Oleh : Ahmad Usman
Universitas Mbojo Bima
Inipasti.com, Kota cerdas (smart city) itu hanya dapat terealisasi oleh bupati dan wali kota yang cerdas. Apa pun peralatannya, apa pun teknologinya, tanpa wali kota yang cerdas, tanpa bupati yang cerdas, tidak akan tercapai kota cerdas (Jusuf Kalla, 2019). Pemimpin dalam organisasi ibarat seorang empu pada bidang perkerisan. empu yang baik tentu sangat memahami perbedaan antara keris yang bermutu tinggi dan keris yang bermutu rendah. Bahkan seorang empu juga mampu untuk membuat keris sakti bermutu tinggi dengan “luk” atau lekuk-lekuk yang berseni tinggi (Moedjiarto, 2002).
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika dalam pembukaan Indonesia Internasional Smart City Expo and Forum 2019 di JCC, Jakarta, mengingatkan para kepala daerah agar jangan hanya terpukau dengan istilah kota cerdas (smart city) karena teknologi hanya merupakan alat, sedangkan yang memberi perbedaan ialah pengguna alat itu sendiri. Teknologi tidak akan memiliki arti jika penggunanya yang dalam hal ini kepala daerah tidak cerdas (Media Indonesia, 7/2019).
Kota cerdas hanya dapat terealisasi oleh bupati atau wali kota yang cerdas. Apa pun peralatan maupun teknologinya, tanpa ada pemimpin yang cerdas tidak akan tercapai kota cerdas. Smart city bukan diartikan penuhnya komputer di kantor wali kota atau bupati. Meski teknologi dapat dibeli, kecerdasan untuk menggunakannya harus muncul dari kemampuan wali kota dan bupati untuk mengelola berbagai teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Ketiadaan cerdas otak pada pucuk pimpinan menambah ketidakpastian dan ketidakberaturan (AM Sallatu dalam Usman, 2019).
Teknologi itu dapat dibeli, tetapi inovasi dan kecerdasan itu berasal dari upaya dan kemampuan masing-masing. Oleh sebab itu, yang penting dikembangkan ialah wali kota dan warga kota yang cerdas.
Tanpa ada masyarakat yang cerdas, smart city juga tidak akan terwujud sebab teknologi hanya sebatas alat. Dengan demikian, menurut Wapres, jangan hanya terpaku kepada teknologi, pemerintah daerah juga harus mencerdaskan warganya dan bersinergi untuk menciptakan kota yang cerdas. Walaupun segala macam peralatan ada, kalau warga kota masih buang sampah dan melanggar lalu lintas seenaknya maupun antre tidak teratur, kota itu akan tidak cerdas.
Konsep kota cerdas sendiri merupakan bagian dari upaya peningkatan ekonomi yang adil bagi masyarakat. Untuk itu, diperlukan inovasi dan inisiatif pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi masing-masing.
Usaha pemerintah daerah untuk mengembangkan ekonomi daerah dan memberikan inisiatif tentu menjadi bagian yang penting untuk kemajuan kita semua. Meningkatkan kemakmuran yang adil, seluruh masyarakat dapat bagian dari kemajuan ekonomi, semua itu dapat terwujud melalui pemerintah daerah yang inisiatif dan inovatif. Itulah kota cerdas.
Bagaimana bisa menjalankan smart city, kalau masyarakatnya belum smart. Semua indikator kuncinya yaitu pada kualitas masyarakat dan pemerintahnya. Tanpa ada kerjasama dari kedua pihak, mustahil smart city bisa berjalan dengan baik.
Setiap indikator tidak bisa berjalan sendiri. Masing-masing dari indikator tersebut memiliki peran masing-masing dan saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, untuk terciptanya smart economy, diperlukan smart people untuk bisa berjalan. smart living membutuhkan smart government untuk membentuk regulasi yang mendukung dan mempermudah terlaksananya program.
Pemimpin yang cerdas adalah mereka yang dapat memaksimalkan jam kerja dengan belajar untuk mendelegasikan, memprioritaskan dan juga berusaha untuk menyederhanakan sebuah tugas.
Kesuksesan eGovernment dan smart city sebuah pemerinmtah daerah ditentukan oleh: IT Leadership “sang raja” (yakni Bupati/Walikotanya), IT Leadership “panglima perang”-nya (yakni Kepala Dinkominfo), budaya organisasi positif jajaran Kominfonya, dan bagaimana menjaga hubungan baik dengan rekanan-rekanan pendukungnya.
Cerdas menjadi salah satu aspek yang memang harus dimiliki pemimpin. Kecerdasan menjadi sebuah alat dimana pemimpin mampu merumuskan tujuan-tujuan yang baik yang akan dicapai organisasi yang dia pimpin secara bersama-sama.
Pemimpin Cerdas itu Siapa?
Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan (Hasibuan, 2008). Pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat (pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan (Ahmad Rusli, 2009). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya (Miftha Thoha, 2003). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 2004).
Dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Cerdas yaitu kemampuan memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk sukses mencapai tujuan (Prayitno, 2012). Dalam pengertian ini kita dapatkan sebuah kata kunci yang perlu dicermati maksudnya yakni kemampuan “memanipulasi”.
Berdasarkan Kamus Oxford, padanan kata cerdas yaitu, kata ‘intelegent’ didefinisikan sebagai berikut: “good at learning, understanding and thinking in a logical way about things; showing this ability. Sedangkan dalam kamus Thesaurus, sebagai berikut: Having or showing intelligence, often of a high order. Padanan kata yang lain, yaitu kata ‘shrewd’ menurut definisi Thesaurus: Having or showing a clever awareness and resourcefulness in practical matters.
Sedangkan dalam Bahasa Jepang, kata cerdas dapat diterjemahkan sebagai ‘chinou ga takai’. Kata chinou berasal dari dua huruf, yaitu chi yang berarti pengetahuan (knowledge) dan kata nou yang berarti wisdom, wit atau skill. Jadi bisa dikatakan bahwa terjemahan bebas kata cerdas dalam Bahasa Jepang adalah pengetahuan, kebijaksanaan, perkataan, dan keahlian yang tinggi.
Dengan demikian, pemimpin cerdas adalah seseorang dengan tanda-tanda: memiliki wawasan dan cakrawala ilmu luas,mampu untuk beradaptasi, tingkat penasarannya begitu tinggi, banyak bertanya, tidak gampang percaya dan selalu menyelidiki dahulu, tidak takut untuk mengatakan “tidak tahu”, mau mengakui kesalahannya, mampu belajar dari setiap kegagalan, open minded (terbuka), tidak asal berbicara, memiliki penguasaan diri yang baik, kreatif, inovatif, inspiratif, dan bermartabat.
Karakter Pemimpin Cerdas
Pemimpin bukanlah sekadar seseorang yang dicintai atau dikagumi, melainkan seseorang yang mempunyai pengikut dan mampu mengerjakan dengan benar (do the right things). Pemimpin bukanlah hanya gelar ataupun uang, melainkan memiliki rasa tanggung jawab yang harus dipikul di pundaknya dan membawa ke tingkat keberhasilan maksimal jadi pemimpin harus profesional.
Hanya ada tiga jenis pemimpin: pemimpin yang cepat, pemimpin yang lambat, pemimpin yang berjalan di tempat.
Dari ketiga jenis pemimoin di atas, yang akan sukses adalah pemimpin yang cepat. Cepat dalam mengolah suatu ide menjadi lebih berharga, cepat dalam pengambilan keputusan yang tepat, cepat menyesuaikan dengan perubahan, serta cepat dalam bekerja dan menggerakan sumber daya manusianya.
Salah satu penelitian pendekatan sifat dalam kepemimpinan dilakukan oleh Wedwin Gheselli (Akhmad Syakhroza dan Fandy Tjiptono, 1999). yang meneliti sekitar 300 manajer dari 90 bidang bisnis berbeda di Amerika Serikat. Ia mengidentiifkasi enam sifat penting untuk mencapi kepemimpinan efektif yaitu: 1) kebutuhan untuk berprestasi, yakni mencari tanggung jawab dan bekerja keras untuk mencapai kesuksesan, 2) kecerdasan, yakni penggunaan pikiran yang baik, kemampuan berpikir dan bernalar yang baik., 3) ketegasan, yakni membuat keputusan sulit tanpa ragu, 4) percaya diri, yakni memiliki citra diri positif sebagai orang yang efektif dan cakap, 5) inisiatif, yakni melakukan pekerjaan dengan pengawasan minimal, mandiri, 6) kemampuan pengawasan, yakni mampu mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.
Menurut George Manning dan Kent Curtis (2001), seorang pemimpin haruslah memiliki kualitas tertentu agar dapat menjalankan kepemimpinannya dengan efektif. Kualitas yang menandai seorang pemimpin dan membantu mempengaruhi proses kepemimpinannya adalah visi, kemampuan, antusiasme, stabilitas, peduli pada orang lain, percaya diri, tekun, vitalitas, karisma, dan integritas.
Adapun penjelasan masing-masing kualitas tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, visi. Persyaratan pertama seorang pemimpin adalah sangat peka pada tujuan. Visi menginspirasi orang lain dan menyebabkan pemimpin menerima tugas kepemimpinan, terlepas menyenangkan atau tidak.
Kedua, kemampuan. Pemimpin harus tahu tentang tugasnya. Ini akan bermakna sekiranya pemimpin telah melakukan tugasnya dengan baik. Karyawan atau bawahan kurang menghargai pemimpin yang terus menerus menyandarkan pada orang lain saat harus membuat keputusan, memberikan bimbingan, atau memecahkan masalah. Kegagalan pemimpin dalam memahami tugasnya akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan diri dan dukungan bawahan. Dengan demikian pemimpin harus memiliki keinginan untuk memahami informasi, merumuskan strategi, dan membuat keputusan yang tepat.
Ketiga, antusiasme. Antusiasme adalah sifat penting yang harus dimiliki pemimpin. Antusiasme merupakan suatu bentuk persuasi yang menyebabkan orang lain menjadi tertarik dan tergerak untuk menerima apa yang sedang dilakukan seorang pemimpin. Antusiasme ini, seperti juga bentuk emosi manusia, bisa ditularkan kepada yang lain.
Keempat, stabilitas. Pemimpin harus memahami dunianya dan bagaimana menghubungkannya dengan dunia orang lain. Bawahan tidak akan memiliki empati jika pemimpin secara emosional masih melibatkan masalah-masalah pribadinya.
Kelima, peduli pada orang lain. Pemimpin tidak boleh merendahkan orang lain atau memperlakukan mereka layaknya sebagai mesin. Pemimpin harus tulus dan peduli dengan kesejahteraan bawahannya.
Keenam, percaya diri. Percaya diri adalah salah satu kemampuan yang membuat pemimpin memiliki kekuatan dalam (inner strength) unuk mengatasi tugas-tugas sulit. Kepercayaan diri pemimpin dengan cepat akan dirasakan bawahannya sehingga akan meningkatkan kinerja dan komitmen. Jika seorang pemimpin kehilangan percaya diri, bawahan akan meragukan kewenangan pemimpinnya dan bahkan mungkin melanggar aturan yang telah disepakati.
Keenam, ketekunan. Pemimpin harus memiliki energi dan kekuatan pikiran (determination) untuk berhadapan dengan tugas-tugas sulit hingga bisa diatasi dengan baik.
Ketujuh, vitalitas. Pemimpin efektif umumnya digambarkan sebagai sosok yang aktif, menggairahkan, dan giat. Pemimpin memerlukan energi dan stamina untuk mencapai kesuksesan.
Kedelapan, karisma. Karisma adalah kualitas pribadi khusus yang membangkitkan minat bawahan dan menyebabkan mereka mau mengikutinya. Meskipun sulit diartikan karisma akan menghasilkan antusiasme, kekaguman, dn loyalitas bawahan.
Kesembilan, integritas. Kualitas terpenting kepemimpinan adalah integritas, yang bisa dipahami sebagai kejujuran, kekuatan karakter, dan keberanian. Integritas akan menimbulkan kepercayaan, dan kepercayaan akan mendorong terciptanya penghormatan, loyalitas, dan tindakan bawahan.
Menurut Wahjosumidjo (1999), keberhasilan pemimpin ditandai oleh adanya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin seperti; 1) Tidak kenal lelah atau penuh energi; 2) Intuisi yang tajam; 3) Tinjauan ke masa depan yang tidak sempit; dan 4) Kecakapan meyakinkan yang sangat menarik (irresistible persuasive skill).
Untuk mencapai kepemimpinan yang sukses, seorang dituntut memiliki karakteristik-karakteristik khusus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santa Clara University dan Tom Peters Group/Learning System terhadap lebih dari 5.000 pimpinan senior, setidaknya ada 11 karakteristik yang harus dimiliki pemimpin agar sukses dalam kepemimpinannya (C.A. Ariyanti dalam Usman, 2018) yakni: (1) jujur (honest), (2) pandai, cerdas (intelligent), (3) melihat ke depan (forward-looking), (4) selalu memicu inspirasi (inspiring), (5) kompeten (competent), (6) berlaku adil (fairminded), (7) berwawasan luas (broadminded),
(8) berani mengambil risiko (courageous), (9) tidak basa-basi, langsung pada persoalan (straightforward), (10) penuh imajinasi (imaginative), dan (11) pandai mendelegasi dan memotivasi SDM.
Pemimpin Cerdas di Era Milenial
Di era milenial ini,dibutuhkan karakter kepemimpinan yang mampu mereduksi sikap negatif di atas dan mampu mengeluarkan semua potensi positif dari kaum milenial seperti melek teknologi, cepat, haus ilmu pengetahuan, dan publikasi (Irendy dalam Usman, 2018).
Ada beberapa karakter kepemimpinan yang dibutuhkan di masa milenial (Irendy dalam Usman, 2018).
Pertama, digital mindset. Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan smartphone, maka akses komunikasi antar individu pun sudah tidak bersekat lagi. Ruang pertemuan fisik beralih ke ruang pertemuan digital. Saat ini pun sudah menjadi kewajaran jika seseorang memiliki lebih dari 1 (satu) group di aplikasi WA ataupun Telegram mereka. Pemimpin di era milenial harus bisa memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk menghadirkan proses kerja yang efisien dan efektif di lingkungan kerjanya. Misalnya dengan mengadakan rapat via WA ataupun Anywhere Pad, mengganti surat undangan tertulis dengan undangan via email ataupun Telegram, dan membagi product knowledge ke klien via WA.
Jika seorang pemimpin tidak berupaya mendigitalisasi pekerjaannya di era saat ini, maka dia akan dianggap tidak adaptif oleh kliennya dan bahkan rekan kerjanya sendiri. Seperti yang dilansir oleh DDI (Development Dimensions International) dalam penelitiannya di tahun 2016, mayoritas millenial leader menyukai sebuah perusahaan yang fleksibel terhadap jam kerja dan tempat mereka bekerja. Hal ini tentu saja disebabkan karena kecanggihan teknologi yang membuat orang bisa bekerja dimana saja dan kapan saja. Dapat disaksikan bahwa hari ini banyak sekali coffeeshop yang berfungsi sebagai co-working space bertebaran di tempat kita dan sebagian besar pengunjungnya adalah millenials.
Kedua, observer dan active listener. Pemimpin di era milenial harus bisa menjadi observer dan pendengar aktif yang baik bagi anggota timnya. Apalagi jika mayoritas timnya adalah kaum milenial. Hal ini dikarenakan kaum milenial tumbuh beriringan dengan hadirnya media sosial yang membuat mereka kecanduan untuk diperhatikan. Mereka akan sangat menghargai dan termotivasi jika diberikan kesempatan untuk berbicara, berekspresi, dan diakomodasi ide-idenya oleh perusahaan. Mereka haus akan ilmu pengetahuan, pengembangan diri dan menyukai untuk berbagi pengalaman.
Namun di sisi lain, mereka pun tidak ragu untuk menuangkan kekesalannya terhadap perusahaan ke dalam media sosialnya. Oleh karena itu, jangan terburu-buru untuk menghakimi kinerja buruk mereka tanpa kita tahu alasan sebenarnya. Untuk menjadi observer dan active listener yang baik, tidak ada salahnya jika pendekatan dilakukan via media sosial milik mereka seperti Facebook, Instagram, dan Path. Apabila perusahaan kita mempunyai market segment kaum milenial, maka pendekatan yang sama bisa diterapkan untuk mendapatkan insight mereka.
Ketiga, agile. Pemimpin yang agile dapat digambarkan sebagai pemimpin yang cerdas melihat peluang, cepat dalam beradaptasi, dan lincah dalam memfasilitasi perubahan. Seperti yang disampaikan oleh motivator Jamil Azzaini, pemimpin yang agile adalah pemimpin yang open minded dan memiliki ambiguity acceptance, yakni bersedia menerima ketidakjelasan. Ketidakjelasan ini bisa berarti ketidakjelasan dari prospek bisnis ke depan, ketidakjelasan sistem manajemen perusahaan, atau ketidakjelasan manual produk yang dikeluarkan perusahaan. Oleh pemimpin yang agile, hal ini nantinya akan disederhanakan, diperbaiki, dan disempurnakan. Pemimpin yang agile mampu mengajak organisasinya untuk dengan cepat mengakomodasi perubahan. Layaknya Pep Guardiola yang menyempurnakan Total Football dengan Tiki Taka-nya.
Cara untuk menjadi pemimpin yang agile diantaranya adalah memperbanyak membaca buku, mengobservasi peristiwa dan silaturrahim.
Keempat, inclusive. Di dalam bahasa Inggris, inclusive diartikan “termasuk di dalamnya”. Secara istilah, inclusive diartikan sebagai memasuki cara berpikir orang lain dalam melihat suatu masalah. Pemimpin yang inclusive dibutuhkan di era milenial dikarenakan perbedaan cara pandang antar individu yang semakin komplek. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya informasi yang semakin mudah diakses oleh siapapun, dimanapun, dan kapapnpun sehingga membentuk pola pikir yang berbeda antar individunya. Pemimpin yang inclusive diharapkan dapat menghargai setiap pemikiran yang ada dan menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin juga harus memberikan pemahaman akan pentingnya nilai, budaya, dan visi organisasi kepada anggota timnya secara paripurna karena kaum milenial akan bertindak secara antusias jika tindakannya memiliki meaning.
Agar menjadi pemimpin yang inclusive, pemimpin juga tidak boleh lagi bertindak sebagai boss, melainkan leader, mentor, dan sahabat bagi anggota timnya. Hal ini disebabkan sebagian besar kaum milenial menganut nilai-nilai seperti transparansi dan kolaborasi dalam hidup mereka. DDI dalam penelitiannya di tahun 2016, menyampaikan bahwa millenials menyukai perusahaan yang memberikan frekuensi lebih banyak untuk mendapatkan mentoring dan training dari para manajer di atasnya atau para expert.
Kelima, brave to be different. Di zaman sekarang, ternyata masih banyak orang yang tidak berani untuk mengambil sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapaian cita-citanya karena hal tersebut bertentangan dengan kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Hal semacam ini jika dibiarkan, akan menjadi hambatan seseorang bahkan sebuah perusahaan untuk lebih maju. Acapkali tradisi di sebuah perusahaan membuat orang lebih suka membenarkan yang biasa daripada membiasakan yang benar.
Oleh karena itu, untuk memberi contoh, pemimpin harus berani berbeda, baik dari cara berpikir, kebijakan, maupun penampilannya. Tentu berbedanya untuk kebaikan tim dan perusahaan, misalnya membebaskan pakaian kerja tim yang semula berseragam menjadi pakaian semi formal agar menambah semangat bekerja mereka karena tampil keren di hadapan teman kantornya. Menekankan kepada tim bahwa setiap orang memiliki keunikannya masing-masing dan diberdayagunakan untuk kepentingan organisasi juga salah satu tugas dari pemimpin.
Keenam, unbeatable (pantang menyerah). Mindset pantang menyerah tentu harus dimiliki oleh semua pemimpin. Apalagi memimpin anak-anak di era milenial yang lekat dengan sikap malas, manja, dan merasa paling benar sendiri. Pemimpin milenial wajib memiliki sikap positive thinking dan semangat tinggi dalam mengejar goals-nya. Hambatan yang muncul seperti kurangnya respect dari pegawai senior maupun junior harus bisa diatasi dengan sikap ulet dan menunjukkan kualitas diri.
Memiliki Visi dan Misi
Pemimpin cerdas atau smart harus memiliki visi dan misi. Menurut Drucker, fondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah memikirkan visi dan misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya secara jelas dan nyata. Visi adalah keinginan pemimpin yang bersifat ideal yang dirumuskan secara saksama dan menentukan arah atau keadaan masa depan. Visi merupakan titik awal permulaan . Misi adalah perwujudan dari keinginan pemimpin. Misi menggambarkan perjalanan dari titik berangkat sebagai keadaan awal ke arah titik pencapaian. Keduanya merupakan acuan utama dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
Seorang pemimpin itu harus cerdas, berwawasan luas, kreatif dan berjiwa inovatif sehingga dapat membuat program-program dan kegiatan yang tepat sasaran, berkualitas dan dapat membawa kemajuan organisasi di satuan kerjanya masing-masing. Pemimpin yang cerdas, berwawasa, kreatir dan inovatif pada dasarnya dimiliki oleh semua orang, tapi potensi ini harus diasah, dilatih dan dikembangkan secara kontinyu.
Seorang pemimpin harus selalu melihat ke depan dalam arti selalu harus mencari inovasi-inovasi baru sesuai dengan perkembangan. Bukan berarti juga harus melupakan yang telah lewat karena itu menjadi pengalaman dan pembelajaran bagi kinerja ke depan, melihat ke depan adalah salah satu faktor penunjang sebagai pemimpin yang cepat. Organisasi yang dikelola dengan mengacu pada keadaan saat ini tanpa melihat ke depan akan jalan di tempat dan ketinggalan. Pemimpin dengan pandangan dan orientasi ke depan akan mampu menggerakkan anggotanya menjadi sebuah mesin kerja yang efisien, efektif, dan inovatif.
Semoga !!!