Kuasa Hukum Korban Tegaskan Putusan Sudah Sesuai Fakta: Jangan Putarbalikkan Kasus Mansur

4 days ago 13

SULTRAKINI.COM: KENDARI– Kuasa hukum korban kasus pencabulan yang melibatkan terdakwa Mansur angkat bicara terkait isu yang menuding putusan pengadilan tidak adil.

Kuasa Hukum Korban Nasruddin, SH., M.H. menegaskan bahwa seluruh proses persidangan telah berlangsung sesuai aturan hukum dan dihadiri oleh sejumlah saksi yang memberikan keterangan langsung di hadapan majelis hakim.

“Saya ucapkan terima kasih kepada penyidik PPA Polresta Kendari, Kejaksaan Negeri Kendari, dan Pengadilan Negeri Kendari. Namun kami perlu luruskan, ada riak-riak dari teman-teman Mansur yang mengatakan perkara ini tidak adil. Bahkan ada yang bilang hanya satu saksi anak. Itu bohong, ngarang,” terangnya.

Menurut pengacara kondang itu, selama persidangan tiga anak diperiksa, terdiri atas satu korban dan dua saksi anak. Selain itu, turut dihadirkan orang tua korban, satu ahli, serta dua saksi a de charge dari pihak Mansur.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam perkara yang melibatkan anak, saksi anak memang secara aturan tidak disumpah, namun keterangannya tetap bernilai sebagai alat bukti yang sah, apalagi didukung bukti lain.

“Ada keterangan psikiater, ada ahli, Itu sudah tiga alat bukti. Dari situlah hakim menarik keyakinannya bahwa terdakwa memang melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa,” ujarnya.

Ia juga membantah keras narasi bahwa kasus ini rekayasa atau fitnah. “Apa yang mau difitnah? Apa kepentingannya? Saya bisa buktikan Mansur itu orang sakit,” ujarnya.

Kuasa hukum turut membeberkan barang bukti berupa pesan WhatsApp yang disebut dikirim Mansur kepada seorang siswi saat ia masih mengajar di Muadz. Dalam chat tersebut, terdakwa meminta siswi membuka cadarnya.

“Logis gak orang yang mengaku ustaz suruh anak buka cadar? Bahkan bilang ‘kalau sudah baca hapus’. Lalu mau kasih uang. Kehidupan anak itu lebih bagus daripada kehidupan Mansur,” ungkapnya.

Ia meminta para guru dan kerabat terdakwa berhenti membuat narasi sepihak tanpa memahami substansi perkara. Menurutnya, bukti elektronik kini menjadi bagian sah dalam pembuktian pidana. Dalam kasus ini terdapat voice note yang menunjukkan korban ketakutan saat hendak menghubungi ibunya.

Ia juga menyebut bahwa sejak 2020 Mansur pernah dipersoalkan dalam kasus serupa di Muadz, tetapi tidak diproses dan justru berpindah mengajar ke SD Negeri 2 Kendari, sebelum kembali melakukan perbuatan yang sama.

“Ini orang sakit. Ada anak-anak yang mau dicium, ada yang cadarnya disuruh buka. Itu fakta sidang. Dan keterangan anak-anak bersesuaian dengan alat bukti lain,” jelasnya.

Terkait pernyataan pihak tertentu yang menilai hukuman terlalu berat, kuasa hukum menegaskan bahwa jaksa tidak mungkin menuntut tiga tahun karena ancaman hukumannya minimal lima tahun, ditambah sepertiga karena pelaku adalah seorang tenaga pendidik.

“Ini pengetahuan hukum buat guru-guru. Tidak ada kriminalisasi. Kenal juga tidak dengan kami. Justru gurunya adalah pelaku cabul.”

Pihak korban memastikan mereka akan terus mengawal perkara hingga berkekuatan hukum tetap.

“Ketika inkrah, Mansur harus dipecat. Tidak ada kata lain,” tegas kuasa hukum menutup pernyataannya.

Mansur, seorang guru sekolah dasar di Kendari, Sulawesi Tenggara, dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari setelah dinyatakan terbukti mencabuli muridnya yang masih duduk di kelas IV SD.

Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim, Wa Ode Sangia, pada Senin (1/12) siang.

“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Mansur B alias Maman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul sebagaimana dakwaan pertama,” ujar Sangia.

“Dua, menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun,” tegasnya.

Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kendari yang sebelumnya menuntut 6 tahun penjara.

Laporan: Riswan

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|