Oleh: Prayoga Romin Saputra
SULTRAKINI.COM: Kita ketahui bersama bahwa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi tertua yang secara konsisten berjuang untuk masa depan umat dan bangsa sejak pertama kali didirikan pada tahun 1947. Berbagai fase telah dilalui HMI sebagai organisasi kemahasiswaan-perjuangan, mulai dari fase konsolidasi, pergolakan, hingga reformasi. Keseluruhan fase tersebut merupakan sejarah nyata bagaimana spirit dan motivasi eksistensi HMI dimanifestasikan dalam dinamika zaman.
Perjuangan HMI dimulai dari Yogyakarta dan kemudian meluas hingga ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk Indonesia Timur. Kita ketahui bahwa tujuan HMI terbagi ke dalam dua komitmen utama, yakni keindonesiaan dan keislaman. Kedua komitmen inilah yang menjadi spirit sekaligus motivasi eksistensi HMI di Indonesia Timur. Dalam catatan sejarah sebagaimana tertuang dalam buku Sejarah dan Eksistensi HMI di Papua, HMI hadir di Papua—yang saat itu bernama Soekarnopura—pada masa kepemimpinan Almarhum Ayahanda Ketua Umum PB HMI Dr. Sulastomo (1961–1963), yang kemudian dibawa oleh Almarhum Edang Salmaya pada tahun 1964. Kehadiran HMI di Papua saat itu dimotivasi kuat oleh komitmen keindonesiaan.
Kehadiran HMI di Papua merupakan bukti nyata bagaimana HMI memandang perkaderan sebagai upaya perjuangan kebangsaan yang dilandaskan pada ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Dalam berbagai keterbatasan yang ada, pembentukan HMI di Papua didukung oleh sejumlah faktor, antara lain keberadaan kampus negeri dan swasta, serta peran alumni HMI yang termobilisasi ke Papua untuk berbagai kepentingan yang kemudian terkonsolidasi demi keberlangsungan HMI di Papua. Proses tersebut akhirnya bermuara pada pelaksanaan Konferensi Cabang (Konfercab) pertama yang berlangsung pada tanggal 14–17 Agustus 1978.
HMI Papua pada masa kini tentu dihadapkan pada tantangan yang berbeda. Namun, jika ditilik dari historis perjuangannya, esensi perjuangan tersebut pada dasarnya tetap sama, khususnya dalam menatap masa depan perkaderan. HMI di Papua perlu mulai menyiapkan konsepsi perkaderan yang sesuai dengan konstanta geografis dan demografis Papua, agar proses internalisasi lima materi wajib dapat terlaksana secara optimal. Selain itu, diperlukan upaya pembentukan pola perkaderan yang lebih relevan, terutama dalam hal pola perekrutan kader HMI, agar eksistensi HMI secara kuantitatif dapat meningkat. Pola forum kaderisasi juga perlu diperbaiki guna mewujudkan terbentuknya insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam, serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Oleh karena itu, diperlukan satu wacana alternatif perkaderan masa depan, yakni Mahzab HMI Tanah Papua.***

1 hour ago
1

















































