Riset dan Dedikasi Prof. Faisal: Perjalanan Menuju Guru Besar dan Upaya Restorasi Ekosistem

1 week ago 21

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Prof. Dr. Faisal Danu Tuheteru, S.Hut., M.Si, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Silvikultur dan Restorasi Ekosistem di Universitas Halu Oleo (UHO). Pengukuhan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan akademik dan dedikasinya selama 19 tahun mengabdi sebagai dosen tetap di UHO, khususnya dalam penelitian restorasi hutan dan pemulihan lahan pascatambang di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Perjalanan Akademik dan Dedikasi Penelitian

Prof. Faisal lahir di Rohomoni, 28 Desember 1978, dan telah mengabdikan diri selama 19 tahun sebagai dosen di Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan (FHIL) UHO.

Ia dikenal aktif meneliti silvikultur dan restorasi ekosistem tropis, dengan fokus pada pemulihan lahan pascatambang. Prof. Faisal menyelesaikan studi sarjana di Universitas Hasanuddin, kemudian melanjutkan pendidikan magister dan doktor dengan fokus restorasi ekosistem dan bioteknologi hutan.

Beberapa capaian akademiknya yang menonjol antara lain:

SINTA Score: 1.210

Scopus H-Index: 9

Google Scholar H-Index: 13

Di luar aktivitas akademik, Prof. Faisal menetap di Kendari bersama istri tercinta Rika Marwia Sangadji, A.Md.Keb., dan dikaruniai tiga anak: Siti Rabi’a Adawiah Tuheteru, Mukadil Bahrin Tuheteru, dan Nur Husna Dzulhijjah Tuheteru.

Orasi Ilmiah: Restorasi Lahan Pascatambang Berbasis Mikoriza

Orasi ilmiah Prof. Faisal berjudul “Biodiversitas dan Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Mendukung Restorasi Lahan Pascatambang Aspal di Indonesia”. Ia memaparkan hasil penelitian pionir di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, terkait penggunaan mikroba mikoriza arbuskula (FMA) untuk mempercepat pemulihan lahan rusak akibat tambang.

“Keberadaan FMA dapat mempercepat proses restorasi melalui berbagai mekanisme seperti penyerapan hara dan air, serta efektif meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman hutan,” jelasnya di Auditorium Mokodompit.

Penelitian yang dilakukan bersama tim pada 2022–2024 berhasil menemukan 17 jenis FMA, termasuk satu spesies baru di Indonesia, Rasusetra crispa, yang menunjukkan potensi biologis lahan pascatambang masih dapat direstorasi secara ilmiah.

Konsistensi dalam Ilmu dan Penelitian

Prof. Faisal menekankan bahwa perjalanan menuju jabatan guru besar membutuhkan konsistensi dan ketekunan.

“Memang agak berat, tapi saya ambil ini dengan konsistensi: penelitian, publikasi, dan pengabdian. Dari 24 guru besar yang dikukuhkan, saya termasuk yang paling muda,” ungkapnya.

Ia menegaskan pentingnya silvikultur sebagai fondasi pemulihan ekosistem.

“Bidang saya lebih ke silvikultur dan restorasi hutan. Lahan rusak akibat penambangan atau kegiatan lain harus dipulihkan,” tambahnya.

Komitmen ke Depan: Restorasi dan Inovasi Berkelanjutan

Ke depan, Prof. Faisal berfokus pada teknologi restorasi berbasis mikoriza dan silvikultur berkelanjutan, terutama untuk lahan tambang di Sulawesi Tenggara.

“Kami berharap lahan bekas tambang dapat dipulihkan dengan pendekatan mikoriza dan teknik silvikultur adaptif,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin agar riset di UHO memberi dampak nyata bagi lingkungan dan masyarakat.

Pesan untuk Akademisi Muda

Menutup wawancara, Prof. Faisal menyampaikan pesan inspiratif:

“Harus terus berkarya. Tidak ada cerita mau jadi guru besar tanpa karya-karya yang mengantar ke pencapaian itu.”

Ia berharap bertambahnya guru besar baru dapat mendorong UHO meningkatkan kualitas pendidikan, riset, dan reputasi di tingkat nasional maupun internasional.

“Kami berbangga, karena dengan bertambahnya guru besar, itu juga akan meningkatkan grade dan akreditasi institusi,” tutupnya.

Laporan: Andi Mahfud

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|