Oleh: Hakim Nur Mampa (Dokter Kesehatan Kerja)
SULTRAKINI.COM: Pertambangan nikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara, merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki potensi besar bagi daerah ini. Namun, perkembangan sektor ini juga membawa tantangan besar, khususnya terkait dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Eksploitasi nikel yang pesat di Kolaka telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan yang semakin nyata, seperti banjir yang kerap terjadi, sedimentasi laut, serta kerusakan pada lahan pertanian akibat pencemaran air berwarna coklat dari aktivitas pertambangan. Masyarakat Kolaka, yang sebagian besar menggantungkan hidup pada hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan, kini menghadapi ancaman serius terhadap sumber mata pencaharian mereka.
Keseimbangan antara potensi ekonomi dari sektor pertambangan nikel dan perlindungan terhadap kesehatan serta lingkungan menjadi isu krusial. Artikel ini bertujuan mengangkat permasalahan di Kolaka dan mengusulkan solusi untuk mewujudkan keseimbangan antara ekonomi, kesehatan, dan lingkungan dalam industri pertambangan nikel, serta mendorong perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat terhadap dampak yang sedang terjadi.
Potensi Ekonomi Pertambangan Nikel di Kolaka
Kolaka memiliki potensi besar dalam penambangan nikel, salah satu sumber daya alam bernilai tinggi di Indonesia. Aktivitas pertambangan nikel di Kolaka telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah dan ekonomi lokal. Seiring dengan tingginya permintaan global terhadap nikel, Kolaka memiliki peluang untuk berkembang menjadi salah satu pusat penghasil nikel terbesar di Indonesia.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki total cadangan nikel sekitar 21 juta ton. Sebagian besar cadangan ini berada di wilayah Sulawesi, termasuk Kolaka. Pada 2023, Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor pertambangan nikel di Kolaka mencapai Rp389,56 miliar, menunjukkan betapa pentingnya sektor ini bagi perekonomian daerah.
Namun, meskipun memberikan keuntungan ekonomi, sektor ini juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Ketidakseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan berisiko menimbulkan kerusakan jangka panjang yang merugikan.
Dampak Lingkungan Akibat Penambangan Nikel di Kolaka
Salah satu dampak nyata dari pertambangan nikel di Kolaka adalah banjir yang sering terjadi, terutama pada musim hujan. Banjir ini dipicu oleh perubahan struktur tanah akibat aktivitas tambang, yang menyebabkan berkurangnya daya serap air. Sebagian besar air hujan langsung mengalir ke permukaan, membawa limbah dari area pertambangan.
Sedimentasi laut juga menjadi masalah serius. Limbah tambang, termasuk tanah dan material lainnya, mengalir ke laut, menyebabkan penyumbatan saluran air, penurunan kualitas air laut, dan ancaman terhadap ekosistem laut. Hal ini mengganggu keberlanjutan hidup nelayan dan masyarakat pesisir.
Pencemaran air berwarna coklat akibat proses penambangan juga berisiko menurunkan kualitas air irigasi pertanian. Potensi gagal panen atau penurunan hasil panen sangat mungkin terjadi, yang berdampak langsung pada perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan.
Risiko Kesehatan Pekerja dan Masyarakat Sekitar
a. Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pekerja tambang nikel menghadapi beragam faktor risiko yang berdampak pada kesehatan jangka pendek maupun panjang.
Faktor Fisik: Paparan debu ore yang mengandung silika dan bahan kimia berpotensi menimbulkan gangguan saluran pernapasan, mulai dari batuk kronis, asma, hingga kanker. Paparan bising dari alat berat dapat menyebabkan gangguan pendengaran, sementara getaran peralatan kerja berdampak pada saraf perifer. Suhu tinggi di area smelter meningkatkan risiko heat stress, dehidrasi, dan heat stroke.
Faktor Kimia: Paparan logam berat seperti nikel, kromium, dan mangan dalam bentuk debu halus dapat menyebabkan penyakit paru-paru seperti bronkitis kronis dan fibrosis paru. Zat kimia seperti amonia, asam sulfat, dan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi kulit, gangguan hati, serta kanker.
Faktor Biologis: Lingkungan tambang yang lembap dan tidak higienis berisiko menjadi tempat berkembang penyakit menular seperti leptospirosis, malaria, dan infeksi kulit akibat bakteri atau jamur.
Faktor Psikososial: Sistem kerja shift panjang dan target produksi tinggi memicu kelelahan kronis, stres, gangguan tidur, dan burnout. Relasi kerja yang tidak sehat juga meningkatkan risiko gangguan psikologis.
Faktor Ergonomi: Aktivitas seperti pengangkatan beban berat, posisi kerja membungkuk dalam waktu lama, serta gerakan kerja yang monoton dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal seperti nyeri punggung, sindrom terowongan karpal, dan gangguan leher.
Sayangnya, pelaksanaan program K3 di beberapa perusahaan tambang, terutama subkontraktor, masih minim. Pemantauan kesehatan berkala kerap menjadi formalitas tanpa tindak lanjut.
b. Risiko terhadap Kesehatan Masyarakat Sekitar
Masyarakat yang tinggal di sekitar tambang juga menghadapi risiko kesehatan yang serius, antara lain:
Paparan Debu dan Logam Berat: Debu dari proses pertambangan terbawa angin hingga ke permukiman dan menyebabkan peningkatan kasus ISPA, asma, dan infeksi paru, terutama pada anak-anak dan lansia.
Pencemaran Sumber Air: Limbah cair dari pencucian dan pengolahan bijih nikel mencemari sungai dan air tanah, berisiko menimbulkan keracunan kronis serta gangguan ginjal.
Kelompok Rentan: Anak-anak berisiko mengalami gangguan perkembangan, sementara ibu hamil rentan mengalami komplikasi kehamilan akibat pencemaran lingkungan.
Gangguan Sosial dan Kesejahteraan Mental: Perubahan sosial dan ekonomi akibat tambang dapat menimbulkan konflik lahan, ketimpangan sosial, dan hilangnya mata pencaharian, yang berujung pada stres kolektif dan gangguan kesehatan jiwa.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengurangi dampak buruk dari pertambangan nikel, berikut beberapa rekomendasi:
1. Penguatan Regulasi Lingkungan: Pemerintah Kolaka harus memperketat pengelolaan limbah tambang dan memastikan seluruh aktivitas pertambangan mematuhi standar lingkungan.
2. Pemulihan dan Restorasi Lahan: Pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama dalam program restorasi ekosistem, seperti penanaman kembali dan teknik pengelolaan lahan yang ramah lingkungan, dengan melibatkan masyarakat.
3. Pendidikan dan Penyuluhan Masyarakat: Program penyuluhan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak pertambangan dan cara mengurangi risiko kesehatan.
4. Optimalisasi Program CSR: Perusahaan tambang perlu memperkuat program CSR dengan pendekatan kolaboratif, transparansi, dan fokus pada pemberdayaan masyarakat, infrastruktur, serta pelatihan keterampilan lokal.
5. Diversifikasi Mata Pencaharian: Pemerintah Kolaka perlu mendorong pelatihan keterampilan baru bagi masyarakat agar tidak hanya bergantung pada sektor pertanian dan perikanan.
6. Penelitian dan Pemantauan Berkelanjutan: Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, lembaga akademik, dan masyarakat untuk melakukan pemantauan dan riset guna merumuskan kebijakan berbasis data.
Kesimpulan
Penambangan nikel di Kolaka memang memiliki potensi ekonomi besar, namun dampak terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat tidak dapat diabaikan. Banjir, sedimentasi laut, dan kerusakan lahan pertanian telah memperburuk kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan industri tambang harus dilakukan secara berkelanjutan, melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah daerah perlu memperketat regulasi dan memulihkan ekosistem yang rusak. Masyarakat pun perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan lingkungan yang adaptif. Dengan langkah-langkah tepat, Kolaka dapat mewujudkan keseimbangan antara ekonomi, kesehatan, dan lingkungan untuk keberlanjutan masa depan.***