LAM Nilai Ada Kriminalisasi dalam Kasus Dugaan Perusakan Kawasan Hutan

2 days ago 10

SULTRAKINI.COM: KENDARI– Lembaga Adat Moronene (LAM) Bombana kembali menyuarakan dugaan ketidakadilan dalam penanganan sejumlah perkara kehutanan yang menjerat tokoh adat dan warga Bombana. Hal ini disampaikan dalam kunjungan mereka ke Polda Sulawesi Tenggara untuk menindaklanjuti hasil audiensi saat aksi unjuk rasa pada 4 Desember 2025 lalu.

Koordiantor Tim Advokat LAM, Mardhan menjelaskan bahwa kunjungan tersebut dilakukan untuk memastikan komitmen penyidik memenuhi kesepakatan sebelumnya, yakni menunggu penyerahan saksi kunci yang diajukan pihak masyarakat adat.

“Kami ingin memastikan penyidik mempertimbangkan seluruh aspek,” tegasnya.

Menurut data, laporan awal dibuat oleh Alvian Pimpe terhadap Aswar Latif dan Makmur pada 10 Oktober 2025 di SPKT Polda Sultra. Setelah serangkaian penyelidikan oleh Ditkrimsus, keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 19 November 2025 dengan jeratan Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) terkait dugaan perusakan kawasan hutan lindung di wilayah adat Moronene, Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana.

Kasus ini masih terus bergulir di Unit IV Subdit IV Ditkrimsus Polda Sultra.

Namun Mardhan menyebut penetapan tersangka ini janggal, mengingat Aswar dan Makmur disebut telah menghentikan aktivitas di lokasi sejak plang kehutanan dipasang pada Juni 2024.

“Kami keluar setelah peringatan dipasang. Tapi justru kami yang dikejar hukum, sementara pihak lain tetap menggarap,” ujarnya

Mardhan juga mengungkap bahwa lahan yang dipersoalkan adalah tanah warisan leluhur yang dikelola secara turun temurun. Wilayah tersebut pernah diberikan pengelolaannya kepada PT Barito Pacific dan dikembalikan kepada keluarga adat pada 2003. Bukti hak waris bahkan telah digunakan dalam perkara perdata lain yang dimenangkan pihak adat.

Pihak Mardhan menilai penyidik mengabaikan fakta bahwa aktivitas masyarakat maupun pihak lain di kawasan sama masih berlangsung masif, mulai dari perkebunan sawit hingga aktivitas tambang. Namun, menurut mereka, tidak ada tindakan hukum yang dilakukan.

“Banyak kegiatan yang jelas-jelas berada dalam kawasan hutan, tapi tidak diproses. Sementara tokoh adat kami langsung ditetapkan tersangka,” kata Mardhan.

LAM juga menyoroti peran oknum yang disebut berafiliasi dengan pengusaha dan pejabat daerah. Mereka menduga kriminalisasi terhadap Abdul Latif Haba, Raja Moronene Rumbia Aswar Latif, warga bernama Makmur, dan tokoh lainnya seperti Ratman Jaru Munara berkaitan dengan upaya pihak tertentu menguasai lahan pertambangan dan perkebunan di Bombana.

LAM Bombana meminta Polda Sultra menjalankan proses hukum secara profesional dan tidak menjadi alat kepentingan kelompok tertentu. Mereka menuntut: Penegakan hukum tanpa tebang pilih, Pembebasan Aswar Latif dan Makmur dari status tersangka karena telah patuh terhadap instruksi Dinas Kehutanan sebelum adanya laporan.

Ia juga meminta perhatian instansi kehutanan agar tidak menetapkan kawasan hutan secara sepihak tanpa melihat sejarah kepemilikan lahan, aktivitas masyarakat, dan batas-batas yang jelas.

“Kami hanya ingin keadilan. Jangan paksa masyarakat adat melawan ketika tanah dan kebun mereka dirampas atas nama konservasi,” tutup

Laporan: Riswan

Read Entire Article
Finance | Berita| Koran| Selebritis|