Perhitungan Warisan dalam Pernikahan Menurut KUH Perdata

2 months ago 46

Perhitungan warisan dalam pernikahan seringkali menjadi sengketa. Bagaimana hukum di Indonesia memandang masalah ini?                                                         

Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini!

Summary:

  • KUH Perdata mengklasifikasikan ahli waris menjadi empat golongan utama berdasarkan hubungan kekerabatan dengan pewaris, yaitu pasangan dan anak-anak sah, orang tua dan saudara kandung, kakek dan nenek, serta saudara dalam garis samping.
  • Jika suami dan istri memiliki perjanjian pisah harta, harta masing-masing dianggap terpisah dan tidak ada harta bersama. Harta pribadi almarhum/almarhumah dibagi rata kepada golongan terdekat.
  • Jika tidak ada perjanjian pisah harta, harta yang dimiliki oleh pasangan dianggap sebagai harta bersama atau gono-gini.

Dasar Hukum Perhitungan Warisan dalam Pernikahan

Regulasi mengenai perhitungan warisan dalam pernikahan di Indonesia tertuang secara komprehensif dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Pasal 830 hingga 1130 KUH Perdata secara rinci mengatur mekanisme distribusi harta warisan ketika tidak terdapat ketentuan wasiat yang sah.

Sebagai pelengkap, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 memberikan pengaturan khusus terkait aspek-aspek tertentu dalam hal warisan serta pemisahan harta bersama, terutama di wilayah-wilayah yang memerlukan pengaturan lebih spesifik.

Terbaru ada juga Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengklasifikasikan pihak dalam perhitungan warisan dalam pernikahan menjadi empat golongan utama. Pengelompokan ini didasarkan pada hubungan kekerabatan antara pewaris dengan ahli waris.

Berikut rincian masing-masing golongan yang berhak di atas perhitungan warisan dalam pernikahan1:

  1. Golongan I: Meliputi pasangan yang masih hidup dan anak-anak sah dari pewaris, termasuk keturunan mereka.
  2. Golongan II: Terdiri dari orang tua (ayah dan ibu), saudara kandung, serta keturunan dari saudara kandung pewaris.
  3. Golongan III: Mencakup kakek, nenek, dan seluruh kerabat dalam garis lurus ke atas dari pewaris.
  4. Golongan IV: Meliputi saudara dalam garis samping, seperti paman, bibi, serta saudara sepupu hingga derajat keenam, yang memiliki hubungan darah dengan pewaris.

[Baca Juga: 7+ Cara Merencanakan Warisan untuk Keluarga, No Debat!]

Selain pihak berhak menerima warisan, pasal 838 KUH Perdata secara tegas menyatakan bahwa terdapat empat kategori individu lain yang secara hukum dinyatakan tidak layak menjadi ahli waris. Individu-individu tersebut secara otomatis kehilangan haknya atas harta warisan.

Kategori tersebut meliputi2:

  1. Pelaku tindak pidana pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap pewaris: Seseorang yang telah divonis bersalah atas tindak pidana ini tidak berhak atas harta warisan.
  2. Pelaku fitnah berat terhadap pewaris: Individu yang terbukti memfitnah pewaris dengan tuduhan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih tinggi, juga dicabut hak warisnya.
  3. Pelaku penghalangan pembuatan atau pencabutan wasiat: Pihak yang secara paksa atau dengan cara-cara lain menghalangi pewaris untuk membuat atau mencabut wasiatnya, tidak dapat menjadi ahli waris.
  4. Pelaku penggelapan, penghancuran, atau pemalsuan wasiat: Individu yang melakukan tindakan melawan hukum terhadap wasiat pewaris, seperti menggelapkan, menghancurkan, atau memalsukan isi wasiat, juga kehilangan hak warisnya.

perhitungan warisan dalam pernikahan 01

Ilustrasi warisan dalam pernikahan. Sumber: BMH

Cara Menghitung Warisan dalam Pernikahan

Berikut adalah perhitungan warisan dalam pernikahan:

#1 Pisah Harta

Dalam sistem hukum perdata Indonesia, perhitungan warisan dalam pernikahan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Jika suami dan istri memiliki perjanjian pisah harta, maka harta masing-masing dianggap terpisah dan tidak ada harta bersama.

Oleh karena itu, saat salah satu pasangan meninggal dunia, harta yang diwariskan adalah harta pribadi almarhum/almarhumah. Nantinya, harta tersebut dibagi rata kepada golongan terdekat.

Misalkan seorang istri meninggal dunia dengan harta pribadi sebesar Rp1.000.000.000. Ia meninggalkan suami dan tiga anak. Menurut KUH Perdata, suami dan anak-anak termasuk dalam Golongan I, sehingga mereka berhak atas warisan tersebut.

Pembagian warisan dilakukan secara merata di antara suami dan anak-anak3.

Dengan demikian, harta warisan dibagi menjadi empat bagian yang sama besar:

Suami: 1/4 x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000

Anak 1: 1/4 x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000

Anak 2: 1/4 x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000

Anak 3: 1/4 x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000

[Baca Juga: Cara Hitung dan Tata Cara Pembagian Warisan Menurut Islam]

#2 Tanpa Pisah Harta

Dalam KUH Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Indonesia, pembagian warisan diatur berdasarkan asas harta bersama dan hubungan keluarga.

Jika seorang istri atau suami meninggal dunia, harta yang diwariskan adalah bagian dari harta bersama suami-istri. Tanpa adanya pemisahan harta sebelum meninggal (seperti perjanjian pisah harta), harta yang dimiliki oleh pasangan dianggap sebagai harta bersama atau gono-gini.

Pembagian warisan akan dihitung berdasarkan setengah dari harta bersama tersebut4.

Misal, jika seorang istri meninggal dengan harta Rp1 miliar. Di sisi lain, suaminya masih hidup dan mereka punya 3 anak selama pernikahan.

Maka, perhitungan warisan untuk mereka yakni:

Suami berhak atas setengah harta bersama:

Warisan untuk suami = 0,5 x Rp1.000.000.000

Warisan untuk suami = Rp500.000.000

Sementara itu, warisan untuk anak adalah sisa harta dibagi 3 orang:

Warisan per anak = 1/3 x Rp500.000.000

Warisan per anak = Rp 166.666.666,67

Konsultasi Harta Warisan Profesional

Perhitungan warisan dalam pernikahan di Indonesia diatur secara rinci dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Aturan ini mengatur mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli waris, bagaimana cara menghitung bagian masing-masing ahli waris, serta kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan hak waris.

Mengingat kompleksitas aturan waris dan pentingnya memastikan setiap ahli waris mendapatkan haknya secara adil, disarankan bagi setiap individu untuk mempelajari KUH Perdata atau berkonsultasi dengan ahli hukum.

Jika membutuhkan saran keuangan yang lebih jelas terkait dengan warisan, Anda bisa berkonsultasi dengan perencana keuangan Finansialku.

Mereka dapat membantu menyusun strategi keuangan sesuai kebutuhan dan kondisi Anda, termasuk dalam hal perencanaan warisan. Booking jadwal konsultasi sekarang melalui WhatsApp 0851 5866 2940 atau klik banner untuk info lengkapnya.

konsul - PERENCANAAN KEUANGAN Q3 23

Disclaimer:  Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi. 

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Demikian pembahasan tentang perhitungan warisan dalam pernikahan. Sampaikan tanggapan Anda di kolom komentar di bawah ini.

Jangan lupa bagikan artikel ini di media sosial agar lebih banyak yang paham mekanisme perhitungan warisan dalam pernikahan menurut hukum perdata. terima kasih!

Editor: Ratna Sri Haryati

Sumber Gambar:

  • Cover – https://shorturl.at/Uiu2z

Referensi Tambahan

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|