Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
INIPASTI.COM, Artikel penulis “Menguak Dosa-Dosa Sosial” (Inipasti.com, 20-3-2025), pinjam istilah Munandar, et al. (2020), dapat dikategorikan sebagai “kesalahan sosial”. Kesalahan sosial merupakan tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan norma, etika, dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Kesalahan sosial dapat merusak hubungan antarindividu dan menciptakan ketidakharmonisan dalam komunitas. Tindakan semacam ini mencakup pelanggaran hukum, tindakan tidak bermoral, serta perilaku yang merugikan orang lain atau masyarakat secara keseluruhan. Contoh dari kesalahan sosial termasuk kejahatan seperti pencurian dan penipuan, tindakan diskriminatif terhadap kelompok tertentu, perilaku kasar atau tidak sopan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Kesalahan sosial juga dapat mencakup pelanggaran kecil namun signifikan, seperti merusak fasilitas umum atau mengabaikan tanggung jawab sosial. Sebagian besar bahkan hampir semua pakar, kesalahan sosial ini diidentikkan bahkan dianggap sama dengan masalah sosial. Misalnya, Soerjono Soekanto, Vincent Parillo Parillo, Soetomo, Bosu, Jason Lase, Kartini Kartono, Mulyana W. Kusuma, Lesli, Thomas Santoso, Novri Susan, Vembriarto ST, Bulmer dan Thompson, Martin S. Weinberg, Raab dan Selznick, Mariatin, dan sejumlah pakar lainnya.
Dengan semakin menjadi-jadinya “kesalahan sosial”, selain dilakukan “pertobatan sosial” (Inipasti.com, 20-3-2025), perlu menaburkan benih-benih kesalehan sosial.
Makna Kesalehan Sosial
Kesalehan sosial adalah keharmonisan dalam hidup bersama kelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, dukuh, desa dan kota sampai yang paling luas sekalipun (Sobary, 2007). Kesalehan sosial adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok yang sangat taat dalam melakukan ibadah seperti sembahyang dan sebagainya tetapi lebih mementingkan hablun minan naas (Bisri, 2018). Kesalehan sosial adalah suatu bentuk yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, melainkan juga oleh cucuran keringat dalam praktik hidup keseharian kita dan bagaimana kita berusaha dapat hidup berdampingan dengan orang lain (Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Haris, 2014). Kesalehan sosial adalah kumpulan dasar akhlak-akhlak dan kaidah-kaidah sosial tentang hubungan antara masyarakat serta semua perkara tentang urusan umat beragama dijaga dan diperhatikan oleh penegak hukum sehingga terciptalah suatu kerukunan umat beragama (Haidar, 2003).
Benang merah dari beberapa pengertian kesalehan sosial, yaitu: pertama, kesalehan sosial adalah sikap seseorang yang memiliki unsur kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka hidup bermasyarakat. Sikap kesalehan sosial bisa meliputi: (a) solidaritas sosial (al-takaful al-ijtima’i), (b) toleransi (al-tasamuh), (c) mutualitas/kerjasama (al-ta’awun), (d) tengah-tengah (al-I’tidal), dan (e) stabilitas (al-tsabat). Kedua, kesalehan sosial dalam perspektif tokoh-tokoh muslim adalah berangkat dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan yang bertanggung jawab atas kehidupan di bumi dan sekaligus menjalankan tugas sebagai ‘wakil Tuhan’ (khalifah) di bumi. Ketiga, dalam psikologi kognitif dikenal adanya bentuk kesadaran dalam diri individu yaitu teori tentang konsep diri yang berasal dari dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. Konsep diri inilah yang menentukan perbuatan seseorang, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Keempat, kesalehan sosial sebagai attitude atau sikap mempunyai tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Sikap bisa berubah dalam hal intensitasnya, namun biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Kelima, kesalehan sosial merupakan salah satu bagian dari capaian seseorang dalam memberikan “pemaknaan” terhadap hidupnya di bumi will to meaning) (Raudatul Ulum, dkk., 2022).
Ragam Kesalehan Sosial
Kesalehan sosial dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu : pertama, kesalehan sosial dalam aktivitas sosial-politik; kedua, kesalehan sosial dalam ilmu dan budaya; dan kesalehan sosial dalam pembangunan harmoni sosial.
Kesalehan sosial dalam aktivitas sosial-politik. Di antaranya : pertama, bersikap terbuka, mau menjadi pendengar setia, sangat toleran, bijak dan bajik kepada sesama, dan semangat bermusyawarah sangat baik. Kedua, jiwanya lapang yang karena menjadi pemaaf, lebih mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme), tidak egois-arogan-diktator atas orang lain, dan memiliki solidaritas dan kesetiakawanan sosial (empati) (Yusuf, 2007). Ketiga, kepedulian. Seperti yang kita tahu bahwasannya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Konsekuensi dari persaudaraan ini ialah tolong menolong dalam menghadapi segala masalah dan kesusahan, serta bekerja sama untuk menyelesaikanya. Pada hakikatnya, mereka adalah saudara seiman ibaratnya anggota-anggota sebuah keluarga, maka persoalan mereka menjadi persoalan semua anggota keluarga. Siap membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, masyarakat saling mengemban tugas dalam menyelesaikan masalah serta saling peduli dalam membantu mengatasi kesulitan-kesulitan sesamanya (Haidar, 2003).
Kesalehan dalam ilmu dan budaya, di antaranya : pertama, seorang shalih adalah orang yang menjadikan landasan ilmu sebagai budaya kerja. Ia tidak pernah berhenti untuk mencari ilmu. Baginya, ilmu menjadi penumbuh kesadaran. Baginya, ilmu adalah pembangkit keahlian dan kecakapan hidup diri (lifeskill) sehingga meningkatkan kedisiplinan. Kedua, seorang shalih juga harus memiliki rasa seni (sense of art), bersemangat untuk menghidupkan sastra sebagai media sarana dakwah dan menghindari segala bentuk hiburan yang sia-sia (Yusuf, 2007).
Kesalehan sosial dalam membangun harmoni sosial (Hidayat, 2008). Di antaranya : pertama, hormat pada orang tua dan pada sesama, terutama orang-orang yang dekat dengan dirinya. Sikap ini akan mendorong setiap muslim untuk menghargai orang-orang yang telah membesarkan dirinya. Ia tidak menjadikan dirinya seperti kacang yang suka lupa akan kulitnya. Tetapi ia tumbuh atas ketaatan dan bimbingan, sebab prinsip dasar internalisasi dalam dunia pendidikan misalnya, akan terwujud melalui proses pembiasaan. Dari situ akan muncul budaya kasih sayang dan sikap sopan santun dalam membangun harmoni sosial. Sikap ini juga akan mendorong keteladanan dalam bersikap kepada tetangga dalam bentuk memelihara kemuliaan. Sikap-sikap tadi, secara langsung dapat mendorong setiap komponen masyarakat untuk bersikap toleran sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan agama Islam. Inilah ciri mendasar dari rasa dan sikap yang menjungjung tinggi rasa persaudaraan, kesatuan dan kemanusian.
Kedua, melakukan konservasi sumber daya alam dengan sejumlah ekosistem yang ada di dalamnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Sikap masyarakat yang shaleh secara sosial, selalu akan menjadikan alam sebagai mitra, tidak untuk dieksploitasi apalagi untuk dirusak. Alquran surat al Qashash ayat 41. Artinya: telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Implikasi dari sikap masyarakat yang demikian, tentu bukan hanya sekadar menjadikan alam sebagai mitra dalam mempelajari kehidupan, tetapi jauh yang lebih penting adalah mepraktekkannya.
Ketiga, melatih dan mengajar orang yang tidak mampu dalam konteks keilmuan. Prinsip ini sejalan dengan taushiyah Imam Ali yang menyebutkan bahwa: “andaikan kebodohan seperti wujud manusia, maka pasti aku akan membunuhnya.” Ditambah lagi hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya keutaman orang yang berilmu diatas orang yang beribadah bagaikan pancaran sinar bulan purnama di atas pancaran sinar bintang-bintang” (HR. Ahmad). Oleh karena itu, mendidik dan dididik adalah kewajiban bersama seluruh umat manusia. Tujuannya jelas, yakni mengembangkan dan membangun prinsip kebersamaan dan kebaikan dengan penuh kataqwaan.
Keempat, menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya. Menjunjung tinggi amanah yang diberikan dan selalu memberi kemanfaatan dan kemaslahatan untuk kepentingan umat manusia. Ujung dari kegiatan ini adalah mengembangkan dan membangun semangat kompetitif dan prestatif yang jujur di kalangan masyarakat yang lebih luas. Kelima, membesuk orang sakit adalah bagian dari etika sosial. Dalam pandangan Islam, “membesuk orang sakit” adalah masalah yang sangat penting dan banyak manfaatnya, dan merupakan salah satu hak setiap mukmin bagi saudaranya. Mendatangi orang sakit dan menanyakan keadaannya dengan memperhatikan bahwa orang sakit sangat mengharapkan kunjungan sahabat, kerabat, dan keluarganya adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan dan bersifat dharuri atau wajib (Haidar, 2003).
Kesalehan sosial juga mencakup kesalehan profesional yaitu perilaku yang menunjukkan sejauh mana perintah agama dilaksanakan dalam aktifitas profesi masing-masing. Selaku pendidik, dosen, dokter ritual keagamaan yang kita lakukan haruslah memiliki pengaruh positif dalam sikap, perilaku dan kinerja yang kita lakukan. Saling menghargai, menjalin kerjasama yang baik, memiliki etos kerja, semangat kerja, disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Jadi kesalehan sosial dapat didefinisikan seseorang yang memiliki perilaku yang peduli terhadap nilai-nilai Islam dan memiliki kepekaan sosial masyarakat (Langgulung dalam Salamun, 2024).
Indikator, Nilai, dan Karakteristik Kesalehan Sosial
Kesalehan sosial merupakan perwujudan keagamaan yang tampak serta dapat diukur melalui tindakan-tindakan sosial. Kesalehan sosial merujuk kepada strategi mengkonstruksi koneksi yang harmonis antara umat tanpa harus menanggalkan jati diri sebagai penganut agama yang diyakininya (Wasisto, 2015).
Mengidentifikasi kesalehan sosial bukanlah hal yang mudah, aktualisasi keagamaan yang sifatnya individual, eksklusif, serta bersifat pencerminan bahkan emosional dan penuh terhadap subjektifitas pelaksanannya, menjadikan sulit untuk dikuantifikasikan. Meskipun demikian, bukan berarti persoalan tersebut tidak dapat diidentifikasi. Kesalehan sosial dapat diidentifikasi melalui beberapa aspek (Handayani, 2021).
Pertama, perilaku keagamaan berasal dari pemahaman agama, sementara perilaku saleh didasarkan pada pemahaman individu tentang nilai-nilai yang dipahami (kognitif), dirasakan (afektif), dan diaktualisasikan (psikomotorik). Kedua, keadaan kesalehan seseorang, terhitung dalam hal penggunaan ketaqwaan sosial, didasarkan pada kecenderungan sehari-hari sehingga membuat kecenderungan sikap atau perilaku, hal ini dapat menjadi apa yang pada saat itu ditunjukkan dan dapat diukur (Handayani, 2021). Dengan demikian secara konseptual kesalehan sosial dapat dikaji secara kuantitatif dengan indikator sebagai berikut (Kemenag, 2023). Pertama, solidaritas sosial dengan indikator : menujukan sikap suka memberi; peduli kepada orang yang membutuhkan bantuan. Kedua, relasi antar manusia dengan indikator : menunjukan sikap kerjasama; tidak memaksa orang lain untuk meyakini atas apa yang diyakininya; dan menghargai perbedaan suku. Ketiga, menjaga etika dan budi pekerti dengan indikator : menunjukan sikap rendah hati; sopan santun dalam bertindak; bijaksana dalam segala hal; dan dapat dipercaya. Keempat, menjaga kelestarian alam dengan indikator : konservasi lingkungan; dan kepedulian terhadap lingkungan. Kelima, relasi dengan negara dan pemerintah dengan indikator : taat pada aturan negara; dan cinta tanah air
Pada sumber lain, terdapat sepuluh indikator untuk mengukur kesalehan sosial menurut buku Indeks Kesalehan Sosial Masyarakat Indonesia yang diterbitkan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI (Kementerian Agama RI, 2023). Sepuluh indikator tersebut adalah: 1) memberi (giving), 2) peduli (caring), 3) menghargai perbedaan nilai-nilai kehidupan, 4) tidak memaksakan nilai, 5) tidak menghina atau merusak nilai yang berbeda, 6) keterlibatan dalam demokrasi, 7) keterlibatan dalam perbaikan kinerja pemerintahan (good governance), 8) mencegah kekerasan, 9) konservasi lingkungan, dan 10) restorasi lingkungan.
Beberapa faktor yang signifikan terhadap nilai kesalehan sosial di Indonesia tahun 2019, adalah kesalehan ritual (saleh individual), habituasi atau pembiasaan di lingkungan rumah, pengetahuan tentang kesalehan sosial, kemudian program dan kegiatan kementerian agama (Ulum dan Sugiyanto, 2019).
Seseorang memiliki sikap kesalehan sosial ditandai dengan lima hal yaitu : 1) memiliki semangat spiritual yang tercerminkan dalam keyakinan pada hal yang bersifat ghaib serta memiliki akan keyakinan agama; 2) tunduk terhadap norma, etika, dan hukum yang dipraktikan dalam menjalankan ajaran agama seperti shalat; 3) menunjukan perhatian terhadap sosial yang dicerminkan dalam kemampuan untuk berbagi kepada sesama yang kurang mampu; 4) memiliki sikap toleran sebagai bentuk keyakinan pada kitab suci selain kitab suci pribadinya; 5) memiliki orientasi masa depan sebagai wujud keyakinan pada hari akhir (Rachmi dalam Ardiansyah dan Basuki, 2023).
Karakteristik atau ciri-ciri kesalehan sosial, terdiri atas : saling menyayangi; beramal saleh; menghormati sesama; menjaga persaudaraan; menegakkan kebenaran; tolong-menolong; dan bermusyawarah (Salamun, 2024).
Kesalehan Sosial dan Kesalehan Individual
Kesalehan sosial bukan antitesa dari kesalehan individual. Tetapi, secara praktis, kesalehan sosial seharusnya menjadi lanjutan dari kesalehan indivual. Dalam bahasa lain, kesalehan sosial seharusnya menjadi citra nyata dari kesalehannya secara individual (Hidayat, 2017).
Sebagian peneliti kerap mengelaborasi konsep kesalehan sosial ini sebuah konsep yang dengan jelas bersumber dalam ajaran Islam. Misalnya, dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang berbicara tentang kesalehan dalam dua kategori sekaligus, bahwa kesalehan individual dan kesalehan sosial adalah dua hal yang berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain (Wibowo, 2019).
Kesalehan sosial adalah kesalehan yang menunjukkan pada prilaku orang yang peduli dengan dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Proses terbentuknya kesalehan sosial dapat dilacak dari interseksi antara aspek material dan aspek spiritual dalam beribadah. Spiritual dipahami sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik, sementara material dapat dipandang sebagai alat penujang spiritual tersebut.
Kesalehan sosial akan tumbuh dengan baik jika individu memiliki sikap solidaritas, kerjasama, toleransi, adil dan menjaga ketertiban umum di lingkungan masyarakat (Wahab, 2015).
Kesalehan merupakan penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara sempurna. Seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada pada proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang terus-menerus terhadap ajaran Islam menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim. Perintah menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang saleh yang tidak hanya berakibat positif pada dirinya tetapi juga pada lingkungannya (Istiqomah, 2019).
Di era kian tumbuh suburnya “kesalahan sosial”, perlu menaburkan benih-benih kesalehan sosial, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun lembaga atau organisasi sosial, politik, dan lainnya.
Semoga !!!