Prospek saham NETV dalam satu tahun terakhir menarik perhatian karena isu ekuitas minus dan ancaman bangkrut. Pada April 2024, NETV terancam gagal bayar akibat utang usaha yang jatuh tempo. Harga saham terus merosot, berada di kisaran 89 – 97 perak, jauh di bawah harga IPO.
Apakah saham NETV masih memiliki peluang untuk bangkit dari kebangkrutan dan bagaimana prospek bisnisnya ke depan? Apa masih ada inovasi yang menarik?
Artikel ini dipersembahkan oleh
Pamor Singkat NETV di Pasar Saham
PT Net Visi Media Tbk. (NETV) adalah perusahaan di industri media yang termasuk dalam sektor consumer cyclicals, khususnya sub sektor penyiaran.
NETV pertama kali melakukan IPO di BEI pada Januari 2022, dengan menawarkan 765.306.100 lembar saham bernilai nominal Rp100 per lembar atau setara 4,37% dari total modal yang ditempatkan setelah IPO, dengan harga penawaran Rp196 per lembar saham.
Melalui IPO ini, perusahaan berhasil mengumpulkan dana segar sebesar Rp150 miliar.
Pada Februari 2022, harga saham NETV sempat mengalami kenaikan ke level 640an – 647an. Setelah itu, harga saham NETV terus merosot tembus di kisaran Rp80an.
Rencana penggunaan dana segar hasil IPO, setelah dikurangi biaya emisi akan dialokasikan untuk:
- Modal kerja di industri manajemen artis sekitar 18,5%.
- Membayar pokok pinjaman entitas anak usaha, membeli program, biaya operasional, hingga membeli alat pendukung untuk entitas anak usaha sekitar 53%.
- Setoran modal untuk PT Net Media Digital sebagai entitas anak usaha sekitar 28,5%.
[Baca Juga: 10 Rekomendasi Saham Setelah Pelantikan Presiden, Ada Saham Blue Chip!]
Kinerja Fundamental NETV
Berikut ini penjelasan kinerja fundamental NETV.
Profitabilitas yang Terus Merosot
Sayangnya, meskipun NETV berhasil listing di BEI dan memperoleh dana segar, hal ini tidak serta merta meningkatkan kinerja bisnisnya. Sebaliknya, kinerja NETV justru menurun dari tahun ke tahun. Berikut rinciannya:
Kinerja Laporan Keuangan NETV Tahun 2019 – 2023 |
|||||
Komponen |
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
2023 |
Pendapatan (Rp) |
519.83 miliar |
446.49 miliar |
490.19 miliar |
438.67 miliar |
235.74 miliar |
Laba Kotor (Rp) |
135.58 miliar |
83.46 miliar |
198.77 miliar |
204.18 miliar |
30.24miliar |
Laba Bersih (Rp) |
-420.52 miliar |
-612.38 miliar |
-170.54 miliar |
-180.81 miliar |
-630.41 miliar |
Total Aset (Rp) |
2.30 triliun |
1.81 triliun |
1.70 triliun |
1.65 triliun |
1.21 triliun |
Total Liabilitas (Rp) |
2.28 triliun |
1.76 triliun |
1.72 triliun |
1.74 triliun |
1.94 triliun |
Total Ekuitas (Rp) |
23.72 miliar |
51.62 miliar |
-27.46 miliar |
-91.96 miliar |
-697.16 miliar |
Penurunan laba bersih NETV pada tahun 2022 dipengaruhi oleh program ASO atau Analog Switch Off yang mulai diberlakukan pada 2 November 2022. Kinerja profitabilitas NETV di kuartal II-2024 juga masih mencatatkan kerugian.
Berdasarkan laporan keuangan NETV kuartal II-2024, pendapatan turun -4,32% YoY menjadi Rp118,72 miliar, lebih rendah dari Rp124,09 miliar pada kuartal II-2023.
Meskipun pendapatan NETV menurun, Beban Materi Program dan Siaran masih cukup besar, tercatat sebesar -Rp109,73 miliar di kuartal II-2024, hanya turun -2,68% YoY dari -Rp112,76 miliar di kuartal II-2023.
Hal ini menyebabkan laba kotor NETV turun cukup signifikan sekitar -20,74% YoY menjadi Rp8,98 miliar di kuartal II-2024, dari Rp11,33 miliar di kuartal II-2023.
Selain itu, NETV juga mencatatkan peningkatan Beban umum dan administrasi sebesar -Rp124,10 miliar di kuartal II-2024, hanya turun -5,07% YoY dari -Rp130,73 miliar pada kuartal II-2023. Beban keuangan juga meningkat menjadi -Rp82,37 miliar dari sebelumnya -Rp47,91 miliar.
NETV mengalami kerugian atas penghapusan persediaan selisih kurs mata uang asing sebesar -Rp722,67 miliar, dari sebelumnya untung Rp140,66 miliar. Perusahaan juga mengalami kerugian penjualan aset tetap sebesar -Rp14,06 miliar, dari untung Rp459,45 miliar.
Namun, perusahaan berhasil mencatatkan pemulihan (provisi) kerugian penurunan nilai piutang usaha sebesar Rp9,19 miliar dan peningkatan pendapatan bunga menjadi Rp57,67 juta.
Yang membuat NETV kembali mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp49,98 miliar di kuartal II-2024 adalah keuntungan lain-lain – neto sebesar Rp281,48 miliar, akibat penghapusan biaya transaksi yang belum dibayar dan nilai beban akrual bunga.
Sehingga, di kuartal II-2024, NETV dapat berbalik untung dari kerugian sebesar -Rp146,40 miliar di kuartal II-2023.
Meskipun NETV telah mencatatkan keuntungan, secara keseluruhan kinerja profitabilitasnya masih mengalami kesulitan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa prospek saham NETV belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, terutama di tengah tekanan industri pertelevisian yang telah beralih dari siaran TV analog ke siaran TV digital.
Posisi Net Porfit Margin (NPM) dan Gross Porfit Margin (GPM)
Dengan kinerja profitabilitas kuartal II-2024 yang mencatat laba bersih sebesar Rp49,98 miliar, Net Profit Margin (NPM) perusahaan media ini naik signifikan ke level 42%, memungkinkan perusahaan merasakan keuntungan dari penjualannya.
Namun, NPM pada tahun-tahun sebelumnya negatif, menunjukkan bahwa NETV tidak merasakan keuntungan yang diperolehnya. Bahkan, NPM pada tahun 2023 anjlok hingga -267%.
Jika kita menghilangkan Keuntungan lain-lain – neto sebesar Rp281,48 miliar yang sifatnya pendapatan satu kali, maka NPM NETV adalah -194%, yang berarti belum ada perbaikan. Bahkan, kerugian yang dialami perusahaan bisa sangat besar.
Dari sisi pertumbuhan Gross Profit Margin (GPM), NETV mencatatkan 8% di kuartal II-2024. Hal ini sejalan dengan penurunan laba kotor yang diperoleh perusahaan, yaitu Rp8,98 miliar.
GPM yang rendah ini disebabkan oleh turunnya pendapatan perusahaan. Selain itu, tingginya Beban Materi dan Program juga menggerus laba kotor yang seharusnya didapatkan perusahaan.
Jika dirinci, Beban Materi Program dan Siaran mengalami beberapa kenaikan di kuartal II-2024, antara lain:
- Beban Materi Berita sebesar Rp11,56 miliar, naik dari Rp9,06 miliar (naik 20,41% YoY)
- Program yang diakuisisi sebesar Rp22,85 miliar, naik dari Rp19,80 miliar (naik 15,40%)
- Biaya non-broadcast sebesar Rp34,37 miliar, naik dari Rp26,27 miliar (naik 30,83%).
Kenaikan ini yang akhirnya menggerus pertumbuhan laba kotor perusahaan di kuartal II-2024.
[Baca Juga: Ternyata Ini Saham Andalan Sosok Lo Kheng Hong dan Tips Investasinya]
Neraca Keuangan NETV Kuartal II-2024
Berdasarkan laporan keuangan NETV, total liabilitas pada kuartal II-2024 adalah Rp1,77 triliun, sementara ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan adalah -Rp648,25 miliar.
Dengan liabilitas yang jauh melebihi ekuitas, rasio DER NETV berada pada level yang sangat buruk, yaitu 2,74x. Ini berarti hampir tidak mungkin bagi NETV untuk membayar liabilitasnya menggunakan ekuitas.
Jika dilihat dari aset lancar perusahaan pada kuartal II-2024, jumlahnya sebesar Rp645,44 miliar. Sementara itu, total liabilitas jangka pendek mencapai Rp1,38 triliun.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menggunakan aset lancarnya untuk memenuhi liabilitas jangka pendeknya. Rasio likuiditas NETV adalah 0,47x, yang tergolong sangat rendah.
Bahkan ketika dirinci, beberapa pos liabilitas jangka pendek menunjukkan nilai yang cukup besar, membebani kemampuan NETV untuk membayarnya.
Tercatat utang kepada pihak ketiga sebesar Rp380,12 miliar di kuartal II-2024, naik 11,96% YoY dari Rp339,49 miliar di kuartal II-2023. Selain itu, terdapat pinjaman jangka pendek dari pihak ketiga sebesar Rp882,59 miliar di kuartal II-2024, yang tidak tercatat pada kuartal II-2023.
Perusahaan juga mencatat pinjaman dari pihak berelasi sebesar Rp44,40 miliar. Semua utang ini memiliki tenggat waktu jatuh tempo di bawah satu tahun. Berikut rinciannya:
Pinjaman jangka pendek dari pihak ketiga sebesar Rp882,59 miliar merupakan pinjaman dari Newton Capital Ltd yang akan digunakan untuk melunasi utang PT Net Mediatama Televisi, anak usaha NETV.
Pinjaman ini memiliki bunga dan jatuh tempo pada bulan ke-6 setelah 5 April 2024. Namun, jika NETV membayar dalam bentuk non-tunai, batas waktu pelunasan adalah bulan ke-12 setelah 5 April 2024.
[Baca Juga: 5 Mindset yang Salah saat Memilih Instrumen Investasi]
Arus Kas
Kas operasi NETV pada kuartal II-2024 tercatat negatif -Rp98,84 miliar. Hal ini disebabkan oleh kas keluar yang lebih besar dibandingkan kas masuk yang diterima perusahaan.
Meskipun perusahaan mencatat penerimaan kas dari pelanggan sebesar Rp182,87 miliar, pembayaran kas kepada pemasok, karyawan, dan lainnya mencapai -Rp184,41 miliar. Kondisi ini diperburuk oleh pembayaran beban keuangan sebesar -Rp79,75 miliar.
Kas investasi NETV pada kuartal II-2024 tercatat positif Rp4,24 miliar, turun dari Rp5,37 miliar pada kuartal II-2023. Kas investasi yang positif ini disebabkan oleh perolehan hasil penjualan aset tetap sebesar Rp7,42 miliar dan penerimaan klaim asuransi sebesar Rp1,45 miliar.
Meskipun demikian, perusahaan masih berupaya memperbaiki prospek bisnis masa depan melalui keputusan investasinya.
Tercatat perolehan aset tetap sebesar -Rp135,11 juta, pembayaran uang muka pembelian aset tidak lancar sebesar -Rp770,76 ribu, dan perolehan aset tak berwujud sebesar -Rp4,50 miliar.
Kas pendanaan NETV pada kuartal II-2024 tercatat positif Rp91,18 miliar, berbalik dari negatif -Rp4,69 miliar pada kuartal II-2023.
Kas pendanaan yang positif ini menunjukkan bahwa pada kuartal II-2024, perusahaan menerima suntikan dana eksternal yang signifikan, mencapai Rp370,00 miliar dari pinjaman pihak berelasi.
Maka, jika mengacu pada indikator kesehatan arus kas, akan diperoleh seperti berikut:
Kas Operasi |
Kas Investasi |
Kas Pendanaan |
Indikator |
Negatif -Rp98.84 miliar |
Positif Rp4.24 miliar |
positif Rp91.18 miliar |
Buruk |
Kinerja NETV tidak tercermin dalam kas operasi, sehingga kas keluar lebih besar daripada kas masuk. Meskipun NETV masih melakukan beberapa aktivitas investasi, perusahaan juga menjual aset tetap. Selain itu, NETV memperoleh pinjaman besar sebesar Rp370,00 miliar.
Kemampuan perusahaan untuk melunasi liabilitasnya cukup berisiko, dengan rasio DER mencapai 2,74x dan rasio likuiditas yang rendah di level 0,47x.
Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya perlu diperhatikan, terutama mengingat persaingan yang semakin ketat dalam industri media saat ini.
Bahkan posisi kas dan setara kas yang dicatatkan NETV pada kuartal II-2024 sangat rendah atau mengalami penurunan sekitar -46.71% YoY menjadi Rp3.89 miliar, seperti berikut:
[Baca Juga: Strategi Sun Tzu untuk Investor Saham: Menavigasi Pasar yang Berfluktuasi]
Dampak Panjang Permasalahan Utang – 80.05% Saham NETV di Akuisisi oleh FILM
Pinjaman jangka pendek dari pihak ketiga sebesar Rp882,59 miliar ini akan diambil alih oleh FILM, pemegang saham baru NETV.
Pengalihan utang ini terjadi karena PT MD Entertainment Tbk. (FILM) sedang dalam proses mengakuisisi 80,05% saham NETV dengan dana sebesar Rp1,65 triliun.
Dalam rencananya, FILM akan menerbitkan saham baru senilai Rp661,9 miliar melalui NPR untuk PSG dan TI.
FILM berencana membeli 25,22 miliar saham seri baru NETV dengan harga pelaksanaan Rp50 per lembar saham, setara dengan 60,98% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor NETV, sehingga FILM harus mengeluarkan dana sebesar Rp1,26 triliun.
Dengan rincian:
- Rp661,95 miliar atau setara 13,23 miliar saham NETV yang menjadi bagian dari konversi atas pembelian asset utang Newton Capital Limited, usai penggabungan saham.
- Rp599,10 miliar atau setara 11,98 miliar saham NETV menjadi setora tunai berkaitan dengan konversi asset utang.
Setelah itu, FILM juga akan membeli 7,88 miliar saham NETV dengan nilai Rp394,44 miliar atau setara 19,07% saham NETV dengan nilai nominal Rp200 dari tiga pemegang saham, yang antara lain:
- FILM membeli 5,9 miliar lembar atau setara 14,27% saham NETV dari PT Sinergi Lintas Media (SLM) sebesar Rp295,16 miliar.
- FILM juga mengambilalih 1,31 miliar saham seri A atau setara 3,19% dari modal yang ditempatkan dan disetor oleh NETV dari PT Teladan Investama (TI) sebesar Rp65.94 miliar.
- FILM juga akan menyerap 667,03 juta lembar atau setara 1,61% saham seri A NETV dari PT Indika Inti Holdiko (IIH) sebesar Rp33,35 miliar.
Dengan rangkaian transaksi tersebut, FILM akan menguasai 80,05% saham NETV yang sekaligus menjadikan FILM sebagai pengendali baru di tubuh NETV. Menariknya dalam proses akuisisi NETV, FILM tidak diwajibkan untuk melakukan penawaran tender wajib.
Kesimpulan
Prospek saham NETV ke depan tampaknya masih akan cukup menantang, meskipun dalam waktu dekat nasib bisnis perusahaan akan diselamatkan oleh FILM melalui akuisisi 80,05% saham NETV. Hal ini akan menjadikan FILM sebagai pengendali baru di NETV.
Secara historis, kinerja keuangan NETV memang tidak begitu sehat. Sejak tahun 2019, perusahaan terus mencatatkan kerugian dan pendapatannya terus menurun hingga kuartal II-2024.
Total aset juga menurun dan ekuitas negatif mencapai -Rp648,25 miliar, sementara total liabilitas terus membengkak. Hal ini membuat NETV berada di ambang kebangkrutan jika tidak diakuisisi oleh FILM.
Selain itu, posisi kas dan setara kas NETV sebesar Rp3,89 miliar tidak mencapai setengah dari total liabilitas jangka pendek yang mencapai Rp1,38 triliun.
Dari sisi struktural, bisnis yang dijalankan NETV masih tergolong ‘bisnis televisi sederhana’. Sementara itu, industri televisi telah mengalami transformasi digital, ditandai dengan adanya televisi digital atau Analog Switch Off (ASO) yang semakin mudah diakses.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan media televisi untuk terus berinovasi, menyediakan program tayangan dan media penyiaran yang dapat diakses secara online.
Terlebih lagi, saat ini sebagian besar penonton lebih menyukai tayangan yang dapat ditonton secara streaming, tanpa harus mengandalkan televisi, cukup melalui gadget atau smartphone.
Tantangan ini juga bisa menjadi tugas baru bagi FILM untuk membangkitkan kinerja NETV.
Setelah membaca informasi di atas, Anda masih tertarik dengan emiten ini? Sebelum memutuskan, yuk, review ulang portofolio investasi Anda, apakah masih sesuai atau harus disesuaikan kembali?
Konsultasikan bersama Perencana Keuangan Finansialku dengan buat janji konsultasi melalui WhatsApp 0851 5866 2940 atau klik banner ini.
Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.
Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagaimana pendapat Anda tentang informasi di atas? Tulis opini Anda di kolom komentar. Jangan lupa share juga, ya. Terima kasih.
Editor: Ratna Sri Haryati
Sumber Gambar:
- Cover – Freepik