Oleh: Hakim Nur Mampa (Dokter Kesehatan Kerja)
SULTRAKINI.COM: APBD sejatinya merupakan instrumen utama pemerintah daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun, laporan keuangan Kabupaten Kolaka tahun anggaran 2024 justru menunjukkan wajah birokrasi yang lebih sibuk membiayai dirinya sendiri ketimbang memperkuat layanan publik. Dari perjalanan dinas hingga alat tulis kantor, belanja operasi terus membengkak, sementara pembangunan di sektor strategis yaitu pemenuhan kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur belum optimal.
Data resmi mencatat, realisasi pendapatan daerah tahun 2024 mencapai Rp1,78 triliun atau 97,8 persen dari target. Belanja terealisasi sebesar Rp1,79 triliun atau 96,5 persen. Secara akuntansi, APBD Kolaka tergolong disiplin. Namun, jika ditelisik lebih dalam, pola belanja menunjukkan kecenderungan yang perlu mendapat perhatian khusus. Belanja operasi melonjak hingga Rp1,427 triliun, naik 13,6 persen dibandingkan tahun 2023. Dari jumlah itu, belanja pegawai mencapai Rp524,6 miliar (naik 20,8 persen), sementara belanja barang dan jasa Rp528,8 miliar (turun tipis 2,2 persen). Di antara pos belanja barang dan jasa, perjalanan dinas sendiri menyedot Rp110,9 miliar, naik 7,6 persen dari tahun sebelumnya.
Kontras dengan hal itu, ruang fiskal untuk pembangunan jangka panjang justru berkurang. Belanja modal tahun 2024 tercatat hanya Rp441,4 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan daerah. Artinya, porsi belanja untuk infrastruktur dan aset produktif lebih kecil ketimbang belanja rutin birokrasi. Padahal, infrastruktur jalan, air bersih, serta sarana pendidikan dan kesehatan di Kolaka masih membutuhkan investasi yang besar. Masyarakat tentu lebih merasakan manfaat ketika ruang kelas direnovasi atau puskesmas dilengkapi, bukan ketika birokrasi menambah perjalanan dinas.
Jika dibandingkan dengan sektor layanan publik, ketimpangan itu makin jelas. Untuk urusan pendidikan, realisasi belanja mencapai sekitar Rp360,5 miliar, sedangkan kesehatan Rp349,4 miliar. Total anggaran untuk dua sektor strategis ini bahkan masih lebih kecil daripada belanja barang dan jasa. Ironisnya, belanja perjalanan dinas lebih besar daripada anggaran pengadaan obat atau rehabilitasi gedung sekolah. Ketika rakyat masih mengeluhkan kualitas sekolah di pelosok dan sulitnya akses layanan kesehatan di beberapa kecamatan yang jauh dari rumah sakit, wajar jika publik mempertanyakan keadilan alokasi APBD.
Beberapa pos belanja yang perlu mendapatkan perhatian:
Belanja barang pakai habis, pos ini mencakup ATK, bahan cetak, hingga konsumsi rapat. Realisasi 2024 mencapai sekitar Rp118,09 miliar. Nilai ini setara dengan sepertiga total belanja kesehatan. Sulit diterima jika kertas, spidol, dan makanan rapat menghabiskan anggaran yang semestinya bisa dialihkan untuk obat-obatan atau tambahan tenaga medis di puskesmas. Dan publik tentu akan mempertanyakan:
Benarkah semua pengeluaran itu mutlak diperlukan, atau sekadar cara menghabiskan anggaran?
Hal serupa untuk belanja aset yang tidak memenuhi kriteria kapitalisasi. Misalnya, pembelian kursi, dispenser, atau printer yang nilainya di bawah Rp5 juta per unit. Dalam laporan, realisasi 2024 sebesar Rp1,185 miliar. Jika nilainya dialihkan, dapat membangun 4–5 ruang kelas baru (asumsi Rp250 juta per ruang). Belanja berulang ini mengindikasikan lemahnya perencanaan aset; barang baru dibeli terus tanpa strategi pemeliharaan.
Belanja sewa gedung termasuk sewa hotel dan gedung nonpemerintah. Realisasi 2024 sebesar Rp3,612 miliar. Jumlah ini setara dengan renovasi sekitar 70 rumah layak huni (Rp50 juta per unit). Sebagian kegiatan pemerintah daerah masih dilaksanakan di hotel atau gedung sewaan, padahal Kolaka memiliki sejumlah fasilitas milik pemerintah. Tentu ada alasan teknis—seperti fasilitas tidak memadai atau jumlah peserta yang banyak—tetapi jika frekuensi sewa terlalu tinggi, publik akan menilai pemerintah lebih suka rapat di ruang mewah daripada memaksimalkan aset sendiri. Kesan pemborosan akan sulit dihindari, apalagi di tengah kondisi rakyat yang masih membutuhkan perumahan layak.
Belanja perjalanan dinas (SPPD): realisasi 2024 terdiri dari perjalanan dinas dalam negeri sebesar Rp110,9 miliar dan perjalanan dinas luar negeri sebesar Rp70,2 juta. Besarnya angka perjalanan dinas dalam negeri menegaskan bahwa birokrasi Kolaka masih sangat tergantung pada aktivitas perjalanan ketimbang memperkuat layanan di daerah. Sementara itu, perjalanan luar negeri walaupun kecil nilainya tetap penting diawasi agar benar-benar memiliki manfaat nyata bagi pembangunan daerah.
Jika dirangkum, belanja operasi Kolaka 2024 memperlihatkan birokrasi yang kian mahal. Padahal, ruang fiskal untuk rakyat makin sempit. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2024 hanya Rp25,3 miliar, turun dari Rp41,3 miliar pada 2023. Penurunan ini menandakan kemampuan daerah menabung berkurang sehingga ruang fiskal tahun depan makin terbatas. Dengan kata lain, APBD makin habis untuk kebutuhan rutin birokrasi, bukan untuk investasi jangka panjang.
Apa yang bisa dilakukan? Belanja operasi harus dievaluasi secara serius. Pertama, DPRD perlu mendesak pemerintah daerah menetapkan plafon perjalanan dinas per SKPD dan memastikan setiap perjalanan menghasilkan laporan kinerja. Kedua, pemerintah daerah harus memaksimalkan gedung milik sendiri agar anggaran sewa hotel dapat ditekan. Ketiga, pengadaan barang pakai habis dan aset bernilai kecil mesti dikaitkan dengan indikator kinerja layanan, bukan sekadar daftar belanja tahunan.
Lebih jauh, Kolaka harus berani mengubah orientasi belanja dari birokrasi ke layanan publik. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dihubungkan dengan manfaat langsung: apakah kualitas sekolah meningkat, apakah puskesmas lebih mudah diakses, apakah jalan desa lebih baik. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci agar APBD kembali menjadi instrumen kesejahteraan. Tanpa perubahan, APBD akan terus menjadi anggaran konsumsi birokrasi alih-alih investasi untuk kesejahteraan rakyat.
Dengan belanja pegawai yang melonjak 20 persen dan perjalanan dinas yang menembus Rp110,9 miliar, sementara belanja kesehatan dan pendidikan masih terbatas, APBD 2024 memberi pesan penting: sudah saatnya efisiensi belanja operasi menjadi prioritas. Bupati, DPRD, dan SKPD harus duduk bersama menata ulang prioritas karena rakyat Kolaka butuh bukti bahwa uang daerah benar-benar kembali kepada mereka dalam bentuk layanan publik yang lebih baik.***

4 days ago
11

















































