
SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Pekerjaan penambahan bangunan di Masjid Keraton Liya, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, terpaksa dihentikan sementara setelah mendapat protes dari masyarakat. Pembangunan tersebut dinilai tidak melalui musyawarah dengan pemangku adat dan pemerintah desa setempat, serta dikhawatirkan dapat merusak nilai historis masjid yang telah berdiri sejak tahun 1546 dan ditetapkan sebagai cagar budaya.
Masjid Keraton Liya merupakan salah satu masjid tertua di Wakatobi yang memiliki nilai historis dan filosofis bagi masyarakat setempat. Keaslian arsitektur dan struktur bangunannya menjadi bagian penting dari warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Oleh karena itu, rencana penambahan bangunan tanpa melalui kesepakatan bersama memicu reaksi keras dari warga.
Ketua Kelompok Pengelola Pariwisata Liya Togo (Kepo’oli), Mursida, menegaskan bahwa masjid tersebut merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga keasliannya. Ia meminta agar pekerjaan dihentikan, bahkan jika perlu dibongkar kembali, demi menjaga identitas budaya masyarakat Liya.
Sementara itu, Kepala Desa Liya Togo, Raja Ali, mengungkapkan bahwa anggaran untuk proyek tersebut berasal dari Bank Indonesia, yang awalnya diusulkan oleh pemerintah desa bersama panitia masjid. Namun, ia menegaskan bahwa usulan awal hanya untuk pengadaan peralatan pendukung masjid, seperti kipas angin dan genset, bukan untuk pembangunan fisik.
“Usulan kami hanya untuk pembelian kipas angin, genset, dan lain-lain, bukan untuk pembangunan masjid,” ujar Raja Ali.
Ia menambahkan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan tanpa melibatkan pihak pemerintah desa dan pemangku adat dalam diskusi awal. Seharusnya, kata dia, sebelum proyek dimulai, dilakukan musyawarah bersama di Baruga (tempat pertemuan adat) agar seluruh pihak yang berkepentingan bisa memberikan pandangan.
Menindaklanjuti aspirasi masyarakat, Pemerintah Desa Liya Togo bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara proyek tersebut. Dalam waktu dekat, mereka akan menggelar rapat bersama pemangku adat (Sara), lima kepala desa se-Liya Raya, serta masyarakat umum untuk mencari solusi terbaik demi menjaga keaslian Masjid Keraton Liya tanpa mengabaikan kebutuhan pengembangan fasilitasnya.
Laporan: Amran Mustar Ode