INIPASTI.COM, Jakarta, 17 April 2025 – Sidang lanjutan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat hari ini, Kamis (17/4/2025), menjadi sorotan publik karena diwarnai kericuhan dan agenda pemeriksaan saksi kunci. Sidang ini terkait kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 serta perintangan penyidikan yang melibatkan buronan Harun Masiku. Berikut ulasan mendalam peristiwa yang terjadi.
Kericuhan di Sidang: Penyusup Beraksi
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sempat memanas akibat ulah sejumlah orang yang diduga sebagai penyusup. Empat orang diusir dari ruang sidang setelah dituding berupaya mengganggu jalannya persidangan. Mereka mengenakan kaus bertuliskan “Dukung KPK, Tangkap Hasto” dan meneriakkan seruan seperti “penjarakan Hasto,” yang memicu reaksi keras dari pendukung Hasto.
Satgas Cakra Buana PDI Perjuangan bersama politikus PDIP Guntur Romli bertindak cepat mengamankan dua di antara penyusup tersebut. Menurut informasi yang beredar di media sosial, mereka diduga dibayar Rp50 ribu untuk memprovokasi dan memperkeruh suasana, dengan tujuan memperpanjang masa tahanan Hasto. “Skenario mengacaukan sidang Hasto gagal kembali. Ketahuan banget ini massa bayaran,” tulis akun @ruhulanakgaul di platform X.
Kericuhan ini menambah tensi sidang yang sudah panas sejak awal. Pendukung Hasto, yang memadati ruang sidang dengan mengenakan rompi oranye seragam partai, menyambut Hasto dengan teriakan “merdeka” sebagai bentuk solidaritas. Kehadiran tokoh PDIP seperti Ganjar Pranowo juga memperkuat dukungan moral bagi Hasto.
Agenda Sidang: Pemeriksaan Tiga Saksi Kunci
Sidang hari ini berfokus pada pemeriksaan tiga saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga saksi tersebut adalah:
- Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU RI periode 2017–2022, yang diduga menerima suap sebesar SGD 57.350 (setara Rp600 juta) untuk memuluskan PAW Harun Masiku.
- Arief Budiman, mantan Ketua KPU RI.
- Agustiani Tio Fridelina, mantan Komisioner Bawaslu RI yang juga eks terpidana dalam kasus suap Harun Masiku.
Penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy, mengkonfirmasi kehadiran ketiga saksi tersebut. “Betul, hari ini saksi yang dihadirkan adalah Wahyu Setiawan, Arief Budiman, dan Agustiani Tio Fridelina,” ujar Ronny saat dihubungi media. Kubu Hasto berencana memfokuskan pembelaan pada keterangan Wahyu Setiawan, karena dalam sidang sebelumnya pada 2020, Wahyu menyebut sumber uang suap berasal dari Harun Masiku dan Saeful Bahri, bukan dari Hasto. Hal ini dianggap sebagai celah untuk melemahkan dakwaan JPU.
Dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto
Hasto menghadapi dua tuduhan utama dalam kasus ini:
- Suap untuk PAW: JPU mendakwa Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I, menggantikan Riezky Aprilia. Uang suap sebesar Rp600 juta diduga disalurkan melalui berbagai pihak, termasuk Rp400 juta yang dititipkan Hasto melalui ajudannya, Kusnadi, kepada Donny Tri Istiqomah.
- Perintangan Penyidikan: Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam ponsel Harun dalam air setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan Kusnadi untuk melakukan hal serupa dengan ponsel lain guna menghilangkan jejak komunikasi.
Atas dakwaan ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP untuk suap, serta Pasal 21 UU yang sama untuk perintangan penyidikan.
Respons Hasto dan Kubu Hukum
Kubu Hasto terus menyatakan bahwa kasus ini sarat dengan politisasi dan merupakan upaya kriminalisasi hukum. Penasihat hukum Hasto, seperti Maqdir Ismail dan Todung Mulya Lubis, menilai proses hukum berjalan terlalu cepat dan penuh kejanggalan. “Ini iklan buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Proses yang terburu-buru ini bisa merusak kepercayaan investor asing,” ujar Todung.
Hasto sendiri tetap bersikukuh bahwa dirinya menjadi korban kriminalisasi. Dalam sidang sebelumnya, ia menyebut kasus ini sebagai “produk daur ulang” dengan manipulasi fakta hukum. Ia juga menganalogikan kasusnya seperti tilang di jalanan, di mana ketimpangan otoritas memungkinkan negosiasi di bawah tangan. “Konstruksi kasus Harun Masiku sangat sederhana, tapi dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu,” kata Hasto dalam pembacaan eksepsi pada 21 Maret 2025.
Pada sidang putusan sela (11/4/2025), eksepsi Hasto ditolak oleh Majelis Hakim yang dipimpin Rios Rahmanto. Hakim menyatakan bahwa dakwaan JPU telah memenuhi syarat formil dan materil, sehingga perkara dilanjutkan ke tahap pembuktian. Kubu Hasto merespons dengan mengajukan banding atas putusan sela tersebut.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada 8 Januari 2020, yang menjaring Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri. Ketiganya telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku, yang juga tersangka, masih buron hingga kini. Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Desember 2024, setelah KPK mengklaim menemukan kecukupan bukti atas perannya dalam suap dan perintangan penyidikan.
Penetapan Hasto sebagai tersangka sempat memicu kontroversi, terutama karena dilakukan setelah lima tahun kasus ini mengendap. PDIP, melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, menyebut penetapan tersangka Hasto sebagai tindakan berbau politik. “Masa KPK enggak ada kerjaan lain, yang diubrek-ubrek hanya Hasto saja,” ujar Megawati dalam pidato ulang tahun partai.
Sorotan Publik dan Implikasi
Sidang Hasto menjadi perhatian publik karena melibatkan tokoh senior PDIP dan dianggap memiliki dimensi politik yang kuat, terutama menjelang Kongres PDIP. Kehadiran penyusup di sidang hari ini memperkuat narasi kubu Hasto bahwa ada pihak yang sengaja mengganggu proses hukum untuk kepentingan tertentu. Di sisi lain, KPK bersikeras bahwa penetapan tersangka dan sidang ini murni berdasarkan bukti hukum.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Jumat, 18 April 2025, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dari JPU. Publik kini menanti bagaimana kubu Hasto akan memanfaatkan keterangan saksi, terutama Wahyu Setiawan, untuk membantah dakwaan. Kasus ini diprediksi akan terus memanaskan dinamika politik nasional, dengan potensi memengaruhi citra PDIP dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Kasus Hasto Kristiyanto menunjukkan betapa kompleksnya perkara korupsi yang melibatkan tokoh politik. Meski KPK menegaskan independensinya, tuduhan politisasi dari kubu Hasto mengingatkan kita untuk terus mengawal proses hukum agar tetap transparan dan adil. Apa pendapat Anda tentang sidang ini? Apakah ini murni penegakan hukum atau ada agenda lain di baliknya? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar!