PT Rimau, PT IPIP, dan PT TRK Diduga Serobot Tanah Warga Dusun Dua Lawania

2 days ago 11

SULTRAKINI.COM: KOLAKA-Arman, warga Dusun Dua Lawania, Desa Oko-oko, Kecamatan Pomalaa, hanya bisa menatap pasrah melihat tanahnya seluas empat hektare yang tidak terlalu jauh dari rumahnya dikeruk dan dijadikan jalan hauling oleh PT Tambang Rejeki Kolaka (TRK) bersama PT Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP) dan PT Rimau. Tanahnya habis tak tersisa sejak PT Rimau menyerobotnya pada tahun 2024 silam.

Sejak tanahnya dirampas dan tanamannya diratakan, ia tak lagi dapat tenang memikirkan bagaimana cara menghidupi keluarganya. Ruang hidupnya dirampas oleh perusahaan bak buldoser yang melindas apa pun yang dilintasinya dan merusak apa pun yang dihadapannya.

Kebun Arman seluas empat hektare berisi tanaman jambu mete itu kini rata, berganti menjadi parkiran puluhan alat berat sekaligus jalur hauling perusahaan mitra IPIP dan PT TRK, setelah sebelumnya diserobot oleh Rimau tanpa penjelasan apa pun. Arman baru mengetahui lahannya telah diserobot pada awal tahun 2024 lalu, saat ke kebunnya dan melihat buldoser serta ekskavator telah membabat habis tanamannya. Puluhan truk besar pun berlalu-lalang, menciptakan kepulan debu dan kebisingan.

Kebun Arman adalah salah satu lahan yang dirampas Rimau, mitra IPIP. Secara keseluruhan, IPIP menguasai 11.808 hektare di dua kecamatan, mencakup Kecamatan Pomalaa dan Tanggetada. PT IPIP ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Permenko Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024.

Arman mengetahui kebunnya sudah dikuasai perusahaan ketika ia hendak ke kebun untuk mengecek buah metenya. Namun setiba di sana, ia justru melihat hamparan alat berat yang terparkir dan truk besar berlalu-lalang. Tanamannya sudah tak ada, tak berjejak.

“Saya pergi ke kebunku untuk melihat-lihat jambuku. Di jalan, saya dengar suara kendaraan. Semakin dekat, saya dengar dari arah kebunku suara mobil dan alat berat. Tiba di kebun, saya kaget lihat banyak alat besar parkir, mobil-mobil besar lalu-lalang memuat material, pohon mete saya sudah hilang. Saya pun langsung menanyakan ke Rimau, karena saya diberitahu kalau perusahaan itu yang berurusan dengan tanah masyarakat di sini. Saya bergegas ke kantornya, tapi perusahaan itu bilang tanah saya HGU,” jelasnya.

Arman mengatakan kebun warisannya yang ber-SKT sejak 1984 seluas empat hektare itu diserobot PT Rimau. Tanah tersebut adalah sumber penghidupan bagi keluarganya. Karena itu, ia berjuang keras menuntut keadilan atas tanahnya.

“Saya dan warga yang bernasib sama mencoba menempuh segala cara, seperti datang ke DPRD Kolaka menanyakan perihal tanah kami. Bahkan kami datang tiga kali, tapi hasilnya tidak ada. Pada pertemuan kedua dengan DPRD tiga bulan lalu, DPRD meminta kami untuk tidak melakukan aktivitas di kebun kami. Hal itu juga berlaku bagi perusahaan. Kami sama-sama diminta jangan beraktivitas sampai dokumen kami selesai diperiksa.

Namun di tengah prosesnya, saya dan warga lainnya patuh tidak masuk ke kebun, tapi justru perusahaan yang melanggar. Perusahaan tetap masuk ke kebun kami, dan yang paling mengiris hati kami, dalam proses ini justru perusahaan melaporkan kami ke Polres dengan tuduhan pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan. Dokumen tanah saya sudah puluhan tahun, itu warisan orang tua saya. Justru perusahaan yang datang menyerobot tanah kami. Saya berharap masalah tanah kami di sini tidak berlarut. Saya berharap Pemda atau siapa pun pemegang kebijakan menengahi dengan bijak masalah kami dengan perusahaan,” katanya.

Hal serupa juga dituturkan Nasar, warga Dusun Dua Lawania, Desa Oko-oko, Kecamatan Pomalaa. Tanahnya seluas enam hektare diserobot Rimau, mitra IPIP, bersama rekannya PT TRK. Perusahaan itu merampas tanah dan menebang tanaman hingga tak bersisa.

Gambar: Tanah Nasar seluas enam hektare yang diduga diserobot PT Rimau, mitra PT IPIP, dan dijadikan area stockpile oleh PT TRK.

“Tanahku sudah jadi stokpile TRK. Jalur ke kebun yang biasa saya lalui bersama warga sudah diubah menjadi parit sedalam kira-kira dua meter. Mereka mengubahnya menjadi parit untuk mencegah saya masuk ke tanah saya. Setelah tahu tanah saya diklaim, saya pun datang mempertanyakan, namun jawaban dan penawaran ganti rugi perusahaan tidak jelas. Sejak saat itu, saya ke sana ke mari berjuang. Yang dilakukan perusahaan itu sungguh di luar batas, tidak punya hati dan semena-mena kepada kami orang kecil.

Mereka masuk ke tanah kami dan menyerobot dengan dalih tanah kami adalah kawasan, sementara mereka mengeruk nikel di desa kami, menyimpan di atas tanah saya, lalu menjual nikel itu belasan tongkang setiap harinya entah ke mana. Jika kawasan, apakah kami harus angkat kaki dan hanya perusahaan tambang nikel saja yang berhak menggunakan kawasan? Meskipun orang tua kami sudah bermukim di sini puluhan tahun dan mewariskan tanahnya ke kami, apakah perusahaan nikel berhak mengusir kami dari tanah kami?” katanya dengan nada marah.

“Perlakuan perusahaan terhadap kami seperti ini tidak akan kami diamkan. Kami akan melawan. Mereka mengkriminalisasi kami dengan cara melaporkan kami ke Polres Kolaka dengan tuduhan pemalsuan dokumen dan penyerobotan. Padahal yang datang menyerobot tanah dan mengacak-acak kehidupan kami adalah perusahaan itu sendiri. Saya akan lawan dan menuntut balik,” tegasnya.

Eksternal Rimau, Imran, ketika ditemui di kantornya di Desa Oko-oko, Kecamatan Pomalaa, enggan menjawab. Dirinya beralasan biar yang berkompeten saja yang menjawab. “Nanti Pak Ulul dan Pak Gazali yang menjawab, mereka lebih berkompeten,” singkatnya.

Tim Legal TRK, Jumades, ketika dikonfirmasi mengenai dugaan penyerobotan tanah warga, tidak menanggapi dan hanya menjawab, “Maaf bu, saat ini acara aqiqah anakku,” via WhatsApp. Ketika disampaikan bahwa Rimau pun mengatakan stokpile itu milik TRK, dirinya bungkam tak menanggapi.

Ady Anugrah Pratama, Juru Kampanye (Campaigner) Trend Asia, mengatakan Proyek Strategis Nasional Internasional Pomalaa Industrial Park (IPIP) seharusnya dibangun dengan menghormati hak-hak masyarakat dan lingkungan hidup. Keberadaannya harus memberikan dampak positif kepada masyarakat serta mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup.

“Faktanya, pembangunan IPIP dibangun di atas penderitaan masyarakat. Tanah mereka dirampas, digusur untuk lokasi kawasan industri. Masih banyak di antara mereka yang tanahnya diambil dan digusur tanpa ganti rugi dan kompensasi yang layak. Jika cara-cara seperti ini terus dilakukan, proyek strategis ini justru akan menjadi sumber penderitaan masyarakat. Janji kesejahteraan hanya akan menjadi janji. Masyarakat dan lingkungan dikorbankan. Perlu ada evaluasi dan pengawasan yang ketat atas proyek ini. Jika tidak, proyek strategis nasional ini akan menjadi proyek siksa nasional,” tegasnya.

Laporan: Anti

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|