Pemerintah Provinsi Papua Barat kini tengah menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) tahun 2025. Salah satu isu strategis yang menjadi sorotan adalah potensi tambahan pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi (migas).
Harapan tersebut datang dari pengelolaan alokasi gas alam cair (LNG) milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua Barat yang dikelola PT Padoma Ubadari Energy.
Gas dari blok Tangguh, yang selama ini dioperasikan bp Tangguh, dinilai bisa menjadi penopang baru pendapatan daerah. Namun demikian, tambahan tersebut masih menunggu hasil negosiasi harga jual dengan pihak bp Tangguh.
“Kami berharap ada harga khusus yang bisa diberikan bp Tangguh untuk Papua Barat sebagai daerah penghasil LNG. Hal ini penting agar pendapatan dari sektor migas dapat segera masuk dalam APBD-P 2025,” ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Barat, Dr Samy Djunire Saiba MSi.
Keterangan tertulis yang diterima papuakini menyebutkan, Sejak pertama kali beroperasi, bp Tangguh menjadi salah satu proyek LNG terbesar di Indonesia. Namun, hingga kini Papua Barat belum memperoleh hak Participating Interest (PI) sebesar 10 persen dari pengelolaan blok LNG tersebut, sebagaimana diatur dalam regulasi terkait bagi hasil migas dengan daerah penghasil.
Kondisi ini membuat pemerintah daerah merasa wajar untuk meminta skema harga khusus. Dengan begitu, daerah tidak hanya menjadi penonton, melainkan turut menikmati manfaat ekonomi dari sumber daya alam yang berasal dari wilayahnya sendiri.
“Sudah sepatutnya Papua Barat mendapat perlakuan istimewa. bp Tangguh beroperasi di tanah ini, sementara masyarakat masih menghadapi tantangan pembangunan dasar. Harga khusus LNG bisa menjadi bentuk kontribusi nyata perusahaan bagi daerah,” tegas Samy Djunire Saiba.
Click here to preview your posts with PRO themes ››
Tambahan pendapatan daerah dari sektor migas ini akan sangat berarti bagi Papua Barat. Dengan ruang fiskal yang relatif terbatas, Pemprov Papua Barat berharap dana segar dari penjualan LNG dapat memperkuat program pembangunan, mulai dari infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
Para pengamat menilai, jika negosiasi harga LNG ini berhasil, Papua Barat dapat memiliki contoh baik bagaimana kerja sama pemerintah daerah dan perusahaan migas bisa melahirkan win-win solution. Bagi daerah, ini berarti peningkatan pendapatan. Bagi perusahaan daerah, ini menjadi bentuk legitimasi sosial yang semakin kuat di tengah masyarakat penghasil migas.
Meski harapan tinggi, jalan menuju kesepakatan tak selalu mulus. Negosiasi harga LNG dengan perusahaan multinasional seperti bp tentu melibatkan kalkulasi bisnis global yang rumit. Namun, pemerintah daerah menegaskan, aspek keadilan dan kepentingan masyarakat Papua Barat harus menjadi prioritas utama.
“Negosiasi ini bukan hanya soal angka, tetapi juga komitmen. Kami ingin agar masyarakat Papua Barat merasakan manfaat nyata dari kekayaan alam mereka sendiri,” tegas Samy Djunire Saiba.
Dengan demikian, pembahasan APBD-P 2025 bukan sekadar soal teknis fiskal, melainkan juga momentum politik ekonomi. Bagaimana posisi tawar Papua Barat di hadapan korporasi global akan menjadi cermin sejauh mana daerah penghasil mampu memperjuangkan hak-haknya. (*)