan sesuai bisa melakukan apa yang diperintahkan. Kedua, kualitas interaksi. Kualitas interaksi merupakan bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Di mana hubungan emosional yang baik sangat mempengaruhi kualitas interaksi antara keduanya.
Ketiga, dukungan sosial dan keluarga. Dukungan sosial dan keluarga yang kurang maksimal dapat menghambat individu untuk tidak mematuhi peraturan yang ada. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Keempat, keyakinan, sikap dan kepribadian. Di sini keyakinan yang salah akan mempengaruhi sikap yang diambil oleh seseorang tersebut. Begitu juga dengan faktor kepribadian, di mana perlu dilihat dari sisi kepribadiannya, individu ini cenderung mengarah ke sifat yang bagaimana. Sehingga faktor ini dapat menyebabkan seseorang tidak patuh.
Menurut Kaplan (2003), faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan adalah faktor komunikasi di mana berbagai aspek komuniksi antara pasien dengan dokter rmempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasaan terhadap aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasaan terhadap obat yang diberikan, pengetahuan artinya adalah ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian obat, fasilitas kesehatan merupakan sarana penting di mana dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita menerima penjelasan dari tenaga kesehatan yang meliputi jumlah tenaga kesehatan, gedung serbaguna untuk penyuluhan dan lain-lain.
Ragam Ketidakpatuhan
Masih kasus ketidakpatuhan pasien dalam berobat. Menurut Ruppar (Ernawati, et al., 2020), ketidakpatuhan terdiri dari dua jenis yakni ketidakpatuhan yang disengaja, dan ketidakpatuhan yang tidak disengaja.
Pertama, ketidakpatuhan yang tidak disengaja. Ketidakpatuhan yang tidak sengaja dapat terjadi saat pasien berusaha untuk mematuhi rejimen pengobatan sesuai arahan dari dokter atau tenaga kesehatan, tetapi berjuang atau berusaha untuk mengingat minum obat atau memiliki hambatan lain untuk mencapai kepatuhan yang baik (seperti akses yang buruk ke apotek, ketidakmampuan untuk membeli obat) (Conn and Ruppar dalam Ernawati, et al., 2020). Ketidakpatuhan yang tidak disengaja ini merupakan ketidakpatuhan yang paling mudah atau baik memberikan implikasi saat diberikan intervensi.
Kedua, ketidakpatuhan yang disengaja. Ketidakpatuhan yang disengaja merupakan ketidakpatuhan yang berasal dari pasien. Ketidakpatuhan tipe ini merupakan ketidaktaatan pengobatan yang lebih sulit diperbaiki dibanding ketidakpatuhan yang tidak disengaja. Kondisi ini perlu dilakukan analisa untuk melihat faktor dari diri pasien yang mempengaruhi kepatuhan. Hal-hal yang seringkali menjadi alasan katidakpatuhan yang disengaja adalah ketidakpercayaan pada penyedia layanan kesehatan atau keyakinan yang salah tentang kondisi kesehatan atau rejimen pengobatan seseorang (Neimann, et al., dalam Hasibuan, 2022).
Solusi Alternatif
Ketidakpatuhan atau kepatuhan yang merusak berarti tindakan yang berdasarkan kepatuhan itu membahayakan orang lain atau dirinya sendiri. Penyebab kepatuhan yang merusak yaitu: pertama, orang-orang yang berkuasa membebaskan orang-orang yang patuh dari tanggungjawab atas tindakan mereka; kedua, orang-orang yang berkuasa seringkali memiliki tanda atau lencana nyata yang menunjukan status mereka. Hal ini menimbulkan norma “patuhilah orang yang memegang kendali”. Norma ini adalah norma yang kuat, dan bila kita dihadapkan dengannya, sebagian besar orang merasa sulit untuk mematuhinya. Ketiga, adanya perintah bertahap dari figur otoritas. Perintah awal mungkin saja meminta tindakan yang ringan baru selanjutnya perintah untuk melakukan tindakan yang berbahaya. Keempat, situasi yang melibatkan kepatuhan bisa berubah cepat. Cepatnya perubahan ini menyebabkan kecenderungan meningkatnya kepatuhan.
Dinicola dan Dimatteo (Usman, 2024), mengusulkan 5 cara untuk mengatasi ketidakpatuhan (kasus pasien !). Pertama, mengembangkan tujuan kepatuhan. Seseorang akan dengan senang hati mengemukakan tujuannya mengikuti program pengobatan jika memiliki keyakinan dan sikap positif, dengan cara kontrak tertulis juga dapat meningkatkan kepatuhan. Kedua, perilaku sehat yang dipengaruhi oleh kebiasaan. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru. Ini merupakan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut.
Ketiga, pengontrolan perilaku. Faktor kognitif juga berperan penting dalam mengatasi ketidakpatuhan. Menurut Janis dan Rodin (Nugraha, 2020) bahwa ketidakpatuhan dapat diselesaikan dengan menggunakan satu “kekuatan petunjuk”, yang dapat diartikan sebagai situasi di mana profesional kesehatan berperan sebagai referensi sebagai klien. Profesional kesehatan tersebut menjadi seseorang yang dalam berbagai cara dan membela perilaku sehat. Keempat, dukungan sosial. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan mengikuti program pengobatan. Dan kelima, dukungan dari profesional kesehatan. Dukungan profesional kesehatan merupakan faktor yang penting yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan.
Semoga !!!