SULTRAKINI.COM: KENDARI – Pemerintah resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Tambang Ilegal di Kawasan Hutan sebagai tindak lanjut instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Pembentukan Satgas ini bertujuan menertibkan aktivitas pertambangan tanpa izin yang marak terjadi di wilayah hutan produksi dan konservasi di berbagai daerah Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Satgas akan menggunakan tiga parameter utama dalam melakukan penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal, yaitu izin usaha pertambangan (IUP), izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), serta kesesuaian lokasi tambang dengan area izin yang diberikan.
“Kalau ada IUP tapi tidak ada IPPKH, itu pasti melanggar. Kalau ada IPPKH tetapi tidak ada IUP juga melanggar. Namun apabila keduanya ada tetapi menambang di luar area izin, juga berpotensi bermasalah,” jelas Bahlil dalam konferensi pers usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar Sultra, di Kendari, Minggu (2 November 2025).
Sebagai payung hukum, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Pemanfaatan Kawasan Hutan. Regulasi tersebut mengatur pembentukan Satgas lintas kementerian dan lembaga yang melibatkan unsur Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kejaksaan Agung, serta Polri.
Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga Agustus 2025, Satgas telah mengidentifikasi sekitar 4,26 juta hektare kawasan hutan yang berpotensi digunakan untuk pertambangan tanpa izin resmi (baik tanpa IUP maupun tanpa IPPKH).
Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), sektor pertambangan menjadi salah satu pilar utama ekonomi daerah. Data mencatat sumber daya bijih nikel di Sultra mencapai 6,37 miliar ton, dengan cadangan sebesar 1,71 miliar ton. Saat ini, tercatat sekitar 276 izin usaha pertambangan (IUP) aktif di wilayah tersebut, sebagian besar untuk komoditas nikel.
Namun demikian, sejumlah kasus pelanggaran izin masih ditemukan. Kementerian ESDM mencatat penguasaan kembali lahan tambang ilegal seluas sekitar 172,82 hektare di Sultra, di mana pelaku memiliki izin produksi tetapi tidak memiliki IPPKH yang sah.
Bahlil menegaskan bahwa setiap perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan wajib memenuhi dua izin utama — IUP dan IPPKH — serta memastikan kegiatan produksi dilakukan di dalam wilayah yang sesuai dengan izin yang diberikan.
“Pelanggaran terhadap salah satu atau lebih dari tiga parameter tersebut akan ditindak tegas oleh Satgas. Kita ingin tambang diatur, legal, dan tidak merusak lingkungan,” tegasnya.
Meski belum membeberkan jumlah pasti tambang ilegal yang sedang diawasi di Sultra, Bahlil memastikan penegakan hukum akan dilakukan secara transparan, berkeadilan, dan tanpa tebang pilih.
Laporan: Riswan

3 days ago
11

















































