
SULTRAKINI.COM: KONAWE – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kendari membentuk 50 desa binaan di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), untuk mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kendari, Muhammad Novrian Jaya, saat ditemui di Konawe, Rabu, mengatakan bahwa desa binaan imigrasi itu nantinya akan dipegang oleh petugas imigrasi yang sudah ditunjuk dan memiliki keahlian untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat di desa-desa. Petugas tersebut diberi nama Petugas Imigrasi Pembina Desa atau Pimpasa.
“Pimpasa itu memang fokus terkait pencegahan TPPO dan TPPM. Nah, di situ ada peran dari Pimpasa untuk memberikan edukasi, penyuluhan, dan berkoordinasi dengan perangkat desa tentang bahaya TPPO dan TPPM,” kata Muhammad Novrian Jaya.
Dia menyebutkan, selain itu, para Pimpasa yang telah ditunjuk juga nantinya akan berperan aktif dalam memberikan sosialisasi mengenai tugas-tugas keimigrasian kepada pemerintah desa dan masyarakat, termasuk menjelaskan persyaratan legal untuk bisa bekerja di luar negeri.
“Kami juga telah bekerja sama dengan BP3MI (Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) Sulawesi Tenggara untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat desa dalam mengakses persyaratan bekerja ke luar negeri,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa saat ini telah terbentuk dan dikukuhkan sebanyak 50 desa binaan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Konawe. Kelima puluh desa itu nantinya akan didampingi oleh lima orang Pimpasa, di mana masing-masing Pimpasa akan mendampingi 10 desa.
“Kita juga sudah hitung kekuatan. Ini kan kita bentuk 10 desa, satu Pimpasa pegang 10 desa. Itu artinya desa-desa yang berdekatan, dan kita petakan sampai lima Pimpasa untuk pegang 50 desa,” sebut Muhammad Novrian Jaya.
Dia menjelaskan, dipilihnya Kabupaten Konawe sebagai lokasi awal pembentukan desa binaan karena daerah tersebut dianggap sebagai lumbung masyarakat yang bekerja di luar negeri.
Selain itu, di daerah tersebut juga terdapat dua perusahaan pertambangan yang banyak menggunakan tenaga kerja asing (TKA), sehingga dengan adanya Pimpasa diharapkan dapat lebih mendekatkan masyarakat dengan imigrasi untuk melakukan pengawasan terhadap orang asing.
“Mungkin saja ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan para TKA itu di luar ketentuan. Contohnya, mereka melakukan kawin campur dengan masyarakat sini, kemudian melakukan tindak pidana dan pelanggaran-pelanggaran lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Andadowi, Andi Nuhung, menyampaikan ucapan terima kasih atas terpilihnya Desa Andadowi sebagai desa binaan imigrasi. Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah yang baik untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat desa agar mengetahui tentang keimigrasian, khususnya prosedur-prosedur yang harus dipenuhi ketika hendak ke luar negeri.
“Ke depannya, kami akan berkoordinasi dengan imigrasi ketika ada warga yang ingin ke luar negeri. Tinggal koordinasi saja sama kami, untuk mendapatkan paspor dan mengetahui prosedur berangkat ke luar negeri,” ucap Andi Nuhung.
Ia juga menambahkan, Pemerintah Desa Andadowi akan berperan aktif bersama Pimpasa dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam TPPO ataupun TPPM.
Laporan: Riswan