Kejenuhan “Penyakit” Akut yang Acapkali Diderita Siswa

1 week ago 13

Oleh : Ahmad Usman

Dosen Universitas Mbojo Bima

INIPASTI.COM,  “Bergembiralah karena ide-ide kreatif akan  datang dengan sendirinya. Keseriusan adalah satu-satunya tempat sembunyi yang dangkal. Ide-ide kreatif saya muncul ketika suasana dengan teman-teman menyenangkan penuh humor dan dari bermain-main ala bocah” (Jack Foster dalamTubagus Hidayat, 2013).

Salah satu di antara sekian “penyakit” akut yang acapkali diderita siswa ketika berlangsungnya pembelajaran di sekolah yakni jenuh atau kejenuhan belajar. Kejenuhan adalah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu jenuh juga dapat berarti jemuh atau bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988). Penyebab kejenuhan belajar bermacam-ragam, misalnya: karena keletihan, kecemasan terhadap keberhasilan, situasi kompetitif yang ketat, pemaksaan diri, dan lain sebagainya. Kejenuhan dapat juga terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmaniahnya karena bosan (borring) dan keletihan (fatigue).

Banyak cara mengatasi kejenuhan, di antaranya: istirahat, pengubahan cara belajar, guru memberikan motivasi dan stimulasi baru, pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa, dan menyajikan gaya mengajar yang menyenangkan, seperti penyisipan humor.

Rasa humor (sense of humor) dapat diartikan sebagai kecenderungan respon kognitif individu untuk membangkitkan tertawa, senyuman, dan kegembiraan.

Humor sering dimaknai oleh banyak orang sebagai lawakan yang kemudian mengundang tawa dan canda. Orang akan semakin mengaitkan humor dengan sejumlah acara di media televisi yang belakangan ini marak mengisi acara intertainment. Terakhir yang telah tinggal nama adalah acara kebudayaan yang dikemas dengan banyolan segar yakni “ketoprak humor”. Ketoprak bukan sekadar menyajikan banyolan belaka yang kemudian mengundang selera pemirsa untuk tertawa. Acara tersebut, tetap acara budaya (karena latar cerita yang dikembangkan memang cerita tradisional) meskipun kadang diselingi lelucon.

Guru terbaik adalah guru yang mendahulukan interaksi dalam lingkungan belajar, memperhatikan kualitas interaksi antar pelajar, antara pelajar dan guru, serta antara pelajar dan kurikulum. Cara terbaik untuk berinteraksi dengan peserta didik adalah memahami impian siswa terhadap guru ideal yang menurutnya mampu memberikan dorongan terbesar dalam belajar.  

Prayitno (2002), menggambarkan profil guru yang diharapkan siswa adalah (1) periang, (2) suka berteman, (3) beremosi matang, (4) jujur dan ikhlas, (5) dapat dipercaya, (6) sehat mental, (7) dapat menyesuaikan diri, (8) kepribadian yang kuat. Selanjutnya Prayitno menyatakan bahwa figur guru yang diharapkan siswa adalah (1) menegakkan aturan, (2) aktif dalam tugas, (3) dapat menjelaskan dengan baik, (4) menarik dan tidak membosankan, (5) adil, taat asas, tidak pilih kasih, (6) enak diajak berteman. Seluruh komponen dari profil guru tersebut harus dimiliki oleh guru.

Strategi tersebut dapat diciptakan melalui (1) penciptaan lingkungan kelas yang dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk berfokus dan menyerap informasi, (2) peningkatan pemahaman melalui gambar poster ikon yang dapat menampilkan isi pelajaran secara visual, (3)  penggunaan poster afirmasi lucu dan mengandung humor yang dapat menguatkan dialog internal siswa, (4) penggunaan alat bantu belajar dalam berbagai bentuk seperti kartun dan karikatur yang dapat menghidupkan gagasan abstrak dan mengikutsertakan pelajar kinestetik, (5) perancangan waktu jeda strategis dan mengisinya dengan kegiatan yang menyenangkan seperti membuat kuis, pertanyaan lucu, humor, penjelasan tentang transisi menggunakan berbagai sumber yang dapat menjamin siswa menjadi tertarik dan berminat pada setiap pelajaran (Usman, 2022).

Humor dalam pembelajaran adalah komunikasi yang dilakukan guru dengan menggunakan sisipan kata, bahasa dan gambar yang mampu menggelitik siswa untuk tertawa. Sisipan humor yang diberikan dapat berbentuk anekdot, cerita singkat, kartun, karikatur, peristiwa sosial, pengalaman hidup, lelucon atau plesetan yang dapat merangsang terciptanya suasana riang, rileks, dan menyenangkan dalam pembelajaran. Bukan berbentuk lawakan yang kadang menjurus pada lelucon yang menyangkut pribadi seseorang, politik, sara, pornografi yang kurang bermanfaat. Selera humor yang tinggi merupakan salah satu bagian terpenting dari beberapa hal yang diperlukan untuk merakit sebuah kepribadian yang menarik dalam berinteraksi dengan orang lain.

Humor bisa memainkan peranan penting yang istimewa dalam perkembangan sosial seseorang. Akan lebih merasa nikmat berinteraksi dengan seorang yang memiliki sense of humor yang tinggi. Ciri terpenting dari seorang humoris adalah ia mampu memasuki dunia orang lain dengan segala situasi. Ia mampu mengemas kemarahannya dengan bahasa humor, sehingga orang lain tidak merasa dimarahi.

Guru perlu membuat terobosan baru dalam proses pembelajaran, dan satu di antaranya dengan menerapkan model pembelajaran yang membuat anak tetap riang gembira di saat sekolah berlangsung (joyful learning). Prinsip dasarnya, anak akan belajar secara efektif bila berada dalam kondisi fun dan nyaman.

Hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir mengungkapkan bahwa belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap capaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi primadona sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan emosional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran di samping kecerdasan intelektual (Darmansyah, 2010).

Toni Buzan (Darmansyah, 2010), mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukannya selama 30 tahun tentang asosiasi siswa terhadap kata “belajar”. Ia menemukan kata atau konsep, yaitu: membosankan, ujian, pekerjaan rumah, buang-buang waktu, hukuman, tidak relevan, penahanan, “idih” (yuck), benci, dan takut.

Kiat Mengembangkan Rasa Humor

Bagi guru, memiliki rasa humor merupakan modal personal yang sangat berharga sekaligus dapat menjadi daya pikat tersendiri di mata siswanya. Rasa humor guru sangat berguna dalam upaya menciptakan iklim kelas dan pengembangan proses pembelajaran yang lebih sehat dan menyenangkan. Bahkan, Melissa Kelly (Sudrajat, 2013) menyebutkan bahwa rasa humor merupakan salah satu kunci untuk menjadi guru yang sukses. Menurut Melissa, rasa humor guru dapat meredakan ketegangan suasana dan dapat mencegah timbulnya perilaku destruktif siswa di kelas, serta bisa dijadikan sebagai cara untuk menarik perhatian siswa di kelas. Dan yang paling penting, dengan rasa humor yang dimilikinya, seorang guru akan menunjukkan bahwa dia adalah sosok orang yang memiliki kepribadian dan mental yang sehat, dapat menikmati hidup, serta mampu menjalani kehidupan kariernya secara wajar tanpa stress. Guru perlu berlatih dan membiasakan diri untuk memiliki kemampuan mengembangkan rasa humor di kelas.

Dalam praktiknya, mengembangkan rasa humor di kelas tidak bisa dilakukan secara serampangan tetapi memerlukan cara dan kiat tersendiri. Berikut ini beberapa ide yang sering dipraktikkan di kelas (Sudrajat, 2013).

Pertama, hubungkan dengan materi yang sedang diajarkan. Mungkin ini ide yang paling sulit untuk diterapkan karena tidak semua materi yang kita ajarkan kepada siswa bisa disisipi humor, khususnya bagi Anda yang kurang terbiasa berartikulasi. Tetapi jika Anda mampu melakukannya, maka humor yang dikoneksikan dengan materi pelajaran bisa diyakini sebagai bentuk reinforcement yang dapat membantu siswa untuk mencerna dan menyimpan informasi secara lebih baik dalam sistem memori jangka panjangnya.

Kedua, gunakan video atau gambar yang relevan. Untuk ide yang kedua ini, mungkin tidak sesulit ide yang pertama. Cukup dengan menggunakan jasa Eyang Google atau mesin pencari lainnya, Anda bisa mencari dan menemukan aneka video dan gambar yang dibutuhkan untuk kepentingan pengembangan rasa humor di kelas. Konten video atau gambar tidak harus persis identik dengan materi yang akan diajarkan, yang penting bisa dicari kaitannya (dihubung-hubungkan). Selanjutnya, sajikanlah video atau gambar tersebut di kelas secara atraktif. Usahakan setelah usai penayangan, mintalah kepada siswa untuk merefleksi tayangan tersebut, dikaitkan dengan materi yang sedang diajarkan.

Ketiga, lakukan pada waktu dan situasi yang tepat. Mengembangkan rasa humor tidak harus dilakukan sepanjang waktu pelajaran, karena Anda tidak sedang melawak di kelas. Sajikan rasa humor Anda ketika siswa Anda membutuhkannya. Misalnya, ketika siswa mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan atau ribut di kelas. Usahakan jangan mengulang topik humor yang sama pada kelas yang sama, jika Anda mengulanginya, bukan kegembiraan siswa yang akan didapat tetapi malah mungkin menjadi sesuatu yang membosankan dan menyebalkan.

Keempat, sampaikan secara etis dan tidak melecehkan siswa. Interaksi antara guru dengan siswa adalah interaksi pendidikan. Oleh karena itu, ketika Anda hendak menyampaikan humor di kelas harus tetap dalam bingkai pendidikan, baik dari segi konten maupun cara penyampaiannya. Hindari humor jorok dan berbau SARA, serta hindari bentuk humor yang dapat melukai harga diri seseorang, khususnya siswa, sekalipun humor itu sangat lucu dan dapat mengundang sebagian besar orang untuk tertawa dan bergembira.

Kelima, mudah dipahami dan sesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Seorang guru berusaha mengembangkan humor tertentu di kelas, yang menurut dia humor itu sangat lucu, tetapi ternyata reaksi dari siswa malah datar-datar saja. Sangat mungkin hal ini disebabkan oleh konten humor yang terlalu tinggi sehingga sulit dicerna oleh pikiran siswa. Oleh karena itu, pilihlah secara jeli konten humor yang sesuai dengan daya tangkap siswa dan tingkat perkembangan siswa.

Kenapa harus dengan humor? Ira Shor (2001) menjelaskan bahwa kehidupan pembelajar di luar sekolah adalah penuh humor dan komedi merupakan salah satu cara merasakan subjektivitas mereka. Ketika pembelajaran berlangsung tanpa humor tanpa emosi, hal tersebut telah mengabaikan dua nilai subjektif. Mereka (siswa) akan berpikir bahwa kehidupan intelektual adalah menyeret, siswa umumnya senang berhubungan dengan guru yang menghibur (yang mampu membanyol untuk menarik perhatian).

Pada sisi lain, humor dan kesehatan telah banyak diperbincangkan dan dibuktikan, karena tertawa berarti melakukan peregangan otot-otot halus tidak hanya di sekitar wajah tapi seluruh tubuh sehingga kita menjadi santai. Humor juga berkhasiat memacu kreativitas, karenanya sangat dianjurkan dalam ruang kelas maupun ruang keluarga.

Pendekatan komunikasi dan interaksi antara orangtua dan anak, pengajar dan anak didik dapat mendorong kreativitas serta kemampuan berpikir, mengenalkan nilai-nilai, mengajarkan perilaku positif dan tanggung jawab pada lingkungan sekitar, menanamkan rasa percaya dan kepercayaan diri anak-anak dengan mengenalkan satu mekanisme untuk menghadapi kesedihan, kekecewaan atau perasaan duka (Lovorn dalam Pitaloka, 2008).

Kemampuan guru menciptakan humor, akan lebih mudah  berkomunikasi secara intensif dan membangun suatu hubungan sosial yang kuat. Ketika guru menstimulan dengan humor, suasana kelas akan berubah ceria, penuh bersahabat dan akrab. Saat inilah, guru membangun kembali kegairahan dan kebebasan setelah sebelumnya penuh ketegangan dan ketakutan atau cemas. Karena menurut Sultanof (How, 2005) berbagai bukti telah menyebutkan tekanan emosi dan humor tidak dapat terjadi dalam satu suasana psikologis.

Dengan humor, akan tercipta suasana keterbukaan antar warga belajar, siswa dengan siswa, siswa dan guru. Ketika proses pembelajaran aspek jiwa siswa dan guru terlibat. Performa guru yang sejak awal tampil ceria, penuh canda akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tidak kaku, siswa akan tidak sungkan lagi menyampaikan gagasan-gagasan dan pendapatnya. Guru juga dapat merespon dengan penuh empati dan motivasi serta menghargai semua gagasan dan jawaban siswa dalam bingkai toleransi.

Efek humor dalam mendemonstrasikan pembelajaran ternyata tidak hanya terhenti pada penciptaan kelas yang menyenangkan, penuh keakraban, keterbukaan, dan toleransi serta mampu membangkitkan kembali motivasi siswa. Semangat humor yang menciptakan kegairahan kembali (re-motivasi) siswa akan berdampak jelas pada prestasi. Kelas yang penuh keterbukaan, akrab, dan gairah akan lebih berprestasi dibanding kelas yang kurang bergairah, lesu dan tertekan.

Mengaplikasikan humor dalam proses pembelajaran sebenarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara. Pertama, pada saat awal pembelajaran, untuk melemaskan kembali ketegangan dan menegaskan bahwa kita mau terbuka dan akrab dengan siswa. Kedua, sebagai selingan dalam pembelajaran. Hal ini dimungkinkan untuk menghindari kelesuan, monoton, dan mengurangi stress akibat penyampaian materi pelajaran. Ketiga, pada saat akhir pembelajaran. Untuk menyegarkan kembali setelah menerima pembelajaran, dan akan memasuki pembelajaran berikutnya. Guru juga bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi humor bagi teman-temannya.

Sumber dan bentuk yang dapat dieksplore dalam pembelajaran, misal dengan memberi nama lucu pada benda-benda yang ada, suara-suara dan wajah yang lucu. Bentuknya bisa berupa cerita humor, anekdot, sindiran, dan aksi dalam pembelajaran, atau dengan pantun jenaka atau pengalaman hidup siswa. Guru secara kreatif dapat menciptakan humor sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan pembelajaran agar lebih kontekstual.

Bukan Menjadi Pelawak atau Badut

Peran guru dalam memunculkan humor edukatif bukan ingin mengubah penampilan guru menjadi pelawak atau badut. Guru tetaplah guru. Humor guru haruslah cerdas, kreatif dan inovatif dalam rangka merangsang siswa untuk berfikir segar dan kritis sambil tertawa atau tersenyum. Tawa senyum siswa bukan sekadar ketawa lepas tetapi tawa sarat makna, tawa akademik, tawa yang membuat siswa segar untuk melanjutkan materi belajar berikutnya.

Humor edukatif tersebut bisa disampaikan secara langsung oleh guru, misalnya dengan menayangkan media ”film/slide” lucu yang sudah banyak tersedia di internet melalui LCD, memberikan tebakan lucu, gambar lucu, dan lain-lain.

Humor tidak sekadar mengajak kita berhenti cuma pada ketawa. Humor yang bermutu, sesudah terbahak-bahak yang sangat melegakan jiwa, nalar kita berkembang menuju pemahaman lebih dalam lagi (Sobary, 2000). Humor yang ideal adalah membuat siswa terpancing untuk tersenyum dan tertawa dan ini harus dimanfaatkan guru sebagai satu titik kembalinya kesegaran siswa untuk melanjutkan proses pembelajaran dengan lebih semangat.

Humor tidak sama dengan tertawa murahan, ia lebih kaya dan lebih menuntut dibandingkan bercanda (Shor, 2001). Menurut How (2005), humor yang sehat mampu mengurangi stress, memberi perspektif baru dan perasaan lebih baik. Humor yang negatif bisa menyinggung perasaaan orang lain, meningkatkan ketegangan dan perasaan lebih buruk.

Secara konseptual, membuat siswa tersenyum dan tertawa dalam proses pembelajaran tidak boleh terhenti pada terbangunnya kelas yang menyenangkan, penuh keakraban, segar, dan penuh toleransi serta mampu membangkitkan kembali motivasi siswa, tapi sebaiknya humor edukatif juga menciptakan kegairahan kembali (remotivasi) siswa untuk belajar lebih semangat dan rajin. Kelas yang penuh keterbukaan, penuh dengan senyum dan ketawa edukatif, akrab, dan gairah, segar bisa dipastikan memberi peluang bagi siswanya untuk lebih kreatif dibanding kelas yang kurang bergairah, tegang, lesu dan tertekan.

Banyak cara yang bisa dieksplor dalam pembelajaran untuk memancing siswa tersenyum dan tertawa: membuat kalimat yang tidak biasa, mengkontraskan kenyataan, memberi contoh yang dekat dengan siswa, menggunakan majas-majas kontradiktif, dan lain-lain. Bentuknya bisa berupa cerita humor, anekdot, sindiran, dan aksi dalam pembelajaran, atau dengan pantun jenaka atau pengalaman hidup siswa. Guru secara kreatif dapat menciptakan humor sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan pembelajaran agar lebih kontekstual.

Dalam memberikan humor juga harus mengingat adanya batasan-batasan etika yang tidak boleh diabaikan. Dalam menyampaikan humor, hendaknya seseorang tidak boleh menyinggung kelainan fisik orang lain, menyinggung kelompok lain maupun humor yang jorok.

Semakin sering siswa tersenyum dan tertawa tentu saja membuat proses pembelajaran berlangsung dengan segar tanpa tekanan sekaligus membuat siswa kelihatan ‘lebih muda’ dan usia mereka dan mestinya akan melejitkan prestasi siswa.

Suasana belajar yang menyenangkan dapat diciptakan oleh guru di antarnya menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar, tidak memberikan soal-soal yang terlalu sukar, dan menyisipkan humor-humor yang segar dan mendidik.

Tujuh Ayat” Vs “Tujuh Ayat

Menyadari keampuhan humor yang edukatif, humor dapat didayagunakan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan mutu pengajaran. Humor edukatif ibarat “bumbu dalam masakan” yang meningkatkan “nafsu dan gairah belajar” para siswa.

Suasana kelas yang santai dan sesekali disisipi dengan humor-humor segar yang mengundang tawa, tentu akan lebih mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang menyenangkan. Humor tersebut bisa disampaikan secara langsung oleh guru yang bersangkutan maupun dengan meminjam media ”film/slide” lucu yang sudah banyak tersedia untuk ditayangkan melalui proyektor/LCD.

Ada 7 (tujuh) ayat yang mengindikasikan peserta didik tidak diajak senyum atau tertawa oleh guru dalam proses pembelajaran: (1) siswa tidak suka mata pelajaran yang diajarkan oleh guru itu; (2) siswa tidak memiliki buku mata pelajaran yang diajarkan guru itu; (3) siswa tidak pernah mengulang materi yang diajarkan oleh guru itu; (4) siswa sering bolos; (5) catatan siswa untuk pelajaran itu tidak teratur; (6) setelah tamat, tidak akan mengambil jurusan yang diajarkan guru itu; (7) ‘siswa kelihatan lebih tua dari siswa yang sering tertawa’ (Amri Ikhsan, 2012).

Kemudian ada 7 (tujuh) ayat yang bisa dilakukan guru dalam memunculkan humor akademik: (1) teka teki lucu, misalnya (a) sebuah pohon kelapa di belakang rumah disambar petir, kenapa orang-orang menebang pohon kelapa itu?; (b) semakin dibuang isinya, semakin besar?, dan lain-lain; (2) menampilkan gambar-gambar lucu; (3) menampilkan video-video lucu. Ini bisa diunduh di situs ‘youtube’; (4) tongue twister; (5) anekdot; (6) bermain angka; (7) membalikkan fakta, dan lain-lain (Ikhsan, 2012).

Dihipotesakan, salah satu cara untuk menciptakan suasana segar dalam proses pembelajaran adalah dengan menciptakan humor edukatif. Keberadaan humor dapat mencairkan situasi yang kaku, tegang, memecahkan kejenuhan, kebosanan, membuat siswa ceria, tersenyum, tertawa.

Pembelajaran yang “Fun”

Amstrong dalam bukunya Awakening Genius in The Classroom mengategorikan bahwa orang yang bersifat humoris termasuk orang jenius, selain itu termasuk jenius juga orang-orang yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, jenaka, imaginatif, kreatif, rasa takjub, bijaksana, penuh daya cipta, penuh vitalitas, peka, fleksibel, dan gembira (Yunsirno, 2010).

Seorang pengamat pendidikan mengatakan bahwa “when the fun stops, learning often stops too” yang menunjukan bahwa memang belajar membutuhkan kemenarikan dan kegembiraan agar menyenangkan. Oleh sebab itu rasanya seluruh guru khususnya di jenjang sekolah dasar perlu untuk memahami apa yang disebut dengan ‘fun’ dalam pembelajaran (Usman, 2022).

Meirer (2002) membatasi makna ‘fun’ tersebut sebagai bangkitnya minat,adanya keterlibatanpenuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaanatas materi yang dikuasai) dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.

Tung (2015) menyebutkan karakteristik pembelajaran yang menyenangkan di antaranya; peserta didik terlibat dalam pengalaman dan tugas secara langsung, tersinkronisasi antara pemikiran guru dan peserta didiknya, munculnya rasa kepentingan dan tujuan bersama, adanya interaksi bermakna antara kemampuan peserta didik dengan konten pembelajaran. Seluruh karakteristik tersebut dapat diciptakan guru melalui perencanaan yang matang, aktif dan kolaboratif untuk menciptakan iklim fun dalam pembelajaran.

Semoga ! 

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|