SULTRAKINI.COM: KENDARI – Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) sukses menggelar kegiatan Soft Skill Mahasiswa Baru (Maba) sekaligus Kuliah Praktisi dengan tema “Jurnalis Muda: Kritis, Kreatif, dan Siap Terjun di Era Digital” pada Kamis, 25 September 2025, di Aula FISIP UHO.
Acara ini dihadiri oleh 63 mahasiswa baru Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Jurnalistik angkatan 2025. Selain itu, turut hadir para dosen komunikasi dan jurnalistik serta sejumlah senior mahasiswa yang ikut mengontrol jalannya acara sehingga berlangsung tertib dan interaktif.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Dr. Umar Marhum, A.Md., STP., S.H., M.H., akademisi sekaligus Direktur DinamikaSultra.com, dan Dr. Muhamad Djufri Rachim, SP., M.Si., akademisi sekaligus Direktur Sultrakini.com.
Koordinator Program Studi Jurnalistik FISIP UHO, Marsia Sumule G., S.Sos., M.I.Kom., menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan membekali mahasiswa baru dengan keterampilan nonakademik (soft skill) sekaligus wawasan praktis dunia jurnalistik.
“Perkembangan jurnalistik di era digital saat ini justru semakin baik. Konsistensi waktu yang lebih cepat membuat informasi bisa diakses pembaca maupun pendengar dengan lebih mudah,” ujar Marsia.
“Namun, jurnalis juga harus menyeimbangkan keterampilan mereka dengan kecepatan perubahan teknologi. Produk jurnalistik memang harus cepat, tetapi tidak boleh meninggalkan marwah karya jurnalistik. Check and recheck tetap wajib dilakukan. Jika kita cepat menyampaikan informasi tanpa validasi fakta, itu adalah kelalaian dan hal yang buruk dalam dunia jurnalisme,” tegasnya.
Marsia juga menegaskan harapannya agar mahasiswa mampu mengembangkan diri secara optimal.
“Kami berharap mahasiswa semakin semangat, tekun, sabar, dan terus menggali potensi dirinya. Soft skill seperti ini diharapkan memberi inspirasi agar mereka lebih termotivasi dalam menimba ilmu dan pengalaman. Harapan kami, mereka aktif dalam dunia media digital sehingga nantinya bisa berhasil secara profesional, memiliki banyak keterampilan, dan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara,” jelasnya.
Marsia menambahkan, pemilihan narasumber bukan tanpa alasan.
“Dr. Umar Marhum dan Dr. Muhamad Djufri adalah teman lama saya sekaligus rekan sesama akademisi. Kami bertiga memiliki latar belakang jurnalis, dan mereka berdua masih aktif di profesinya hingga sekarang. Ini penting sebagai penguatan kepada mahasiswa baru bahwa profesi jurnalis adalah profesi yang menyenangkan dan bermanfaat. Saya percaya mereka berdua sangat capable dan memiliki kredibilitas untuk berbagi pengetahuan serta pengalaman. Harapan saya, mahasiswa yang hadir bisa termotivasi dan suatu saat menjadi profesional seperti Pak Umar dan Pak Djufri,” pungkasnya.
Sementara itu, Dr. Umar Marhum menyoroti pentingnya menjaga kualitas jurnalisme di tengah derasnya media digital.
“Kita berharap semua pihak bisa menjaga kehidupan jurnalis hari ini. Dengan maraknya media digital, banyak industri media lahir tanpa didukung kemampuan jurnalis yang mumpuni. Akibatnya, kita sering diterpa informasi yang tidak jelas sumbernya dan mengancam reputasi jurnalis yang beretika,” jelasnya.
“Reputasi yang baik adalah milik mereka yang benar-benar memahami etika jurnalisme. Ini yang harus terus kita jaga agar profesi jurnalis tetap dihormati dan dipercaya masyarakat,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa jurnalis harus terus memperbarui kompetensinya.
“Tantangan terbesar bagi jurnalis ketika terjun ke lapangan adalah keterbatasan ilmu pengetahuan. Karena itu, mereka harus banyak belajar memahami dunia jurnalisme yang kini serba digital. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan lama. Kita harus terus meng-update dan memperbarui kemampuan, khususnya di bidang digitalisasi,” tegas Umar.
Dr. Muhamad Djufri Rachim, narasumber kedua, menambahkan bahwa adaptasi teknologi adalah kunci di era ini.
“Teman-teman jurnalis harus bisa beradaptasi dengan teknologi terbaru seperti AI. AI tidak bisa kita hindari, justru bisa membantu kerja-kerja jurnalistik, mulai dari pengumpulan data hingga mempercepat proses kerja yang biasanya manual,” ungkap Djufri.
Menurutnya, kreativitas dan literasi teknologi menjadi modal penting jurnalis muda.
“Teknis-teknis kejurnalistikan akan tergerus jika kita tidak ikut berkembang. Karena itu, jurnalis harus tahu peran mereka dan peran AI agar keduanya bisa berjalan beriringan. Teknologi tidak akan berguna tanpa kreativitas jurnalis, begitu pula sebaliknya,” jelasnya.
Ia juga memberi harapan kepada mahasiswa baru.
“Kami ingin mahasiswa mendapat pemahaman dasar tentang arah profesi jurnalis ke depan. Dengan mengenal AI sejak dini, mereka bisa menyesuaikan diri selama perkuliahan dan tahu apa yang harus dipelajari agar siap menghadapi dunia kerja,” tutup Djufri.
Acara yang dimulai pukul 08.30 WITA hingga 12.30 WITA ini berlangsung interaktif dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Kehadiran para dosen, senior mahasiswa, dan dua narasumber praktisi membuat kegiatan ini menjadi momen penting bagi mahasiswa baru untuk belajar langsung tentang dunia jurnalistik profesional.
Laporan: Andi Mahfud