INIPASTI.COM, Adonara. Ramadhan hadir sebagai miniatur dan momentum membetuk peradaban utama, tidak terkecuali masyarakat Adonara NTT dengan pusat peradaban di Waiwerang Kota. Ramadhan mengajarkan banyak pelajaran, lewat ceramah agama/tadzkirah oleh ustadz dan ustadzah.
Peradaban adalah suatu tahap perkembangan masyarakat yang telah mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dari berbagai bidang kehidupan, seperti bidang pendidikan/ilmu pengetahuan, bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Demikian isi khutbah Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Dr Dahlan Lama Bawa, S.Ag, M.Ag, saat jadi Khatib Idul Fitri 1446 H, Senin 31 Maret 2025 di Lapangan Kebun Raya Waiwerang Adonara Nusa Tenggara Timur.
Judul khutbah Idul Fitri yang dibawakan adalah, Ramadhan Momentum Membentuk Peradaban Utama, (Waiwerang Miniatur Peradaban dan Kerukunan Umat), ungkap Alumni MAS DDI Waiwerang 1989-1992 ini.
Kelurahan Waiwerang Kota disebut sebagai miniatur peradaban karena telah memiliki kemajuan yang tinggi pada bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sosial budaya, kata pria kelahiran Leubatang 12 Agustus 1974 ini.
Disebut miniatur kerukunan umat beragama, karena di Waiwerang tidak pernah terjadi konflik atas nama agama, suku atau golongan.
Tapi yang terwujud di Waiwerang adalah toleransi otentik, yaitu sepenuhnya sesama anak bangsa hidup dalam damai, rukun, toleran, moderat, saling mengenal, saling memahami, saling menolong dan saling menjamin, ungkap Direktur Ponpes Darul Fallaah Unismuh Makassar di Bissoloro.
Salah satu unsur penting dalam peradaban adalah identitas sosial budaya masyarakatnya. Di Keluarahan Waiwerang Kota dan sekitarnya, hidup dengan rukun para pendatang dari berbagai suku di Indonesia, tegas Penasehat Kerukunan Keluarga Nusa Tenggara Timur (KK NTT) Makassar ini, tandas Dosen FAI Unismuh Makassar ini.
Diantaranya ada Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Padang, Suku Bima, Suku Bali, Etnis Cina dan suku-suku lainnya, yang tentunya memiliki kepentingan politik dan sosial budaya yang cenderung berbeda-beda, kata Pengurus MUI Sulsel Bidang Pengkajian dan Penelitian ini.
Sehingga bisa menjadi potensi konflik antar Suku, Agama dan Ras (SARA), namun faktanya hingga hari ini tidak ada satu pun konflik atas nama agama, mereka hidup rukun dan melebur menjadi satu suku, Suku Lamaholot, menjadi satu bangsa, Bangsa Indonesia sehingga Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda, tetapi tetap satu).
Ramadhan hadir sebagai arena mawas diri dan arena didik diri, baik secara jasmaniyah maupun rohaniyah. Secara jasmaniyah, dengan puasa menjadi sehat.
Sama juga dengan salat 5 waktu, memberi manfaat pada kesehatan tubuh, sehingga saatnya umat Islam mengubah cara pandangnya bahwa shalat 5 waktu itu bukan hanya menjadi kewajiban, namun merupakan kebutuhan, super primer.
Secara ruhaniyah, puasa Ramadhan menumbuhkan etos taqwa, sabar dan syukur.
Manifestasinya adalah menjadi insan kamil atau manuisa secara sempurna taat aturan, jujur, adil dan sportif dalam bertindak, tidak menganut falsafah belah bambu, lain diangkat lain diinjak, menjadi musuh dalam selimut, menjadi gunting dalam lipatan, tidak bermetamorfisis atau membawa perubahan tanpa arah.
Hadirnya orang-orang yang bertaqwa, jujur dan adil, senantiasa menjadi solusi, bukan menjadi bagian dari masalah, ungkap suami dari Dr Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si ini.***