
SULTRAKINI.COM: KENDARI – Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum secara transparan dan profesional tanpa pandang bulu. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sultra resmi menahan LT, anggota DPRD Wakatobi, terkait dugaan kasus kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian 11 tahun silam.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, S.I.K., dalam keterangan resminya, Jumat (19/9), mengatakan LT diperiksa intensif oleh penyidik setelah menghadiri pemanggilan kedua.
“Penyidik berkeyakinan terdapat bukti yang cukup bahwa tersangka LT diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” tegas Iis.
Untuk kepentingan penyidikan, LT kini ditahan di Rutan Polda Sultra. Penahanan dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti sah, termasuk keterangan dua saksi yang sebelumnya telah divonis dalam kasus yang sama.
Kasus ini sebenarnya telah ditangani sejak lama oleh Polres Wakatobi. Pada tahap awal, dua pelaku telah diproses dan menjalani hukuman. Namun, LT alias Litao sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan melarikan diri. Menurut Polda Sultra, penanganan perkara sempat terhambat karena Litao tidak diketahui keberadaannya serta hilangnya berkas perkara di Polres.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sultra, Kombes Pol Wisnu Wibowo, menjelaskan pihaknya melakukan pemberkasan ulang dan menemukan bukti baru yang memperkuat keterlibatan LT.
“Kami tambahkan saksi-saksi termasuk yang telah divonis. Akhirnya dua alat bukti itu terpenuhi, dan kita tetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Panggilan pertama terhadap LT pada 9 September 2025 tidak dihadiri dengan alasan teknis transportasi. Baru pada panggilan kedua, 19 September, LT memenuhi panggilan penyidik dan langsung ditahan.
Langkah Polda Sultra ini sejalan dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menekankan pentingnya presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) dalam setiap proses penegakan hukum.
Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2024 terdapat lebih dari 2.000 laporan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, dan sekitar 20 persen di antaranya berujung kematian. Hal ini menunjukkan bahwa kasus serupa tidak bisa dianggap remeh dan perlu penanganan serius.
Laporan: Riswan