Oleh : Ahmad Usman
Dosen Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Smart village diimplementasikan atas kepekaan daerah berdasarkan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah dan strateginya didukung dengan strategi teritorial baru atau yang sudah ada. Hal penting dalam smart village adalah teknologi dalam investasi dalam infrastruktur, pengembangan bisnis, pengembangan kapasitas sumber daya manusia komunitas (Fajrillah, 2018).
Untuk dapat menjadikan sebuah desa menjadi smart village dibutuhkan kesiapan dari berbagai faktor. Baik dari hardware dan software, regulasi, sumber daya manusia, infrastruktur desa, pendanaan serta budaya masyarakat. Hal ini kemudian menjadi tantangan pemerintah desa untuk mempersiapkan segala sesuatunya agar sejalan dengan tujuan utama penerapan smart village. Keberhasilan penerapan smart village terkait pada sejauhmana institusi pemerintah tersebut mempersiapkan lembaganya dalam menyikapi kekurangan-kekurangan yang ada. Oleh sebab itu analisis kesiapan organisasi pemerintah adalah hal yang perlu dilakukan sebelum ataupun saat menerapkan sistem e-government.
Smart village adalah peningkatan kualitas layanan dasar dan pembangunan desa berbasis pemberdayaan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan melalui peningkatan sumber daya manusia dalam pemanfaatan teknologi secara efektif untuk mendorong terciptanya solusi pembangunan lokal yang inovatif, serta terbangunnya jejaring desa cerdas yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong tercapainya pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDGs). Hal ini berimplikasi bahwa, membangun desa dengan konsep/model smart village tidak hanya berfokus pada penerapan kecannggihan teknologi di suatu desa, tetapi ada hal yang lebih utama, yaitu kepada bagaimana konsep smart village mampu mengubah kondisi masyarakatnya menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera, menumbuhkan kesadaran di masyarakat akan pentingnya inovasi dalam usaha kecil yang berpotensi untuk menciptakan kewirausahaan dan meningkatkan kualitas pelayanan di desa agar lebih mampu memberikan kenyamanan dan kepuasaan pada masyarakat (Nugroho dan Pratama dalam Kurniawan, 2022).
Selain itu, untuk dapat menerapkan konsep smart village, stakeholder perlu memperhatikan suatu mata kunci utama di mana perlu dikembangkan strategi untuk menambah pengetahuan masyarakat desa melalui pendidikan dan pengembangan keterampilan. Dengan adanya smart village ini, peran pemerintah desa akan lebih dioptimalkan dengan tujuan agar dapat mengelola sumberdaya desanya secara efektif, efisien dan sustainable.
Kota pintar sangat terhubung dengan cybercity yang teknologi informasi dan komunikasi merupakan tulang punggung sebuah konsep (Sutriadi, 2018). Smart village bukan hanya masalah memecahkan masalah melalui teknologi tetapi lebih dari itu, smart village dapat dikembangkan sebagai kemauan untuk meningkatkan kapasitas desa dengan mempertimbangkan kearifan lokal yang disatukan dengan pengembangan pengetahuan yang teknologi menjadi salah satu bagian darinya. Desa pintar sebagai model pembangunan pedesaan yang sepenuhnya memanfaatkan solusi yang diberikan oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mempromosikan pembangunan desa yang berkelanjutan atas dasar memperjelas karakteristik dan kebutuhan pembangunan pedesaan (Zhang & Zhang, 2020). Pembangunan dan pengembangan smart village di daerah pedesaan tertinggal adalah pilihan yang tepat untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan sesuai dengan situasinya. Desa pintar adalah kumpulan layanan yang diberikan kepada warga dan bisnis secara efektif dan efisien (Tatkare, et al., 2021).
Potensi pertumbuhan smart village dapat dilihat dengan 24 variabel yang mewakili bidang-bidang: manajemen, kualitas hidup, ekonomi, masyarakat, lingkungan alam, dan mobilitas. Konsep desa pintar dapat bermanfaat dalam memfasilitasi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan, dan cara membangun sistem inovasi lokal (Adamowicz, 2020). Platform smart city dapat diterapkan smart village, hal ini akan memberikan efisiensi pada sisi anggaran dan waktu, serta dapat mendorong keseimbangan pembangunan dan kesenjangan digital di seluruh negara untuk memecahkan masalah seperti lingkungan, energi, transportasi, dan keselamatan (Park & Cha, 2019).
Salah satu contoh keberhasilan smart village adalah keberadaan “Kampung UKM Digital” yang memanfaatan ruang virtual, mendorong smart economy and smart business opportunities, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menjalankan bisnis dan mengembangkan UKM. Hal ini juga telah terbukti berkontribusi pada pencapaian kota dan wilayah pintar (Rachmawati, et al., 2018). Pendekatan desa cerdas iklim (climate-smart village – CSV) untuk mengarusutamakan pertanian cerdas iklim (CSA) menunjukkan peningkatan produktivitas, pendapatan, dan pengurangan risiko iklim (Aggarwal, et al., 2018; Hariharan, et al., 2020; Jagustović et al., 2019 dalam Rokhman, dkk., 2021). Laju perubahan iklim yang cepat dan dampaknya terhadap ketahanan pangan dan mata pencaharian, CSV adalah salah satu strategi yang bertujuan untuk membantu petani mengadopsi praktik pertanian yang lebih berkelanjutan (Tran, et al., dalam Rokhman, dkk., 2021). Strategi konseptual CSV sepenuhnya didasarkan pada potensi pertanian cerdas iklim untuk mencapai keberlanjutan dalam ketahanan pangan, meningkatkan mata pencaharian, pengentasan kemiskinan dan memperbesar ketahanan rumah tangga petani (Goparaju & Ahmad, 2019).
Selain itu, kepemimpinan di desa merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam membangun desa pintar. Kepala desa harus memiliki visi yang baik, rencana dan strategi desa yang baik, melaksanakan rencana desa dengan baik, pengendalian pembangunan desa dengan baik, dan transparan dalam biaya pembangunan. Kepala desa juga harus mampu memberdayakan semua pihak untuk berpartisipasi dalam menyusun rencana dan strategi pembangunan desa pintar (Syaodih, 2018).
Berkaitan dengan kesiapan pemerintah desa dalam penerapan program smart village, menurut Suyatno (Kurniawan, 2022), upaya yang dapat dilaksanakan untuk menyiapkan pelaksanaan pemerintahan desa, antara lain : a. Meningkatkan kematangan dalam melaksanakan peraturan yang terkait dengan pemerintahan desa; b. Penyiapan pihak-pihak yang terkait agar memiliki respon dengan cara yang benar terhadap sistem pemerintahan yang baru; c. Menyiapkan personil yang memiliki motivasi, minat dan disiplin dalam melaksanakan pemerintahan desa; dan d. Menentukan tingkatan yang harus dicapai aparatur desa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan pemerintah desa dalam penerapan smart village di desa adalah sistem TIK (hardware dan software), regulasi, sumber daya manusia, infrastruktur desa, pendanaan serta budaya masyarakat. Aktor-aktor dalam penerapan smart village sangatlah menentukan apakah smart village ini sudah siap diterapkan atau tidak di pedesaan.
Dalam membangun smart village, dibutuhkan program yang terencana, baik dari kesiapan pemerintah desa maupun partisipasi masyarakat di segala sektor yang ada di desa tanpa membeda-bedakan golongan atau kelompok tertentu. Masalahnya, konsep ini tidak selamanya bergantung kepada kecanggihan teknologi semata, salah satu faktor yang menentukan adalah cara berpikir atau paradigma masyarakat dalam memandang desa di masa depan. Maka dari itu, bagi birokrasi desa dibutuhkan perubahan dalam memandang desa. Sebelumnya, desa hanya dipandang sebagai kampung halaman, wilayah administrasi dan organisasi pemerintahan paling kecil serta masyarakat tanpa pemerintahan. Sementara itu diperlukan upaya untuk melahirkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya inovasi dalam usaha dengan memanfaatkan pengetahuan serta kompetensi yang dimilikinya. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan keterampilan (Kurniawan, 2022).
Adapun metode dalam pelaksanaan smart village mengacu pada pendekatan sebagai berikut (Kurniawan, 2022). Pertama, comprehensive approach, yang merupakan pendekatan untuk mendapatkan pemecahan menyeluruh dari aspek yang terkait untuk perencanaan, yaitu diaplikasikan melalui pendekatan dengan melakukan kajian terhadap berbagai aspek ada sebagai bagian proses perancangan secara proporsional sesuai kebutuhan. Kedua, integrated approach, yaitu merupakan pendekatan untuk memadukan berbagai kepentingan/pihak/aktor yang terlibat dalam proses perencanaan dan implementasi rancangan pra desain penataan. Hal ini akan diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan diskusi maupun koordinasi dengan pihak yang berkpentingan (pelaku, pemangku kepentingan di daerah, maupun narasumber) yang akan dilakukan selama waktu perencanaan. Dalam kesempatan tersebut diupayakan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan mutu hasil rancangan. Ketiga, realistic Approach, pendekatan yang memadukan antara pertimbangan ideal dan pragmatis agar diperoleh pemecahan atau arahan perencanaan pra desain yang implementatif dan kontekstual.
Desa cerdas diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk desa yang bermigrasi ke kota, dan pekerjaan baru diharapkan muncul karena inovasi dari masyarakat desa. Pengembangan desa cerdas bersifat prospektif, di mana masyarakat dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung kegiatan pertanian dan sosial.
Konsep smart village merupakan suatu alternatif solusi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah klasik yang ada di desa selama ini demi mewujudkan kemajuan dan kemandirian desa. Permasalahan klasik yang selama ini terjadi di desa semakin lama semakin kompleks dan berkepanjangan sehingga dibutuhkan alternatif solusi terlebih kini zaman semakin modern ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan bahkan di dunia sudah banyak meng-upgrade cara dan proses tradisional dalam pola pikir, berinteraksi, dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di desa.
Pelaksanaan pembangunan pedesaan di era digital ini memerlukan sistem komunikasi konvergen yang melibatkan komunikasi interpersonal, media masa, dan media hibrida. Tujuannya agar banyak pihak dari berbagai generasi dapat terlibat dan berpartisipasi untuk mempercepat tujuan pembangunan. Sebab proses tidak bisa mengabaikan keterlibatan dari elemen masyarakat (Badri, 2016). Untuk itu diperlukan sebuah model pengembangan desa yang lebih optimal, innovative, dan cerdas (smart) dengan menggunakan asset atau sumber daya yang lebih terorganisir dengan baik dan memberikan kemajuan bagi desa. Solusi cerdas ini diterapkan melalui konsep desa cerdas atau smart village, yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, serta akademisi dan elemen masyarakat lainnya untuk membangun dan mengembangkan sebuah desa dengan konsep desa cerdas dengan menjadikan desa yang lebih baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Prinsip Smart Village
Prinsip smart village, yakni bottom up, participatory, inclusive, innovative, collaborative, sustainable.
Pertama, prinsip bottom up dalam perencanaan pembangunan desa cerdas. Kedua, prinsip partisivatory yaitu prinsip yang mempersyaratkan keterlibatan peran dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa cerdas. Prinsip ini harus mampu mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Ketiga, prinsip inclusive. Dalam pembangunan desa cerdas berpijak pada asas kebhinekaan yang mengakui, menghargai, menghormati, memenuhi, melindungi serta melayani hak-hak seluruh warga desa termasuk masyarakat rentan dan marjinal. Prinsip ini menghadirkan kesediaan secara sukarela untuk membuka ruang bagi semua pihak dan meniadakan hambatan dalam berpartisipasi secara setara, serta saling merangkul setiap perbedaan, tanpa memandang agama, ras, suku, dan golongan. Keempat prinsip innovative. Prinsip pengembangan model desa cerdas yang didasarkan pada berbagai bentuk inisiatif lokal atau kreasi lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan desa. Kelima, prinsip collaboratif. Kolaboratif adalah proses keterlibatan bersama yang meniscayakan adanya koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam kerangka desa cerdas, prinsip kolaboratif bisa dilakukan intra-desa, eksternal desa, maupun supra-desa. Keenam, prinsip sustainable. Konsep sustainable atau berkelanjutan dalam konsep desa cerdas meniscayakan adanya satu data desa terintegrasi sebagai dasar penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan desa dan memastikan keberlanjutan capaian 6 pilar desa cerdas (Aswandi, 2022).
Prinsip umum smart village, di antaranya : pertama, sistem yang dibangun melalui program smart village harus dapat dipergunakan oleh desa sendiri untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, meningkatkan pelayanan publik dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil pembangunan desa dan pelayanan publik. Kedua, sistem yang dibangun melalui program smart village harus memudahkan dan dapat dimanfaatkan pemerintah supra desa (provinsi dan kabupaten) untuk memantau dan mengevaluasi hasil pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan tetap memberikan kebebasan desa maupun kabupaten menentukan data-data lain yang memang diperlukan, dengan tetap memperhatikan kemampuan desa yang sangat bervariasi dalam menyediakan berbagai jenis data dan informasi dengan kualitas yang dapat diterima. Dan ketiga, sistem yang dibangun melalui program smart village harus memperkuat dan mengonsolidasikan sistem informasi yang sudah ada atau sedang dibangun, baik ditingkat desa, kabupaten, hingga provinsi (Kurniawan, 2022).
Berangkat dari apa yang dimiliki desa : implementasi sistem dimulai dengan memetakan jenis pelayanan yang diberikan, sistem yang sudah ada dan diterapkan di desa, dan apa yang menjadi potensi desa yang dapat mendukung penerapan pengembangan sistem smart village dan sistem informasi desa lainnya yang ada di desa. Berdasarkan hal tersebut, berikut yang menjadi prinsip khusus smart village, yaitu: pertama, informasi data generik minimum. Semua desa mengelola jenis data yang sama di luar dari daftar generik minimum tersebut, desa-desa dapat saja mengelola informasi dan data lain sesuai dengan kewenangannya yang dirasa perlu, misal potensi wisata desa dan sebagainya. Kedua, berbasis platform. Sistem dan aplikasi smart village berbasis platform yang sama sehingga mudah dikembangkan desa dan mudah dikembangkan dari segi teknologi informasi. Ketiga, rutin. Memastikan data diperbarui secara rutin atau bahkan real-time. Staf pengelola yang bertanggungjawab bersifat tetap. Keempat, keberlanjutan. Kebutuhan terhadap data bersifat terus-menerus sehingga pengembangan sistem smart village harus disertai komitmen daerah dan desa untuk memastikan keberlanjutannya, termasuk komitmen daerah untuk mereplikasinya. Kelima, mudah. Sistem yang dikembangkan sesuai dengan kapasitas dan sumber daya desasehingga mudah untuk dikelola. Sistem juga perlu dirancang sedemikian rupa supaya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Keenam, nilai tambah. Sistem dan aplikas TIK yang digunakan dalam smart village memberikan nilai tambah dibandingkan sistem informasi desa tradisional manual, antara lain memungkinkan adanya interkoneksi elektronik tanpa menghilangkan aspek keamanan data yang bersifat rahasia atau pribadi. Ketujuh, satu data untuk semua (entry). Menganut prinsip open data, dibarengi dengan sistem keamanan dan perlindungan data pribadi. Dan kedelapan, user friendly. Dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan kapasitas perangkat desa dan masyarakat pengguna informasi (Kurniawan, 2022).
Semoga !!!