Asuransi Penyakit Kritis vs BPJS: Apa Bedanya dan Mana yang Lebih Lengkap?

14 hours ago 2

Dibaca Normal : 4 Menit

Kesehatan adalah aset terbesar dalam hidup. Namun, biaya pengobatan penyakit kritis seperti kanker, jantung, atau gagal ginjal bisa dengan cepat menguras tabungan keluarga — bahkan ketika seseorang sudah memiliki BPJS Kesehatan.

Inilah mengapa banyak orang mulai membandingkan asuransi penyakit kritis vs BPJS untuk memahami mana yang paling memberikan perlindungan maksimal, atau apakah keduanya bisa saling melengkapi.

Memahami Fungsi Dasar BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan adalah sistem jaminan sosial nasional yang wajib diikuti seluruh warga negara Indonesia. Tujuannya jelas: memastikan akses kesehatan dasar bagi semua.

Namun, perlindungan BPJS memiliki batasan tertentu, seperti:

  • Pembiayaan hanya sesuai dengan kelas perawatan dan tarif INA-CBGs.

  • Tidak menanggung seluruh biaya pengobatan, terutama untuk penyakit kronis yang memerlukan obat impor atau terapi lanjutan.

  • Harus melalui sistem rujukan berjenjang, sehingga tidak bisa langsung ke rumah sakit besar tanpa prosedur administratif.

Sebagai Certified Financial Planner, saya sering menemukan kasus di mana peserta BPJS tetap harus menanggung biaya tambahan hingga puluhan juta karena jenis obat atau perawatan tidak ditanggung penuh. Di sinilah asuransi penyakit kritis berperan penting sebagai pelengkap, bukan pengganti.

Apa Itu Asuransi Penyakit Kritis dan Kapan Dibutuhkan?

Asuransi penyakit kritis memberikan uang pertanggungan (lumpsum) ketika tertanggung terdiagnosis penyakit serius sesuai polis — seperti kanker, serangan jantung, stroke, gagal ginjal, atau penyakit degeneratif lainnya.

Perbedaannya dengan asuransi kesehatan biasa:

  • Pembayaran tunai langsung (lumpsum) tanpa perlu menunggu kuitansi medis.

  • Dana dapat digunakan untuk apa saja: biaya hidup, terapi alternatif, bahkan cicilan keluarga.

  • Fokusnya bukan pada biaya rawat inap, tetapi perlindungan terhadap hilangnya penghasilan akibat penyakit kritis.

Contoh Kasus:

Seorang pengusaha kecil terdiagnosis kanker stadium awal. BPJS menanggung sebagian biaya kemoterapi, tetapi ia kehilangan penghasilan selama masa perawatan. Asuransi penyakit kritis membantu dengan dana tunai yang menutupi kebutuhan hidup keluarganya selama masa pemulihan.

Untuk penjelasan lebih lengkap tentang jenis dan cara klaim, baca [Panduan Lengkap Asuransi Penyakit Kritis di Indonesia: Jenis, Manfaat, dan Cara Klaim].

Tabel Perbandingan BPJS vs Asuransi Penyakit Kritis

Aspek BPJS Kesehatan Asuransi Penyakit Kritis
Sifat Perlindungan Jaminan sosial dasar Perlindungan tambahan
Jenis Pembayaran Reimbursement/langsung ke RS Uang tunai lumpsum
Cakupan Penyakit Umum (sesuai kode INA-CBGs) Spesifik penyakit kritis
Syarat Klaim Berdasarkan perawatan medis Berdasarkan diagnosis dokter
Tujuan Utama Membantu biaya pengobatan Menjaga kestabilan finansial keluarga
Kelas Layanan Sesuai kelas kepesertaan Sesuai polis dan premi
Cocok untuk siapa Semua masyarakat Pekerja, keluarga muda, profesional

Kombinasi Ideal: Gunakan Keduanya Secara Strategis

Alih-alih memilih salah satu, pendekatan paling bijak adalah menggunakan BPJS dan asuransi penyakit kritis secara bersamaan.

  • BPJS menanggung biaya pengobatan dasar.

  • Asuransi penyakit kritis memberikan dana tunai tambahan untuk kebutuhan hidup atau biaya tak terduga.

  • Dengan perencanaan finansial yang matang, keduanya membentuk sistem perlindungan finansial berlapis (layered protection).

Sedikit tips dari saya sebagai CFP, Anda dapat menggunakan prinsip Financial Pyramid:

  1. Pondasi: BPJS (jaminan dasar)
  2. Lapisan kedua: Asuransi kesehatan
  3. Puncak: Asuransi penyakit kritis & investasi jangka panjang

[Baca Juga: 6 Keuntungan Asuransi Penyakit Kritis yang Sering Diabaikan]

Cara Memilih Asuransi Penyakit Kritis yang Tepat

Berikut panduan dari perspektif perencana keuangan profesional:

  1. Cek daftar penyakit yang ditanggung.

    Pastikan penyakit kronis umum seperti kanker dan jantung termasuk dalam daftar.

  2. Pahami skema pembayaran klaim.

    Pilih yang memberikan pembayaran 100% di tahap diagnosis awal, bukan hanya di tahap lanjut.

  3. Perhatikan masa tunggu (waiting period).

    Umumnya 90 hari sejak polis aktif — pilih perusahaan yang transparan dengan ketentuannya.

  4. Pertimbangkan usia dan kondisi keuangan.

    Untuk usia 30–45 tahun, polis dengan premi tetap dan perlindungan jangka panjang lebih disarankan.

Dalam konteks asuransi penyakit kritis vs BPJS, pertanyaannya bukan “mana yang lebih baik,” tetapi bagaimana keduanya bisa saling melengkapi.

BPJS memberikan perlindungan dasar, sementara asuransi penyakit kritis memberi keamanan finansial yang lebih solid di saat paling sulit.

Jika Anda sudah punya BPJS, langkah berikutnya adalah melengkapi perlindungan dengan asuransi penyakit kritis yang sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial.

Dengan begitu, Anda bukan hanya melindungi kesehatan, tetapi juga masa depan finansial keluarga. Konsultasikan dengan Certified Financial Planner Finansialku untuk dapat menentukan perlindungan asuransi yang tepat untuk Anda. Anda dapat menghubungi Whatsapp 08515 5897 1311 . Klik banner untuk info lengkap.

konsul - ASURANSI Q3 23

Apakah Anda memiliki pertanyaan mengenai topik ini? Tinggalkan komentar Anda di bawah.

Jika ada pertanyaan, silakan ajukan pertanyaan Anda pada kolom di bawah ini. Perencana Keuangan kami siap membantu Anda, terima kasih.

Profile Author Artikel

Shierly, S.E., M.B.A., CFP adalah seorang perencana keuangan independen. Memiliki latar belakang pendidikan S1 di Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Parahyangan Bandung, kemudian mengambil pendidikan lanjutan S2 di Institut Teknologi Bandung (MBA-ITB). Sebelum menjadi seorang perencana keuangan independen, memiliki pengalaman kerja sebagai Relationship Manager untuk kredit komersial di sebuah bank swasta di Indonesia, juga pengalaman kerja di bidang akuntansi, corporate finance, dan perpajakan.

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|