
SULTRAKINI.COM: KOLAKA – Proses persidangan kasus pembunuhan anak perempuan, MA (10), di Kabupaten Kolaka Timur kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Kolaka.
Pada agenda persidangan yang digelar Senin (29/9/2025), masyarakat, khususnya pihak keluarga korban, menyatakan keberatan terhadap tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada anak pelaku RH (17), yakni pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan.
Menanggapi hal tersebut, Kejari Kolaka melalui Kepala Seksi Intelijen, Bustanil Arifin, menegaskan bahwa anak pelaku RH saat melakukan perbuatannya terhadap korban MA masih berstatus anak di bawah umur (belum berusia 18 tahun).
Oleh karena itu, lanjutnya, hukum acara yang berlaku wajib mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Merujuk pada Pasal 81 Ayat (2) UU SPPA, Tanil (sapaan akrabnya) menyebutkan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan terhadap anak paling lama adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Dalam perkara ini, anak pelaku RH didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu pertama Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak atau kedua Pasal 340 KUHPidana.
Dalam membuktikan dakwaannya, lanjut Tanil, JPU wajib memperhatikan asas lex specialis derogat legi generali, yaitu kaidah penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan atau mendahului hukum yang bersifat umum apabila terjadi pertentangan atau perbedaan dalam mengatur hal yang sama.
“Sehingga dalam perkara ini, prioritas pasal yang dibuktikan adalah Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak,” terangnya, Rabu (1/10/2025).
Ia juga menyampaikan pemahaman atas perasaan keluarga korban, serta secara kelembagaan Kejari Kolaka menyatakan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas peristiwa yang menimpa korban MA.
“Kami tegaskan sekali lagi, tuntutan JPU wajib mengacu pada UU SPPA sebagai hukum acara, dan ancaman pidana penjara maksimal yang diberikan sudah mengikuti perintah undang-undang, karena pelaku RH secara hukum masih berstatus anak di bawah umur,” jelasnya.
Menanggapi rencana aksi yang akan dilakukan pihak keluarga korban saat agenda persidangan lanjutan, Tanil menyatakan dukungannya terhadap aksi penyampaian aspirasi masyarakat sebagai wujud kontrol sosial atas kinerja aparat penegak hukum.
“Iya, kabarnya aksi itu akan memakai baju hitam. Saya pun akan mendukung, bahkan bersama JPU yang menangani perkara ini akan ikut memakai baju hitam sebagai wujud rasa duka Kejari Kolaka terhadap apa yang dialami keluarga korban,” ucapnya.
Laporan: Anti